Nasihat dari Kiai
Muhaddits untuk Penghafal Al-Quran
Sudah sepuluh hari
saya meninggalkan Buntet pesantren, di mana setelah lebaran saya terbiasa untuk
tinggal beberapa hari di pondok pesantren mana pun. Tahun ini saya memilih
Buntet Pesantren untuk menjadi tempat tabarrukan sebagai santri kalong.
Berdasarkan rekomendasi
seorang rekan, akhirnya saya pun memilih tinggal di asrama al-Inayah yang kini
berganti nama menjadi asrama at-Tijany. Banyak pengalaman yang saya dapatkan,
tentunya pengalaman yang berharga adalah dapat berkumpul dan belajar kepada
para ajengan di sana.
Pondok pesantren
al-Inayah sendiri terkenal dengan Al-Qur’annya, karena sang pengasuh, Kiai
Muhaditssir Rifa’i, adalah seorang yang ahli dalam qira’ah sab’ah, ragam
riwayat bacaan Al-Qur’an. Beliau juga adalah ketua terpilih dari Jam’iyyah
Qurro’ wal Huffaz Nahdhatul Ulama atau yang biasa disingkat JQHNU Cirebon.
Biasanya saat bulan
Ramadhan asrama al-Inayah mengadakan pengajian pasaran. Banyak yang datang
untuk mengaji ke sana. Selain Ramadhan, hari-hari biasa pun, selain santri
beliau, ada pula beberapa santri dari pondok lain di sekitar sana yang mengaji
pada beliau.
Tidak lama saya
tinggal di sana. Ketika tiba waktunya untuk pulang saya sempatkan untuk sowan
kepada beliau dan minta nasihat.
“Cita-cita saya
sekarang ini adalah supaya setiap rumah di kampung ini ada satu orang penghafal
Al-Qur’an. Minimal penghafal, syukur-syukur kalau hafal,” katanya.
Jika diperhatikan,
memang beliau ketika menerima setoran dari para santri tidak begitu membebankan
dengan memberi patokan jumlah ayat atau halaman yang akan disetor. “Satu ayat
yang penting lancar,” tegas beliau kepada para santrinya.
“Kunci menghafal
Al-Qur’an yaitu ikhlas. Ikhlas dalam artian menghafal Al-Qur’an tidak
diiming-imingi sesuatu. Itu pun belajar ikhlas, karena kita tidak mampu untuk
benar-benar ikhlas dalam melakukan segala kebaikan. Nah, jika orang sudah
ikhlas, maka itu sudah mencangkup sabar, pasrah dan yang lainnya. Maka ketika
dia hafal Al-Qur’an, dia pun sadar bahwa Allah-lah yang membuatnya hafal.
Begitupun ketika dia dibuat lupa dengan satu ayat, ia sadar bahwa Allah-lah
yang membuatnya lupa akan ayat itu,” lanjut beliau.
“Orang yang berjuang
di jalan Allah dengan berbekal Al-Qur’an, maka ia tidak perlu pusing dengan
kebutuhannya, ia tidak perlu takut kelaparan, Allah subhanahu wata’ala sudah
jamin.” Begitu nasihat terakhir dari beliau.
Semoga para penghafal
Al-Qur’an dapat termotivasi dengan nasihat yang diberikan oleh Kiai Muhadditsir
Rifa’i dan dapat mengamalkannya, serta diberi semangat untuk terus belajar,
bahkan dalam ikhlas sekali pun, karena sesungguhnya kita belum bisa benar-benar
ikhlas, dan masih perlu belajar ikhlas dalam mengerjakan segala sesuatu. []
(Amien Nurhakim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar