Bermula dari NW, Awal
Berdirinya NU Cabang Gresik
Sebagaimana banyak
ditulis di berbagai literatur sejarah Nahdlatul Ulama, ada tiga organisasi yang
terlebih dahulu mengawalinya. Yakni, Nahdlatul Wathan, Taswirul Afkar dan
Nahdlatut Tujjar. Dari ketiga organisasi itu, Nahdlatul Wathan (NW) bisa
dikatakan sebagai organisasi yang cukup berpengaruh. Selain lebih awal berdiri,
juga mampu mengembangkan diri ke berbagai daerah dengan cukup pesat.
NW didirikan bermula
dari kegundahan KH Abdul Wahab Hasbullah. Sepulangnya dari menuntut ilmu di
Mekkah pada 1914, ia tertantang untuk mempersembahkan sesuatu yang berguna
untuk agama dan bangsanya yang kala masih berada di bawah kungkungan penjajah.
Tokoh asal Jombang itu, semakin membuncah keinginannya tatkala bertemu dengan
banyak pihak kala pindah tempat tinggal di Kertopaten, Surabaya. Ia tinggal di
kediaman mertuanya, Kiai Musa.
Mulanya ia bertemu
dengan Mas Mansur, seorang ulama terkemuka yang kelak menjadi tokoh
Muhammadiyah. Ia saat itu baru pulang dari pendidikannya di Universitas
Al-Azhar, Mesir. Pertemuan dua pemuda progresif tersebut, lantas mencetuskan
Nahdlatul Wathan. Yaitu, konsep perjuangan melalui bangku sekolah
(madrasah).
Gagasan tersebut,
semakin kokoh kala didukung oleh KH Abdul Kahar. Nama yang terakhir ini,
merupakan seorang saudagar yang banyak membantu pengembangan NW hingga memiliki
gedung tersendiri.
Secara tertulis, NW
diakui oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1916. Semenjak itu, NW terus
mengembangkan sayapnya. Madrasah yang berafiliasi dengan NW terus digenjot di
pelbagai daerah. Lebih-lebih ketika KH Mas Alwi bin Abdul Aziz masuk
menggantikan Mas Mansur yang keluar dan memilih bergabung dengan
Muhammadiyah.
Perkembangan NW cukup
pesat. Di Surabaya dibuka 18 madrasah baru yang berafiliasi dengan NW. Di
Malang, NW berkembang di tiap kecamatan dengan jumlah ratusan murid. Di daerah
lain juga sama. Mulai dari Banten, Semarang, Jombang, Gresik, Sidoarjo,
Lumajang, Jember hingga di Banyuwangi. (Choirul Anam: 1984).
Seiring berdirinya
Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926 serta keputusannya pada Muktamar ketiga
untuk membuka cabang-cabang di daerah, NW pun secara bertahap bertransformasi
menjadi Nahdlatul Ulama, salah satunya adalah NW di Gresik.
Gresik termasuk
daerah yang mula-mula mengembangkan Nahdlatul Wathan. Salah satu madrasahnya
yang berafiliasi dengan NW bernama Far'ul Wathan. Diantara pengurusnya adalah
KH Dhofier Muhammad Rofi'i.
Transformasi NW ke NU
di Gresik ini, berlangsung lancar. Sebagaimana diberitakan di Majalah Swara
Nahdlatoel Oelama (SNO) Nomor 2 Tahun II 1347, diadakan suatu musyawarah untuk
membahas hal tersebut. Musyawarah itu sendiri diadakan pada Jumat malam, 15
Rabiul Awal 1347 H/ 31 Agustus 1928 M.
Dari musyawarah
tersebut, juga disusun kepengurusan NU Cabang Gresik generasi pertama. Berikut
adalah susunannya:
Mustasyar: Kiai Faqih
(Gunsun), dan Kiai Dlofir (Kauman)
Rais
: Kiai Maksum (Gunsun)
Wakil
Rais : Kiai Rois (Belandungan)
Katib
: Kiai Gufron (Belandungan)
Wakil
: Kiai Jamhari (Kaliboto)
A'wan :
Kiai Syahroni (Kauman), Kiai Misbah (Lumpur), Kiai Kholil (Belandungan)
Ketua :
Haji Adnan (Gunsun)
Wakil
: Haji Abdul Fatah (Tukusitren)
Sekretaris :
Haji Akhzam (Tukusitren)
Wakil
: Haji Hasyim (Kemuteran)
Bendahara :
Haji Ikrom (Jarangan)
Wakil
: Haji Bakri (Rego)
Komisaris: Haji
Mansur (Gunsun), Haji Shofwan (Gunsun), dan Haji Adnan (Badilan).
Setelah terbentuk,
keesokan malamnya kepengurusan Nahdlatul Ulama Cabang Gresik itu diperkenalkan
dihadapan publik. Melalui acara peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar di
Masjid Jami' Gresik.
KH. Faqih
Maskumambang yang mengumumkannya dihadapan 4.500 jamaah yang hadir. Pengumuman
tersebut semakin spesial Karena dihadiri oleh KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab
yang menjadi pembicara dalam acara tersebut.
Pada malam maulid itu
juga, diumumkan program kegiatan NU Cabang Gresik. Yaitu, kajian keagamaan yang
dihelat di Masjid Jami' Gresik, setiap malam Rabu. Para kiai yang bakal
mengisinya antara lain Kiai Abdullah Faqih, Kiai Maksum, Kiai Marlahan, Kiai
Rois, dan Kiai Dlofir. []
Ayung Notonegoro,
penggiat sejarah pesantren dan NU. Kini aktif sebagai kerani di Komunitas Pegon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar