Senin, 24 Desember 2018

(Buku of the Day) Nasionalisme Kaum Sarungan


Nasionalisme Kaum Sarungan


Judul                : Nasionalisme Kaum Sarungan
Penulis             : A. Helmy Faishal Zaini
Tebal                : 236 Halaman
Penerbit            : Penerbit Buku Kompas 
Tahun Terbit      : 2018
Peresensi          : Didik Suyuthi

Buku ini tak ada kaitan langsung dengan peristiwa teror bom Surabaya. Namun kehadirannya menjadi aktual untuk menjelaskan problem-problem kesesatan pikir yang melatarbelakangi aksi teror menyedihkan itu. Ditulis dalam tiga bagian, buku Nasionalisme Kaum Sarungan karya A. Helmy Faishal Zaini sangat direkomendasikan sebagai pegangan bagi para aktivis Kerohanian Islam. 

Sebagian besar kelompok-kelompok ekstrem (termasuk pelaku teror bom Surabaya) hampir bisa dipastikan mempelajari agama dari sumber yang sangat terbatas. Dalam lieratur pendidikan, cara belajar mereka disebut tekstualis. Memahami segala sesuatu hanya dari sumber teks-teks klasik otoritatif tanpa diimbangi dengan upaya-upaya ijtihadiyah berbasis manhajul fikr yang kritis dan kontekstual.

Inilah yang membuat pemahaman agama mereka cenderung dangkal. Ekspresi keberagamaannya kaku. Menganggap apapun masalah aktual yang tidak ada dalam teks suci sebagai melenceng dan bid’ah. Menghukumi para pelakunya sebagai kafir. Dan seterusnya. Sebuah konstruksi beragama yang normatif, yang dangkal ke dalam, sehingga kaku ke luar. Produk-produk hukum agama dipahami ‘all given’ sebagaimana tertuang dalam teks-teks resmi agama saja.

Di sinilah penulis menjelaskan bahwa prinsip pengambilan hukum agama bukan hanya bersumber dari teks. Sebab tidak semua problematika manusia dijelaskan problem solving-nya oleh agama secara eksplisit. Ada hal-hal yang hanya disinggung secara implisit. Bahkan makin banyak masalah-masalah kontemporer yang membutuhkan istinbat hukum sebagai mekanisme ijtihad hukum ‘pasca’ teks.

“Idza wujida nash fatsamma maslahah. Idza wujidal maslahah fasyar’ullah." Demikian penulis mengutip sebuah kaidah fiqih. Yang artinya, “Jika ditemukan teks (sumber hukum) maka di sana ada kebaikan. Jika ditemukan kebaikan (meskipun tak ada sumber hukum) maka di sana adalah hukum Allah.

Sesuatu yang baik dan tidak menyimpang dari agama, tidak perlu diributkan dasar hukumnya. Apapaun amalan atau perbuatan, kalau menurut muslim baik, membawa maslahah, maka insya Allah menurut Allah juga baik.

Buku 236 halaman ini mengingatkan, penyakit akibat memahami agama secara tekstual, terbatas, dan dangkal, suatu kelompok cenderung merasa menjadi yang paling benar. Dengan memonopoli kebenaran itu, mereka lalu menyesatkan yang lain. Dari sinilah benih radikalisme berkembang.

Pesan penulis, agama jangan jadi sumber kekerasan. Agama jangan jadi sumber permusuhan. Agama harus selalu memberi ruang untuk membicarakan perbedaan-perbedaan. Berupaya mengikatkan persamaan-persamaan. Membangun sikap respek dan toleran terhadap hal-hal yang berseberangan. Sebab agamaku, agamamu, agama kita adalah agama kasih sayang. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar