Ulama Lebih Banyak Tafakur daripada Menghujat
Watak seorang ulama yang dikatakan dalam
Al-Qur’an sebagai orang yang takut kepada Allah itu dalam kesehariannya lebih
banyak tafakur terhadap fenomena alam, terhadap kemahakuasaan Allah. Ulama
bukan orang yang justru mencari keburukan orang lain, juga menghujat.
Rais Majelis Ilmi Pimpinan Pusat Jam’iyyatul
Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) KH Ahsin Sakho Muhammad mencontohkan,
bagi seorang ulama, ketika melihat unta, ia akan berpikir: teracaknya besar,
menembus pasir-pasir yang panas, bisa tahan tidak minum berjam-jam;
kerongkongan bisa disuling air yang sudah masuk.
Berarti, lanjutnya, yang menciptakan unta itu
haruslah Zat Yang Maha Luar Biasa. Karena, unta tak bisa menciptakan dirinya
sendiri? Begitu juga manusia. Seluruh organ tubuhnya bukan dirinya yang
menciptakan.
Kiai Ahsin mengutip sebuah ayat
Al-Quran:
أَمْ
خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu
pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?"
Kalau seandainya seseorang yang meneliti diri
sendiri, meneliti tentang mata misalnya, akhirnya (mereka berkesimpulan), “oh
hebat banget”. Berarti zat yang menciptakan mata itu jauh lebih hebat. Itu
siapa? Allah. Kalau sampai kepada Allah, kalau sampai kepada Allah, berarti
kita harus Allahu akbar.
"Begitu juga ulama yang meneliti ajaran
agama Islam. Hebat banget ya, shalat lima waktu pada waktu terbit fajar, Allahu
akbar, Allahu akbar; pada waktu matahari bergerser menuju ke barat terjadi
pergeseran alam semesta, Allahu akbar, Allahu akbar; pada waktu bayangan
melebihi benda itu sendiri, Allahu akbar, Allahu akbar; begitu malam datang,
terbenamnya matahari, Allahu akbar, Allahu akbar; begitu mega merah datang,
Allahu akbar, Allahu akbar. Hebat banget. Ada orang Barat yang meneliti siklus
waktu azan yang dilakukan orang Islam mulai subuh, dzuhur, dia tersentak
banget, Ini hebat banget, ajaran siapa sih? (Juga menepakuri dan menyingkap
hikmah di balik ibadah) seperti zakat, ibadah haji."
يُؤْتِى
ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا
كَثِيرً
"Allah memberikan hikmah. Hikmah itu
memahami seluk-beluk rahasia ajaran agama. Siapa yang diberikan hikmah, mampu
untuk memahami ajaran Islam, subtansinya itu, maka dia itu diberikan kebaikan
yang sangat banyak sekali."
Jadi, menurut pakar tafsir yang ahli qiraah
sab'ah ini, seorang ulama itu lebih banyak tafakurnya. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar