Selasa, 07 April 2015

Kang Komar: Titik Temu Agama-Agama



Titik Temu Agama-Agama
Oleh: Komaruddin Hidayat

Secara teologis dan sosiologis keragaman agama di muka bumi merupakan kehendak dan desain Tuhan. Umat Islam sangat familier dengan berbagai pernyataan Alquran bahwa Allah menciptakan manusia terbagi-bagi ke dalam beragam etnis, warna kulit, bangsa, dan agama.

Membayangkan keseragaman agama dan budaya adalah satu utopia dan melawan kehendak Tuhan. Namun, karena yang beragama adalah manusia yang memiliki nafsu, akal budi, dan kebebasan berpikir, berkehendak, dan bergerak, keragaman beragama, berbangsa, dan berbudaya seringkali menimbulkan benturan, bahkan bisa saling ingin memusnahkan.

Ini sangat berbeda dari keragaman nabati dan hewani yang terjaga keseimbangannya dalam kondisi harmonis. Ekologi alam yang harmonis ini rusak garagara intervensi manusia. Sejarah menunjukkan, peperangan antarbangsa dan agama memang pernah dan selalu saja terjadi. Namun, dalam waktu bersamaan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia selalu berkembang.

Inovasi sains dan teknologi terus bermunculan. Upaya-upaya perdamaian juga tak pernah henti. Jadi, wajah sejarah selalu menampilkan dua sisi yang berlawanan. Antara peperangan dan perdamaian. Antara agenda membangun kebajikan dan tindakan destruktif antikemanusiaan. Hanya, kalau ditimbang, niat dan usaha baik manusia untuk menciptakan perdamaian dan keadaban jauh lebih besar ketimbang mereka yang melakukan kejahatan.

Kalau saja panggung kehidupan manusia dikuasai dan didominasi kekuatan jahat, niscaya sudah lama peradaban ini hancur lebur. Dua kali perang dunia sudah cukup jadi pelajaran yang amat berharga. Kalau sampai meletus perang dunia ketiga, betapa besar dan dahsyat kerusakan yang akan terjadi.

Peradaban manusia akan kembali dari nol kilometer lagi. Lalu, di mana peran agama yang diyakini pemeluknya sebagai panduan ilahi untuk mengatur dan menyejahterakan manusia? Mengingat semesta, manusia, dan agama datang dari sumber yang sama yaitu Tuhan Yang Maha Mutlak, idealnya terjadi hubungan yang harmonis, sinergis, dan konstruktif antara ketiganya.

Semua agama besar dunia ketika awal mula kemunculannya selalu tampil sebagai kekuatan anti penindasan, anti dekadensi moral, dan anti kebodohan. Para pembawa agama selalu mengajak dan mendidik umatnya untuk menegakkan etika sosial, membasmi kebodohan dan kemiskinan, serta mengajak hidup damai gotong-royong membangun peradaban. Agenda besar agama ini dalam perjalanannya dibantu oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi membantu masyarakat agar hidup menjadi mudah dan nyaman dijalani. Teknologi semacam mobil, listrik, telepon, komputer, kulkas, dan pesawat terbang menawarkan jasa agar hidup menjadi nyaman dan efisien. Tetapi, untuk apa semua ini? Apa makna dan tujuan hidup? Di sinilah agama hadir.

Karena memberikan bimbingan dan pencerahan hati dan pikiran untuk memahami makna dan tujuan hidup yang sejati, agama tetap saja bertahan dan berkembang di tengah kemajuan sains dan teknologi yang senantiasa melakukan inovasi dan penuh kompetisi itu. Sangat disayangkan, keragaman agama yang ada tidak selalu menunjukkan kerja sama yang harmonis dan progresif untuk melakukan layanan kemanusiaan.

Misalnya dalam memberantas korupsi, kemiskinan, dan kebodohan. Karena agama menyangkut keyakinan akan keselamatan hidup duniaakhirat dan cenderung melibatkan emosi setiap menghadapi perbedaan iman, umat beragama sangat rentan konflik ketika menghadapi umat yang berbeda.

Indonesia sebagai bangsa besar yang masyarakatnya sangat plural dari segi etnis, bahasa, budaya, dan agama, umat beragamanya mesti tampil sebagai pilar kohesi bangsa dan motor pemberantas kemiskinan, kebodohan, dan korupsi. Makanya, sangat ironis kalau berita yang mengemuka adalah umat beragama justru heboh berkonflik hanya karena beda mazhab dan terlibat perang yang jelas-jelas menghancurkan peradaban dan antikemanusiaan.

Kita mesti lapang hati dan pikiran untuk menerima perbedaan. Setiap agama adalah unik, beda dari yang lain. Yang mesti kita dorong adalah titik temu dalam agenda kemanusiaan dan memajukan bangsa. Jangan sampai gerakan keagamaan akan dicatat sejarah sebagai perusak kerukunan dan keutuhan berbangsa. Tunjukkan bahwa agama itu motor kemajuan, kecerdasan, keberadaban, dan kedamaian. []

Koran SINDO, 3 April 2015
Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar