Penjelasan Makhluk
Jin dalam Al-Qur’an
Judul
: Jin dalam Al-Qur’an: Yang Halus dan Tak Terlihat
Penulis
: M. Quraish Shihab
Penerbit
: Lentera Hati
Cetakan
: Keempat, 2013
ISBN
: 978-979-9048-79-0
Tebal
: xxi + 147 halaman
Peresensi
: Fathoni Ahmad, pengajar di
Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia)
Jakarta
Al-Qur’an sebagai
kitab suci umat Islam dan sumber rujukan utama membahas berbagai hal dalam
kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Al-Qur’an juga sarat dengan
keterangan-keterangan ilmu pengetahuan. Salah satu pengetahuan yang diterangkan
Al-Qur’an ialah makhluk halus, baik malaikat, jin, hingga setan.
Ketiga makhluk
tersebut ditulis oleh Pakar Tafsir Al-Qur’an Muhammad Quraish Shihab dalam
ketiga bukunya tentang malaikat, jin, dan setan dalam Al-Qur’an. Review buku
tentang Malaikat dalam Al-Qur’an sebelumnya telah ditulis dengan judul Mengenal Malaikat dalam Al-Qur’an.
Dalam buku tentang
Malaikat tersebut, Quraish Shihab berupaya menerangkan bahwa hanya orang-orang
istimewalah yang dapat merasakan langsung kehadiran malaikat. Hal ini terjadi
ketika Muhammad yang saat itu berumur 40 tahun merasakan kehadiran makhluk saat
dirinya berkontemplasi di Gua Hira. Saat itu malaikat jibril menghampiri
Muhammad dengan membawa wahyu pertama dari Allah.
Adapun tentang
makhluk bernam Jin ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa jin secara harfiah
bermakna sesuatu yang tersembunyi. Makna tersebut menunjukkan bahwa jin
merupakan makhluk halus. Sifat halusnya jin bisa menyerupai manusia secara
fisik, namun manusia sendiri tidak bisa melihat jin secara kasat mata kecuali
diterangkan oleh Quraish Shibab orang tersebut mempunyai kemuliaan dan
keistimewaan.
Salah satu dasar
pokok keimanan seorang Muslim ialah percaya pada hal-hal ghaib. Sesuatu yang
ghaib ini merujuk pada sesuatu yang tidak terjangkau oleh pancaindera, baik
disebabkan oleh kurangnya kemampuan maupun oleh sebab-sebab lainnya.
Perihal ghaib,
Quraish Shihab menerangkan bahwa banyak hal ghaib bagi manusia serta beragam
pula tingkat keghaibannya. Pertama, ada ghaib mutlak yang tidak dapat terungkap
sama sekali karena hanya Allah yang mengetahuinya, contoh kematian. Kedua,
ghaib relatif, sesuatu yang tidak diketahui seseorang tetapi bisa diketahui
oleh orang lain, contoh ilmu pengetahuan, makhluk halus, dan lain-lain.
Istilah jinn dalam
Al-Qur’an berarti yang tersembunyi dan tertutup. Quraish Shihab menngungkapkan
sejumlah akar kata yang sama, di antaranya majnun (manusia yang tertutup
akalnya), janin (bayi yang masih dalam kandungan, karena ketertutupannya oleh
perut ibu), al-junnah (perisai, karena ia menutupi seseorang dari gangguan),
junnah (orang munafik menjadikan sumpah untuk menutupi kesalahan dan menghindar
dari kecaman dan sanksi), janan (kalbu manusia, karena ia dan isi hati tertutup
dari pandangan serta pengetahuan).
Di lihat dari
perspektif linguistik atau kebahasaan, bisa dipahami bahwa jin merupakan
makhluk halus yang tersembunyi, karena tertutup. Tersembunyi dan tertutup ini
bukan berarti sama sekali tidak terlihat karena ghaibnya relatif, sebagian
orang bisa melihat jin karena keistimewaan yang dimilikinya, biasanya manusia
yang dekat dengan Allah karena akhlak dan ilmunya.
Barangkali yang
menarik dari buku Jin dalam Al-Qur’an setebal 147 halaman ini ialah soal
kontroversi ada atau tidak adanya jin. Quraish Shihab mengungkapkan pendapat
Ibnu Sina (980-1037 M) dalam risalahnya menyangkut Definisi Berbagai Hal,
menyebutkan bahwa jin adalah binatang yang bersifat hawa yang dapat mewujud
dalam berbagai bentuk.
Pendapat Ibnu Sina
tersebut diterjemahkan oleh Fakhruddin Ar-Razi bahwa definisi yang dikemukakan
oleh Ibnu Sina hanyalah penjelasan tentang arti kata jinn. Sedangkan jin itu
sendiri tidak memiliki eksistensi di dunia nyata. Para filsuf penganut pendapat
di atas berdalih bahwa jika jin memang ada wujudnya, ia tentu mengambil bentuk
makhluk halus atau kasar.
Dalam hal ini,
Quraish Shihab mencatat bahwa ketika seseorang menyatakan bahwa jin adalah
mekhluk halus, maka kehalusan yang dimaksud tidak harus dipahami dalam arti
hakikatnya demikian, tetapi penamaan itu ditinjau dari segi ketidakmampuan
manusia untuk melihatnya. Jika demikian, bisa jadi jin merupakan makhluk kasar,
tetapi karena keterbatasan mata manusia, maka ia tidak terlihat, jadi bahasa
manusia menamakannya sebagai makhluk halus.
Pandangan kedua
ialah, pakar-pakar Islam yang justru sangat rasional tidak mengingkari bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang jin, tetapi mereka memahaminya tidak
dalam pengertian hakiki. Paling tidak, ada tiga pendapat yang menonjol dari
kalangan ini menyangkut hakikat jin.
Pertama, memahami jin
sebagai potensi negatif manusia. Karena menurut pandangan ini yang membawa
manusia pada hal-hal positif ialah malaikat, sedangkan jin dan setan
sebaliknya. Pandangan ini juga menilai bahwa jin tidak memiliki wujud. Kedua,
memahami jin sebagai virus dan kuman-kuman penyakit. Namun pandangan ini
mengakui eksistensi jin. Ketiga, memahami jin sebagai jenis makhluk manusia
liar yang belum berperadaban.
Dari ketiga pandangan
tersebut, sekilas bisa dipahami bahwa jin merupakan makhluk yang mewujud pada
sesuatu. Namun, keberadaan jin sendiri diterangkan dalam Al-Qur’an bahwa, “Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribdaha kepada-Ku”
(QS. Adz Dzariyat [51]: 56).
Karena diciptakan,
tentu wujudnya ada. Perbedaannya ialah, manusia diciptakan dari unsur tanah,
sedangkan jin diciptakan dari api. Menurut Quraish Shihab, iblis dalam
Al-Qur’an diterangkan dari jenis jin. Namun demikian, iblis maupun setan
mempunyai karakteristik tersendiri sehingga tidak semua makhluk jin adalah
iblis atau setan.
Meskipun buku ini
tidak terlalu tebal, tetapi cukup memahamkan kepada pembaca perihak keterangan
makhluk jin, termasuk soal tempat dan waktu yang disuksi jin, bentuk jin, dan
kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Lalu, apa pentingnya manusia memahami
makhlus halus secara umum? Selain karena dorongan keimanan terkait makhluk
ghaib, jin dan makhluk halus lainnya juga menunjukkan kepada manusia bahwa
mereka bukan makhluk satu-satunya di alam semesta. Wallahu’alam bisshowab. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar