Bakti Sosial Warga 2014: Menerjang Kembali Ciherang,
Menembus Lagi Cabangbungin
Musim penghujan di awal 2014 telah tiba dan
hadir kembali. Derasnya curah air mengguyur seantero wilayah Kabupaten Bekasi
tanpa terkecuali. Seakan tiada menyisahkan sejengkal tanahpun untuk diguyuri
air dengan volume ribuan atau mungkin jutaan meter kubik, sehingga akhirnya
menenggelamkan sebagian sendi-sendi kehidupan warga.
Genangan air dan banjir di Telajung, Tambun,
Cibitung, Cikarang, Kedungwaringin, Cipayung, Sukatani, Sukakarya, Muara
Gembong, Cabangbungin, dan lainnya hilir mudik antri masuk
dalam berita. Kondisi lingkungan yang terbaca di media cetak dan online dan
tersaksikan di media televisi, sungguh menyesakkan dada karena alam yang murka
dan merata di hampir seluruh wilayah.
Selain meratanya daerah yang terdampak,
ketinggian muka airpun beragam. Ada yang kediamannya aman-aman saja, namun
akses jalan menuju ke daerah sekitarnya terputus tiada celah. Ada yang masuk ke
dalam ruang tamu hanya setumit, hanya sebetis, hanya sedengkul, hanya sepaha,
dan seterusnya.
Ada lagi yang masuk sampai ke dalam ruang
keluarga sepinggang, sedada, sebahu, seleher, dan juga seterusnya. Ya Tuhan, di
beberapa tempat dikabarkan malah ada yang terlihat hanya atap gentengnya saja.
Di selah-selah hilir mudik berita
memprihatinkan ini, pada tanggal 17 Januari 2014, jam 07:16;14, masuk sebuah
pesan pendek, sms, dari seorang sahabat yang terakhir kali berjumpa setahunan
lampau, berbunyi: “Asslm wr wb. Pak, saya Kandi, yg pernah bapak bantu waktu
banjir dulu. Dan sekarang air lebih besar dari dulu, masyarakat perlu bantuan
lagi, pak. Alamat Kp. Cabang Dua Bulak RT15/08 Desa Lenggahsari, Kec. Cabangbungin,
Kab. Bekasi”.
Duar…!!! Setelah membaca pesan pendek itu, bayangan
segera melanglang jauh ke sekitar satu tahun silam, dimana kita
pernah bersilaturahmi dengan Pak Kandi sebagai salah satu tokoh masyarakat
di sana beserta seluruh warganya. Duh, kami kangen sekali.
Segera pesan pendek itu saya teruskan kepada
teman-teman yang lain, Pak Udin RT, Pak Adang Romli, Pak Zaelani, dan Komandan
Lingkungan, Kombes Deni Kusworo. Dan segera juga pekerjaan dilakukan pararel
berbagi tugas. Menyebarkan informasi melalui pengeras suara Mushalla, melalui
verbal dari mulut ke mulut, pesan spanduk, sampai membuat Surat Edaran bernomor
001/S.Int/RT002.RW010/I/14
tentang Bakti Sosial Warga RT002/ RW010 Desa Jayamukti untuk Korban Bencana
Banjir.
Surat tertanggal 22
Januari 2014 itu mengajak kepada seluruh warga untuk berpartisipasi pada
kegiatan Baksos dengan menyiapkan:
1.
NASI BUNGKUS sebanyak minimal 3 (tiga)
bungkus per KK. Agar terlihat rapi dan seragam, maka nasi bungkus tersebut
diharapkan:
-
dibungkus dengan kertas nasi berwarna
coklat;
-
lauk ayam dan sayur oseng-oseng
kering;
-
nasi, lauk ayam, dan sayur oseng-oseng
kering harap DIPISAH.
2.
Air minum dalam kemasan.
3.
Baju layak pakai.
4.
Peralatan sekolah, peralatan ibadah, uang,
dll.
Minggu, 26 Januari
2014
Akhirnya, hari yang
ditunggu telah tiba. Minggu pagi yang cerah, 26 Januari 2014, ibu-ibu warga
RT002/ RW010 Jayamukti telah berkumpul di rumah Bu Adang yang digunakan sebagai
Posko untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Bantuan dari warga yang terus
mengalir sejak 3 hari sebelumnya disortir, dikumpulkan, dipaking dan dirapikan
bersama-sama.
Bapak Adang Romli
beserta istri yang tempat tinggalnya didapuk sebagai Posko tidak sekedar
berpangku tangan, beliau tercatat sebagai pasangan yang paling sibuk
se-Jayamukti pagi itu. Semoga Gusti Allah merahmati beliau sekeluarga….
Persiapan Loading
Logistik
Hasil catatan Kania,
putri semata wayang Pak Adang, sampai dengan pukul 10:15 WIB, seluruh sumbangan
dari warga adalah sebagai berikut:
Sungguh sangat mengharukan,
persiapan yang hanya dalam waktu sekitar 4 hari mampu menggerakkan hati nurani
warga RT002/ RW10. Kebersamaan seperti ini sungguh merupakan sebuah hal yang
sangat membanggakan semua.
Setelah mobil yang
akan digunakan untuk mengangkut logistik telah datang, bahu membahu Pak Waris,
Pak Herman, Mas Fauqi, Pak Zaelani dan lainnya membantu memasukkan
barang-barang ke dalam bak mobil. Sampai pada akhirnya, waktu menunjukkan pukul
11:15 WIB, semua barang sudah terangkut dan terbungkus dengan rapi, siap
berangkat.
Berangkat ke
Cabangbungin
Sekitar pukul 11:20, dua
mobil beriringan berangkat menuju lokasi. Rencana perjalanan, mengambil rute
Giant – Lemah Abang – Pilar – Sukatani – Sukakarya – Srenseng – Sasak Baron –
Cabangbungin. Berbeda dengan kegiatan setahun lalu, yang sampai menggunakan 4
mobil, 1 logistik dan 3 pengantar, kali ini memang tidak banyak kendaraan untuk
mengurangi konvoi di jalan. Pengantar cukup 1 mobil saja, menggunakan mobil Pak
Adang, berisi 5 orang. Dan satu mobil pick up berisi 3 orang.
Perjalanan ternyata
cukup menguras energi. Jalur Lemah Abang – Pilar yang hanya berjarak beberapa
kilometer ditempuh dalam waktu hampir 2 jam. Lubang besar di depan Hotel
Cikarang, ternyata menjadikan penyebab tersendatnya perjalanan yang melelahkan
di siang hari yang kebetulan sangat terik dan panas.
Setalah shalat dhuhur
dan beristirahat sejenak melepaskan penat akibat kemacetan di Masjid Pilar,
perjalanan dilanjutkan menuju Pintu Air Sungai
Ciherang, tidak jauh dari PDAM Cabangbungin. Sekitar pukul 14:00 kami sampai di
lokasi ini.
Menerjang Kembali
Ciherang
Perjalanan yang
menakjubkan sebagaimana setahun yang lalu, akan kita jalani kembali pada kegiatan
tahun ini, yaitu: naik perahu! Sesaat setiba di Pintu Air Sungai Ciherang, kami
semua takjub begitu melihat jembatan yang sudah “hilang”, jauh berbeda saat
kami berkunjung di tempat yang sama satu tahun yang lalu.
“Hilang” nya jembatan
ini membuat tim baksos RT002/ RW10 (Al Fakir, Kania, Adang, Deni, Wahyu, dan H.
Fadlil) menjadi berpikir ulang untuk meneruskan perjalanan. Jika di titik ini
saja jembatan sudah hilang, bagaimana dengan kondisi 5 sampai 10 kilometer di
sana?
“To, coba lihat
jembatan itu”, Pak Deni membuka percakapan.
“Memangnya kenapa,
pak?”, jawab si Fakir.
“Jika di sini aja
jembatan sudah ga kelihatan, bagaimana dengan yang di ujung sono? Gini saja
deh, logistik bantuan kita serahterimakan di sini saja. Kita tidak perlu
ikut-ikutan ke lokasi, bahaya…” lanjut Pak Deni.
“Waduh, mosok kita
sudah jauh-jauh dari Cikarang terus nyerah di titik ini? Coba kita tanyakan ke
anggota yang lain saja”
“Mas Wahyu, bagaimana
menurut sampeyan?” Tanya si Fakir kepada Mas Wahyu, Bendahara RT yang sangat
enerjik.
“Duh, saya terserah
saja, pak. Ngikut aja..” jawab Mas Wahyu sambil matanya menerawang jauh ke
Sungai Ciherang yang terlihat ganas, sembari terus menyedot batang Dunhill
kesayangannya.
“Pak Haji, gimana pendapat
antum?” si Fakir beralih menanyakan hal yang sama kepada H. Fadlil.
“Kalau saya, walaupun
sudah tua begini, lanjut saja ke sana. Siap lanjutkan”, Haji Fadlil menjawab
dengan tegas.
“Kania… bagaimana
dengan kamu? Cewek satu-satunya di tim kita?”
“Kalau Kania mah
pengen lanjut ke sana om, sudah kepalang basah jauh-jauh dari Cikarang, nih!”,
sahut Kania mantab.
“Nah, terakhir. Pak
Adang, pegimana dengan ente?”
“Gua sama ama Mas
Wahyu, terserah. Abstain saja”
Berdasarkan meeting
kilat di pinggir Sungai Ciherang itu, maka skor yang didapat adalah 3 – 1 untuk
kemenangan melanjutkan perjalanan dan 2 abstain. Maka, dengan mengucapkan
Bismillah, perjalanan kita lanjutkan dengan
menggunakan Perahu.
Logistik pun satu per
satu kita masukkan ke dalam perahu yang sudah dipersiapkan sejak pagi hari.
Perahu rakyat bercat hijau, dengan lebar di tengah badan kurang lebih 2 meter
ini mampu menampung semua logistik yang kita angkut dari Cikarang dengan
menggunakan mobil pick up. Dengan awak kapal berjumlah 5 orang, ditambah dengan
Tim Baksos 6 orang, maka total penumpang perahu dengan panjang kurang lebih 5
meter ini menjadi 11 orang.
Perjalanan menerjang
keganasan Sungai Ciherang ini kembali kami jalani dengan kondisi yang lebih
ganas dari perjalanan setahun yang lalu. Jika setahun yang lalu daratan di
pinggir Sungai masih sedikit kelihatan, maka kali ini jangankan daratan, pohon
pisang setinggi 3 meteran pun hanya terlihat pucuknya saja. Benar-benar
mendebarkan.
Perjalanan panjang melalui
Sungai Ciherang ini, sempat
kami abadikan ke Youtube sebagai kenangan yang tidak terlupakan.
Air sungai kecoklatan,
bau lumpur, bau amis, bau anyir, pepohonan yang roboh, dan pemandangan
memilukan lainnya kita saksikan bersama secara perlahan-lahan dari perahu yang
kita naiki. Suara berisik motor dua tak yang menggerakkan perahu kayu bercat
hijau ini seakan menjadi melodi yang menambah keperihan hati. Ya Tuhan, ini
masih masuk wilayah Bekasi, tidak jauh-jauh amat dari Ibu Kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia…!!!
Bau solar bahan bakar
minyak dari motor dua tak sesekali menyengat juga ke dalam hidung kita. Hanya
pada awal-awal saja kita bicara dengan sesama penumpang, selanjutnya tidak
banyak yang bicara, semuanya terdiam dan terhenyak penyaksikan pemandangan di
pinggiran Sungai Ciherang.
Setelah menyusuri
sekitar 40 menitan, pukul 14:45 perahu kayu ini merapat ke sebuah kampung yang
terlihat masih tergenang. Air sungai meluap sampai depan pintu rumah warga. Terlihat
jelas tiada yang kering di pelataran halamannya.
Kretek kretek kretek…
mesin perahu dimatikan dan dilanjutkan dengan mendorong secara manual
menggunakan sebilah bambu. Dari atas perahu, kami melihat sambutan yang sungguh
luar biasa. Anak-anak terlihat sangat antusias menanti kedatangan perahu ini.
Setelah perhau benar-benar
berhenti dengan aman, jangkar lantas diturunkan. Satu per satu penumpang turun,
walaupun masih tetap ada yang di atas perahu untuk membantu mengatur unloading logistik.
Sebuah kardus dioper
ke si A, kemudian si A mengoper ke si B, lantas berlanjut ke si C. Si C
kemudian mengopernya ke si D, dan si D mengopernya ke si E. Begitu seterusnya.
Semua barang akhirnya
berhasil diturunkan pada sekitar pukul 15:15. Pak Kandi, tokoh dan sesepuh di
wilayah ini mewakili para penduduk Kampung Cabang Dua Bulak, RT15/ RW08, Desa
Lenggahsari, Kecamatan Cabangbungin, menerima bantuan yang dikumpulkan oleh
seluruh warga RT002/ RW10 Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang Pusat. Sungguh
membahagiakan.
Pukul 15:15, kami
semua berpamitan kepada saudara-saudara di kampung ini. Semoga tali silaturahmi
tetap tersambung tiada terputus. Dan semoga komunikasi tetap tersambung
sepanjang masa. Wa ba’du, semoga secuil logistik yang kita salurkan pada tahun
ini bisa membuat mereka bahagia. Bisa mengurangi sedikit beban derita mereka. Bisa
menjadikan kami dan mereka laksana saudara. Bisa dijadikan sedikit catatan amal
kebaikan bagi semuanya.
Dalam perjalanan
pulang, kembali kami menyusuri keganasan Ciherang dengan melawan arah. Angin
terasa lebih kencang dan ombak tersa lebih kuat. Mas Wahyu dan Pak Deni
terlihat hanya bisa termenung meratapi derasnya arus Ciherang. Di ujung
buritan, mereka berdua menghabiskan berbatang-batang Dunhill kegemarannya tanpa
kata.
Kenangan itu begitu
tertanam kuat di hati beliau semua. Entah gejolak seperti apa yang ada di dalam
pikirannya. Yang jelas, pengalaman luar biasa ini bisa dijadikan cerita kepada
keluarga terdekatnya tentang rasa bersyukur. Rasa bersyukur bahwa masih banyak
manusia yang tidak mudah mengeluh dibandingkan dengan kita.
Al Faatihah…
ANANTO PRATIKNO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar