Bolehkah Khatib atau Jamaah
Minum di Sela-sela Khutbah?
Dalam pelaksanaan jamaah shalat Jumat sudah
seharusnya seseorang bersikap khusyuk menyimak ketika khutbah sudah
dilangsungkan, dan tidak menyibukkan diri dengan hal-hal lain. Inilah etika
yang semestinya diperhatikan oleh jamaah shalat Jumat. Tetapi, bagaimana jika
pada saat khutbah berlangsung jamaah merasa haus atau ingin minum untuk
menghilangkan dahaga? Bagaimana pula bila itu juga dilakuan khatib? Apakah
berpengaruh pada keabsahan Jumat atau tidak?
Dalam konteks ini ada baiknya kita menelisik
keterangan atau penjelasan para ulama dalam soal minum pada saat khutbah
berlangsung. Salah satu di antara mereka adalah Abul Husain Yahya bin Abil
Khair Al-‘Umrani atau yang lebih dikenal dengan nama ‘Umrani, salah satu ulama
dari kalangan Mazhab Syafi‘i, dalam kitab Al-Bayan-nya yang merupakan syarah
atas kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirazi.
Dalam kitab ini Al-‘Umrani menyuguhkan
perbedaan pandangan para fuqaha dalam menyikapi soal minum saat khuthbah
sedang berlangsung. Menurutnya, boleh minum pada saat khutbah berlangsung
baik karena kehausan (al-‘athsy) maupun karena untuk menyegarkan badan
(at-tabarrud). Tetapi menurut keterangan Al-‘Umrani ada pandangan lain yang
tidak memperbolehkan, yaitu pandangan yang dianut oleh Imam Malik, Imam Ahmad,
dan Al-Auza‘i.
Al-Auza‘i dengan tegas menyatakan bahwa minum
pada saat khutbah berlangsung membatalkan Jumatan. Argumentasi yang diajukan
oleh Al-‘Umrani dalam menolak pandangan yang menyatakan bahwa meminum pada saat
khutbah berlangsung dapat membatalkan Jumatan adalah qiyas aulawi, yaitu
apabila berbicara pada saat khutbah berlangsung tidak dianggap dapat
membatalkan Jumatan, maka minum tentu lebih tidak membatalkannya.
يَجُوزُ
شُرْبُ الْمَاءِ فِى حَالِ الْخُطْبَةِ لِلْعَطَشِ أَوْ لِلتَّبَرُّدِ. وَقَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ
وَالْأَوْزَاعِيُّ لَا يَجُوزُ قَالَ اَلْأَوْزَاعِيُّ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ
بَطَلَتْ جُمُعَتُهُ. دَلِيلُنَا أَنَّ الْكَلَامَ إِذْا لَمْ يُبْطِلْهَا
فَشُرْبُ الْمَاءِ أَوْلَى
Artinya: “Boleh minum pada saat khuthbah
sedang berlangsung karena haus atau untuk menyegarkan badan. Sedang menurut
Imam Malik, Imam Ahmad, dan Al-Auza‘i tidak boleh. Bahkan Al-Auzai menyatakan,
jika hal tersebut (minum pada saat khutbah sedang berlangsung) terjadi, maka
batal jumataannya. Dalil atau alasan kami adalah bahwa sesungguhnya berbicara
ketika tidak dianggap membatalkan Jumatan, maka meminum itu lebih utama (tidak
membatalkannya),” (Lihat Al-‘Umrani, Al-Bayan fi Syarhil Muhadzdzab, cet ke-1,
1429-1430 H/2009 M, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 480).
Senada dengan Al-‘Umrani adalah Muhyiddin
Syarf An-Nawawi ulama yang lahir setelahnya dan menjadi rujukan penting dalam
Madzhab Syafi‘i, serta sama-sama memberikan catatan atas kitab Al-Muhadzdzab
karya Abu Ishaq As-Syirazi.
Tetapi dalam soal kebolehan meminum pada saat
khutbah berlangsung redaksi yang digunakan Muhyiddin Syarf An-Nawawi–menurut
hemat kami–lebih gamblang karena secara eksplisit menyebut baik bagi jamaah
shalat Jumat (qaum) maupun khathibnya.
Menurut An-Nawawi, dalam pandangan Madzhab
Syafi‘i apabila meminumnya karena haus, maka tidak ada masalah. Berbeda jika
meminumnya bukan karena untuk menghilangkan rasa haus, tetapi karena
taladzdzudz (bersenang-senang), maka hukumnya adalah makruh. Kedua hal ini berlaku
baik bagi jamaah shalat Jumat maupun khathibnya.
يُسْتَحَبُّ
لِلْقَوْمِ اَنْ يُقْبِلُوا عَلَى الْخَطِيبِ مُسْتَمِعِينَ وَلَا يَشْتَغَلُوا
بِغَيْرِهِ حَتَّى قَالَ اَصْحَابُنَا يُكْرَهُ لَهُمْ شُرْبُ الْمَاءِ
لِلتَّلَذُّذِ وَلَا بَأْسَ يَشْرَبُهُ لِلْعَطَشِ لِلْقَوْمِ وَالْخَطيبِ هَذَا
مَذْهَبُنَا
Artinya, “Sunah bagi jamaah shalat Jumat
untuk menghadap khatib seraya menyimak baik-baik isi khutbahnya dan tidak boleh
menyibukkan dengan selainnya sehingga para ulama madzhab kami (Madzhab Syafi‘i)
berpendapat bahwa makruh bagi mereka minum untuk taladzdzud (bersenang-senang),
dan tidak menjadi masalah jika meminum karena haus baik bagi jamaah maupun
khatibnya. Ini adalah pandangan madzhab kami,” (Lihat Muhyiddin Syarf
An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz IV,
halaman 401).
An-Nawawi juga menyuguhkan pandangan Ibnul
Mundzir yang menyatakan, “Saya tidak tahu hujjah ulama yang melarang minum saat
khutbah sedang berlangsung.”
Bahkan tidak hanya sampai di sini, ia
mengemukakan pernyataan Al-‘Abdari yang menyatakan bahwa pandangan Al-Auza‘i
yang menganggap minum pada saat khutbah berlangsung dapat membatalkan jumatan
bagi pelakunya adalah pandangan yang berlawanan dengan ijma’ ulama.
قَالَ
ابْنُ الْمُنْذِرِ رَخَّصَ فِي الشُّرْبِ طَاوُسٌ وَمُجَاهِدٌ وَالشَّافِعِيُّ
وَنَهَي عَنْهُ مَالِكٌ وَالْاَوْزَاعِيُّ وَاَحْمَدُ وَقَالَ الْاَوْزَاعِيُّ
تَبْطُلُ الْجُمُعَةُ إِذَا شَرِبَ وَالْاِمَامُ يَخْطُبُ وَاخْتَارَ ابْنُ
الْمُنْذِرِ اَلْجَوَازَ قَالَ وَلَا اَعْلَمُ حُجَّةً لِمَنْ مَنَعَهُ قَالَ
الْعَبْدَرِىُّ قَوْلُ الْاَوْزَاعِيِّ مُخَالِفٌ لِلْاِجْمَاعِ
Artinya, “Ibnul Mundzir mengatakan bahwa
Thawus, Mujahid, dan Imam Syafii memberikan rukhsah. Sedangkan Imam Malik,
Al-Auza‘i, dan Imam Ahmad melarang minum saat khutbah sedang berlangsung.
Al-Auza‘i berpendapat kebatalan jumatan ketika minum saat imam atau khathib
sedang berkhutbah. Sedangkan Ibnul Mundzir memilih pendapat untuk
membolehkannya. Ia berkata, ‘Saya tidak tahu hujjah ulama yang melarang minum
saat khutbah sedang berlangsung.’ Sedang Al-‘Abdari menyatakan, ‘Pendapat
Al-Auza‘i menyalahi ijma’ ulama,’” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab, juz, IV, h. 401)
Mengacu pada penjelasan di atas, kita dapat
memahami bahwa minum pada saat khutbah sedang berlangsung karena haus adalah
diperbolehkan, baik bagi jamaah maupun bagi khathib. Tetapi akan menjadi makruh
apabila minum dilakukan karena hanya ingin bersenang-senang saja atau sekadar
ingin minum padahal tidak haus. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar