Dr. KH. M. A. Sahal Mahfudh
Menjadikan Fikih Sebagai Pemikiran Sosial
yang Dinamis.
Kiai Sahal merupakan tipe seorang ulama yang
sejak awal kehidupannya tumbuh dan berkembang dalam tradisi pesantren.
Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan tertua di Indonesia dengan segala
subkultur dan kekhasannya, telah membentuk pribadi dan karakter Kiai Sahal.
Meskipun oleh sebagian kalangan pesantren sering dikritik sebagai identik
dengan kekolotan, keterbelakangan, tradisionalisme, jumud, dan seterusnya,
ternyata dari sana muncul kader-kader bangsa dengan integritas moral yang
tinggi, memiliki basis tradisi yang bail;, dan mampu beradaptasi dengan
modernitas. Pesantren dengan segala kelebihan dan kekurangannya ternyata
mempunyai kontribusi yang tidak sedikit dalam mewariskan nilai-nilai dan
kearifan hidup. Bahkan, kekayaan tradisi keilmuan pesantren yang
ditransformasikan secara benar, dipandang sementara kalangan sebagai modal
untuk menghadapi dinamika hidup dan modernitas.
Membaca riwayat hidupnya, kita akan segera
dapat menyimpulkan bahwa seluruh kehidupan dan aktifitas Kiai Sahal selalu
terkait dengan dunia pesantren. Pesantren adalah tempat mencari ilmu sekaligus
tempat pengabdiannya. Dedikasinya kepada pesantren, pengembangan masyarakat,
dan pengembangan ilmu fikih tidak pernah diragukan. Dia bukan saja seorang
ulama yang senantiasa ditunggu fatwanya, seorang kiai yang dikelilingi ribuan
santri, seorang pemikir yang menulis ratusan risalah (makalah) berbahasa Arab
dan Indonesia, tapi juga aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap
problem masyarakat kecil di sekelilingnya. Kiai Sahal bukan tipe seorang kiai
yang terus berada di "singgasana" dan acuh dengan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat. Rintisan pengembangan ekonomi masyarakat (petani) di
sekitar pesantrennya, bukan saja telah menyatukan pesantren dan masyarakat,
tapi juga menunjukkan kepedulian yang tinggi dalam
Bidang ekonomi rakyat.
Kredibilitas keulamaan dan integritas
pribadinya diakui hampirseluruh masyarakat, tidak saja di lingkungan Nahdlatul
Ulama (NU) terbukti dengan terpilihnya beliau sebagai Rais 'Am NU pada 1999,
tapi juga di tingkat nasional terbukti dengan terpilihnya Kiai Sahal Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2000. Independensi dan keteguhan sikap dalam
mempertahankan prinsip juga sisi lain dari kehidupan Kiai Sahal. Sikapnya yang
moderat dalam menyikapi berbagai problem sosial menunjukkan pribadi yang
menjunjung tinggi sikap tawasuth (Moderat), tawazun (seimbang), tasamuh
(egaliter) dan 1411), tapi juga menunjukkan kearifan pribadinya.
Dia lahir di desa Kajen, Pati, Jawa Tengah,
17 Desember 1937, putra KH. Mahfud Salam dan memiliki jalur nasab dengan KH.
Ahmad Mutamakin. Ia memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (19431949),
Tsanawiyah (1950-1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati.. Setelah
beberapa tahun belajar di lingkungannya sendiri, Sahal muda nyantri ke
Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Tour di bawah asuhan Kiai Muhajir.
Selanjutnya tahun 1957-x.960 d belajar di pesantren Sarang, Rembang, di bawah
bimbingan Kiai Zubair.,Pada pertengahan tahun 1960-an, Sahal belajar ke Mekah
di bawah bimbingan langsung Syaikh Yasin al-Fadani. Sementara itu, pendidikan
umumnya hanya diperoleh dari kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).
Hampir seluruh hidup Kiai Sahal berkaitan
dengan pesantren. Pada 1958-1961 Kiai Sahal sudah menjadi guru di Pesantren
Sarang, Rembang;1966-1970, dia menjadi dosen pada kuliah takhassus fikih di
Kajen; pada 1974-1976 dia menjadi dosen di Fakultas Tarbiyah UNCOK,
Pati;1982-1985 menjadi dosen di Fak. Syariah LAIN Walisongo Semarang; sejak
1989 hingga sekarang menjadi Rektor Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU)
Jepara. Tahun 1988-1990 dia menjadi kolomnis tetap di majalah AULA, sedangkan
mulai 1991 menjadi kolomnis tetap di Harian Suara Merdeka (Jateng). Meski dia
memiliki kesibukan sebagai
Rais'Am NU dan Ketua Umum MUI serta sebagai
Rektor UNISNU, dia tetap menjadi pengasuh pesantren Maslakul Huda di Kajen,
Pati. Kiai Sahal aktif di organisasi massa keagamaan, pertama-tama di NU
sebagai Katib Syuriah Partai NU Cabang Pati pada 1967-1975, sampai kemudian dia
menduduki jabatan tertinggi dalam organisasi ini, yakni sebagai Rais Am Syuriah
PB NU untuk periode 1999-2004. Dalam waktu yang hampir bersamaan dia terpilih
menjadi Ketua Umum MUI Pusat untuk periode 2000-2005. Dalam posisinya sebagai
Ketua Umum MUI ini dia secara ex officio menjadi Ketua Dewan Syari'ah Nasional
(DSN), sebuah lembaga yang berfungsi memberikan fatwa, kontrol dan rekomendasi
tentang produk-produk lembaga keuangan syariah dan lembaga bisnis syari'ah.
Kiai Sahal termasuk salah satu dari sedikit
kiai yang rajin menulis, sebuah tradisi yang langka terutama di lingkungan kiai
NU. Ratusan risalah (makalah) telah ditulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun
bahasa Arab. Belakangan sebagian karya-karya tersebut dikumpulkan dalam buku
berjudul Nuansa Fikih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994); Pesantren Mencari Makna,
(Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999); Telaah Fikih Sosial, (Semarang: Suara
Merdeka, 1997).
Pengembangan Ilmu Fikih
Pemikiran KHM A Sahal Machfudz yang tertuang
dalam berbagai tulisannya menunjukkan bahwa dia mempunyai perhatian luas dalam
berbagai isu, mulai dari pengembangan pesantren, kesadaran pluralisme, ukhuwaah
Islamiyyah, penanganan zakat, dinamika dalam NU, manajemen dakwah, sampai pada
masalah pengentasan kemiskinan. Di luar itu semua, kontribusi pemikiran yang
paling menonjol dari Kiai Sahal adalah tentang fikih sosial-kontekstual.
Concern utamanya adalah bagaimana fikih tetap mempunyai keterkaitan dinamis
dengan kondisi sosial yang terus berubah. Dalam kaitan ini, Kiai Sahal berupaya
menggali fikih sosial dari pergulatan nyata antara "kebenaran agama"
dan realitas sosial yang senantiasa timpang. Menurutnya, fikih selalu menjumpai
konteks dan realitas yang bersifat dinamis. []
NU Online
DR. KH. MA. Sahal Mahfudz
Nama lengkap KH. MA. Sahal Mahfudz
(selanjutnya disebut dengan Kyai Sahal) adalah Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz
bin Abd. Salam Al-Hajaini lahir di Desa Kajen, Margoyoso Pati pada tanggal 17
Desember 1937.
Beliau adalah anak ketiga dari enam
bersaudara yang merupakan ulama kontemporer Indonesia yang disegani karena
kehati-hatiannya dalam bersikap dan kedalaman ilmunya dalam memberikan fatwa
terhadap masyarakat baik dalam ruang lingkup lokal (masyarakat dan pesantren
yang dipimpinnya) dan ruang lingkup nasional.
Sebelum orang mengenal Kyai Sahal, orang akan
mengenalnya sebagai sosok yang biasa-biasa saja. Dengan penampilan yang
sederhana orang mengira, beliau sebagai orang biasa yang tidak punya
pengetahuan apapun. Namun ternyata pengetahuan dan kepakaran Kyai Sahal sudah
diakui. Salah satu contoh, sosok yang menjadi pengasuh pesantren2 ini pernah
bergabung dengan institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, yaitu menjadi
anggota BPPN3 selama 2 periode yaitu dari tahun 1993-2003.
Kyai Sahal lahir dari pasangan Kyai Mahfudz
bin Abd. Salam al- Hafidz (w 1944 M) dan Hj. Badi’ah (w. 1945 M) yang sedari
lahir hidup di pesantren, dibesarkan dalam lingkungan pesantren, belajar hingga
ladang pengabdiannya pun ada di pesantren. Saudara Kyai Sahal yang berjumlah
lima orang yaitu, M. Hasyim, Hj. Muzayyanah (istri KH. Mansyur Pengasuh PP
An-Nur Lasem), Salamah (istri KH. Mawardi, pengasuh PP Bugel-Jepara, kakak
istri KH. Abdullah Salam ), Hj. Fadhilah (istri KH. Rodhi Sholeh Jakarta), Hj.
Khodijah (istri KH. Maddah, pengasuh PP Assuniyah Jember yang juga cucu KH.
Nawawi, adik kandung KH. Abdussalam, kakek KH. Sahal.).
Pada tahun 1968/69 Kyai Sahal menikah dengan
Dra Hj Nafisah binti KH. Abdul Fatah Hasyim, Pengasuh Pesantren Fathimiyah
Tambak Beras Jombang dan berputra Abdul Ghofar Rozin yang sejak sekarang sudah
dipersiapkan untuk menggantikan kepemimpinan Kyai Sahal.
A. Latar Belakang Kehidupan
KH. Sahal Mahfudz dididik oleh ayahnya yaitu
KH. Mahfudz dan memiliki jalur nasab dengan Syekh Ahmad Mutamakkin, namun KH.
Sahal Mahfudz sangat dipengaruhi oleh kekyainan pamannya sendiri, K.H. Abdullah
Salam. Syekh Ahmad Mutamakkin sendiri termasuk salah seorang pejuang Islam yang
gigih, seorang ahli hukum Islam (faqih) yang disegani, seorang guru besar agama
dan lebih dari itu oleh pengikutnya dianggap sebagai salah seorang waliyullah.
Sedari kecil Kyai Sahal dididik dan
dibesarkan dalam semangat memelihara derajat penguasaan ilmu-ilmu keagamaan
tradisional. Apalagi Kiai Mahfudh Salam (yang juga bapaknya sendiri) seorang
kiai ampuh, dan adik sepupu almarhum Rais Aam NU, Kiai Bisri Syamsuri. Selain
itu juga terkenal sebagai hafidzul qur’an yang wira’i dan zuhud dengan
pengetahuan agama yang mendalam terutama ilmu ushul.
Pesantren adalah tempat mencari ilmu
sekaligus tempat pengabdian Kyai Sahal. Dedikasinya kepada pesantren,
pengembangan masyarakat, dan pengembangan ilmu fiqh tidak pernah diragukan Pada
dirinya terdapat tradisi ketundukan mutlak pada ketentuan hukum dalam
kitab-kitab fiqih dan keserasian total dengan akhlak ideal yang dituntut dari
ulama tradisional. Atau dalam istilah pesantren, ada semangat tafaqquh
(memperdalam pengetahuan hukum agama) dan semangat tawarru’ (bermoral luhur).
Ada dua faktor yang mempengaruhi pemikiran
Kyai Sahal yaitu, pertama adalah lingkungan keluarganya. Bapak beliau yaitu
Kyai Mahfudz adalah orang yang sangat peduli pada masyarakat. Setelah Kyai
Mahfudz meninggal, Kyai Sahal kemudian diasuh oleh KH. Abdullah Salam, orang
yang sangat concern pada kepentingan masyarakat juga. Beliau adalah orang yang
mendalami tasawuf juga orang yang berjiwa sosial tinggi. Dalam melakukan
sesuatu ada nilai transendental yang diajarkan tidak hanya dilihat dari segi
materi. Kyai Mahfudz orang yang cerdas, tegas dan peka terhadap persoalan
sosial dan KH. Abdullah Salam juga orang yang tegas, cerdas, wira’I, muru’ah,
dan murah hati. Di bawah asuhan dua orang yang luar biasa dan mempunyai
karakter kuat inilah Kyai Sahal dibesarkan.
Yang kedua dari segi intelektual, Kyai Sahal
sangat dipengaruhi oleh pemikiran Imam Ghazali. Dalam berbagai teori Kyai Sahal
banyak mengutip pemikiran Imam Ghazali.13 Selama belajar di pesantren inilah
Kyai Sahal berinteraksi dengan berbagai orang dari segala lapisan masyarakat
baik kalangan jelata maupun kalangan elit masyarakat yang pada akhirnya
mempengaruhi pemikiran beliau. Selepas dari pesantren beliau aktif di berbagai
organisasi kemasyarakatan. Perpaduan antara pengalaman di dunia pesantren dan
organisasi inilah yang diimplementasikan oleh Kyai Sahal dalam berbagai
pemikiran beliau.
Minat baca Kyai Sahal sangat tinggi dan
bacaannya cukup banyak terbukti beliau punya koleksi 1.800-an buku di rumahnya.
Meskipun Kyai Sahal orang pesantren bacaannya cukup beragam, diantaranya
tentang psikologi, bahkan novel detektif walaupun bacaan yang menjadi
favoritnya adalah buku tentang agama. Beliau membaca dalam artian konteks
kejadian. Tidak heran kalau Kiai Sahal—meminjam istilah Gus Dur—lalu‘menjadi
jago’ sejak usia muda. Belum lagi genap berusia 40 tahun, dirinya telah
menunjukkan kemampuan ampuh itu dalam forum-forum fiqih. Terbukti pada berbagai
sidang Bahtsu Al-Masail tiga bulanan yang diadakan Syuriah NU Jawa Tengah,
beliau sudah aktif di dalamnya.
Kyai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul
Huda Putra sejak tahun 1963. Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah,
ini didirikan oleh ayahnya, KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Sebagai pemimpin
pesantren, Kyai Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional di
kalangan NU yang mayoritas berasal dari kalangan akar rumput. Sikap
demokratisnya menonjol dan dia mendorong kemandirian dengan memajukan kehidupan
masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan pendidikan, ekonomi dan
kesehatan.
B. Pendidikan dan Guru-guru KH Sahal
Untuk urusan pendidikan, yang paling berperan
dalam kehidupan Kyai Sahal adalah KH. Abdullah Salam yang mendidiknya akan
pentingnya ilmu dan tingginya cita-cita. KH. Abdullah Salam tidak pernah
mendikte seseorang. Kyai Sahal diberi kebebasan dalam menuntut ilmu dimanapun.
Tujuannya agar Kyai Sahal bertanggung jawab pada pilihannya. Apalagi dalam
menuntut ilmu Kyai Sahal menentukan adanya target, hal inilah yang menjadi
kunci kesuksesan beliau dalam belajar. Ketika belajar di Mathali’ul Falah Kyai
Sahal berkesempatan mendalami nahwu sharaf, di Pesantren Bendo memperdalam fiqh
dan tasawuf, sedangkan sewaktu di Pesantren Sarang mendalami balaghah dan ushul
fiqh.
Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah
(1943-1949), Madrasah Tsanawiyah (1950-1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah,
Kajen, Pati. Setelah beberapa tahun belajar di lingkungannya sendiri, Kyai
Sahal muda nyantri ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur di bawah asuhan
Kiai Muhajir, Selanjutnya tahun 1957-1960 dia belajar di pesantren Sarang,
Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair. Pada pertengahan tahun 1960-an, Kyai
Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan langsung Syaikh Yasin al-Fadani.
Sementara itu, pendidikan umumnya hanya diperoleh dari kursus ilmu umum di
Kajen (1951-1953).
Di Bendo Kyai Sahal mendalami keilmuan
tasawuf dan fiqih termasuk kitab yang dikajinya adalah Ihya Ulumuddin, Mahalli,
Fathul Wahab, Fathul Mu’in, Bajuri, Taqrib, Sulamut Taufiq, Sullam Safinah,
Sullamul Munajat dan kitab-kitab kecil lainnya. Di samping itu juga aktif
mengadakan halaqah- halaqah kecil-kecilan dengan teman-teman senior. Sedangkan
di Pesantren Sarang Kyai Sahal mengaji pada Kyai Zubair19 tentang ushul fiqih,
qawa’id fiqh dan balaghah. Dan kepada Kyai Ahmad beliau mengaji tentang Hikam.
Kitab yang dipelajari waktu di Sarang antara lain, Jam’ul Jawami dan Uqudul
Juman, Tafsir Baidlowi tidak sampai khatam, Lubbabun Nuqul sampai khatam,
Manhaju Dzawin Nazhar karangan Syekh Mahfudz At-Tarmasi dan lain-lain.
C. Tugas dan Jabatan
Kyai Sahal bukan saja seorang ulama yang
senantiasa ditunggu fatwanya, atau seorang kiai yang dikelilingi ribuan santri,
melainkan juga seorang pemikir yang menulis ratusan risalah (makalah) berbahasa
Arab dan Indonesia, dan juga aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi
terhadap problem masyarakat kecil di sekelilingnya. Penghargaan yang diterima
beliau terkait dengan masyarakat kecil adalah penganugerahan gelar Doktor
Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam bidang pengembangan ilmu fiqh serta
pengembangan pesantren dan masyarakat pada 18 Juni 2003 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peran dalam organisasipun sangat signifikan,
terbukti beliau dua periode menjabat Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (1999-2009) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti
2000-2010. Pada Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII (28/7/2005) Rais Aam
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), itu terpilih kembali untuk periode
kedua menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2005-2010.
Pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di
Donohudan, Boyolali, Jateng., Minggu (28/11-2/12/2004), beliau pun dipilih
untuk periode kedua 2004-2009 menjadi Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (NU). Pada 26 November 1999, untuk pertama kalinya dia dipercaya menjadi
Rais Aam Syuriah PB NU, mengetuai lembaga yang menentukan arah dan
kebijaksanaan organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan lebih 30-an juta
orang itu. KH Sahal yang sebelumnya selama 10 tahun memimpin Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, juga didaulat menjadi Ketua Umum Dewan
Pimpinan MUI pada Juni 2000 sampai tahun 2005.
Selain jabatan-jabatan diatas, jabatan lain
yang sekarang masih diemban oleh beliau adalah sebagai Rektor INISNU Jepara,
Jawa Tengah (1989-sekarang) dan pengasuh Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul
Huda, Kajen, Pati (1963 - Sekarang).
Sedangkan pekerjaan yang pernah beliau
lakukan, adalah guru di Pesantren Sarang, Rembang (1958-1961), Dosen kuliah
takhassus fiqh di Kajen (1966-1970), Dosen di Fakultas Tarbiyah UNCOK, Pati
(1974-1976), Dosen di Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang (1982-1985), Rektor
Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara (1989-sekarang), Kolumnis tetap
di Majalah AULA (1988-1990), Kolumnis tetap di Harian Suara Merdeka, Semarang
(1991-sekarang), Rais 'Am Syuriyah PBNU (1999-2004), Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI, 2000-2005), Ketua Dewan Syari'ah Nasional (DSN, 2000-2005), dan
sebagai Ketua Dewan Pengawas Syari'ah pada Asuransi Jiwa Bersama Putra
(2002-sekarang).
Sosok seperti Kyai Sahal ini kiranya layak
menjadi teladan bagi semua orang. Sebagai pengakuan atas ketokohannya, beliau
telah banyak mendapatkan penghargaan, diantaranya Tokoh Perdamaian Dunia
(1984), Manggala Kencana Kelas I (1985-1986), Bintang Maha Putra Utarna (2000)
dan Tokoh Pemersatu Bangsa (2002).
Sepak terjang KH. Sahal tidak hanya lingkup
dalam negeri saja. Pengalaman yang telah didapatkan dari luar negeri adalah,
dalam rangka studi komparatif pengembangan masyarakat ke Filipina tahun 1983
atas sponsor USAID, studi komparatif pengembangan masyarakat ke Korea Selatan
tahun 1983 atas sponsor USAID, mengunjungi pusat Islam di Jepang tahun 1983,
studi komparatif pengembangan masyarakat ke Srilanka tahun 1984, studi
komparatif pengembangan masyarakat ke Malaysia tahun 1984, delegasi NU
berkunjung ke Arab Saudi atas sponsor Dar al-Ifta’ Riyadh tahun 1987, dialog ke
Kairo atas sponsor BKKBN Pusat tahun 1992, berkunjung ke Malaysia dan Thailand
untuk kepentingan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) tahun 1997.
D. Karya-karya KH. MA. Sahal Mahfudz
Kyai Sahal adalah seorang pakar fiqih (hukum
Islam), yang sejak menjadi santri seolah sudah terprogram untuk menguasai
spesifikasi ilmu tertentu yaitu dalam bidang ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab dan
Ilmu Kemasyarakatan. Namun beliau juga mampu memberikan solusi permasalahan
umat yang tak hanya terkait dengan tiga bidang tersebut, contohnya dalam bidang
kesehatan dan beliau menemukan suatu bagian tersendiri dalam fiqh.
Dalam bidang kesehatan Kyai Sahal mendapat
penghargaan dari WHO dengan gagasannya mendirikan taman gizi yang digerakkan
para santri untuk menangani anak-anak balita (hampir seperti Posyandu). Selain
itu juga mendirikan balai kesehatan yang sekarang berkembang menjadi Rumah
Sakit Islam.
Berbicara tentang karya beliau, pada bagian
fiqh beliau menulis seperti Al-Tsamarah al-Hajainiyah yang membicarakan masalah
fuqaha, al-Barokatu al- Jumu’ah ini berbicara tentang gramatika Arab. Sedangkan
karya Kyai Sahal yang berbentuk tulisan lainnya adalah:
Buku (kumpulan makalah yang diterbitkan):
1.
Thariqatal-Hushul ila Ghayahal-Ushul,
(Surabaya: Diantarna, 2000)
2.
Pesantren Mencari Makna, (Jakarta:
Pustaka Ciganjur, 1999)
3.
Al-Bayan al-Mulamma' 'an Alfdz
al-Lumd", (Semarang: Thoha Putra, 1999)
4.
Telaah Fikih Sosial, Dialog dengan KH.
MA. Sahal Mahfudh, (Semarang: Suara Merdeka, 1997)
5.
Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS,
1994)
6.
Ensiklopedi Ijma' (terjemahan bersama
KH. Mustofa Bisri dari kitab Mausu'ah al-Ij ma'). (Jakarta; Pustaka Firdaus,
1987).
7.
Al-Tsamarah al-Hajainiyah, I960
(Nurussalam, t.t)
8.
Luma' al-Hikmah ila Musalsalat
al-Muhimmat, (Diktat Pesantren Maslakul Huda, Pati).
9.
Al-Faraid al-Ajibah, 1959 (Diktat
Pesantren Maslakul Huda, Pati)
Risalah dan Makalah (tidak diterbitkan):
1.
Tipologi Sumber Day a Manusia Jepara
dalam Menghadapi AFTA 2003 (Workshop KKNINISNU Jepara, 29 Pebruari 2003).
2.
Strategi dan Pengembangan SDM bagi
Institusi Non-Pemerintah, (Lokakarya Lakpesdam NU, Bogor, 18 April 2000).
3.
Mengubah Pemahaman atas Masyarakat:
Meletakkan Paradigma Kebangsaan dalam Perspektif Sosial (Silarurahmi Pemda II
Ulama dan Tokoh Masyarakat Purwodadi, 18 Maret 2000).
4.
Pokok-Pokok Pikiran tentang Militer
dan Agama (Halaqah Nasional PB NU dan P3M, Malang, 18 April 2000)
5.
Prospek Sarjana Muslim Abad XXI,
(Stadium General STAI al-Falah Assuniyah, Jember, 12 September 1998)
6.
Keluarga Maslahah dan Kehidupan
Modern, (Seminar Sehari LKKNU, Evaluasi Kemitraan NU-BKKBN, Jakarta, 3 Juni
1998)
7.
Pendidikan Agama dan Pengaruhnya
terhadap Penghayatan dan Pengamalan Budi Pekerti, (Sarasehan Peningkatan Moral
Warga Negara Berdasarkan Pancasila BP7 Propinsi Jawa Tengah, 19 Juni 1997)
8.
Metode Pembinaan Aliran Sempalan dalam
Islam, (Semarang, 11 Desember 1996)
9.
Perpustakaan dan Peningkatan SDM
Menurut Visi Islam, (Seminar LP Ma'arif, Jepara, 14 Juli 1996)
10. Arah
Pengembangan Ekonomi dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Seminar Sehari,
Jember, 27 Desember 1995)
11. Pendidikan
Pesantren sebagai Suatu Alternatif Pendidikan Nasional, (Seminar Nasional
tentang Peranan Lembaga Pendidikan Islam dalam Peningkatan Kualitas SDM Pasca
50 tahun Indonesia Merdeka, Surabaya, 2 Juli 1995)
12. Peningkatan
Penyelenggaraan Ibadah Haji yang Berkualitas, (disampaikan dalam Diskusi Panel,
Semarang, 27 Juni 1995)
13. Pandangan
Islam terhadap Wajib Belajar, (Penataran Sosialisasi Wajib belajar 9 Tahun,
Semarang 10 Oktober 1994)
14. Perspektif
dan Prospek Madrasah Diniyah, (Surabaya, 16 Mei 1994)
15. Fiqh
Sosial sebagai Alternatif Pemahaman Beragama Masyarakat, (disampaikan dalam
kuliah umum IKAHA, Jombang, 28 Desember 1994)
16. Reorientasi
Pemahaman Fiqh, Menyikapi Pergeseran Perilaku Masyarakat, (disampaikan pada
Diskusi Dosen Institut Hasyim Asy'ari, Jombang, 27 Desember 1994)
17. Sebuah
Releksi tentang Pesantren, (Pati, 21 Agustus 1993)
18. Posisi
Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi dari Sudut Kajian Politis, (Forum
Silaturahmi PP Jateng, Semarang, 5 September 1992).
19. Kepemimpinan
Politik yang Berkeadilan dalam Islam, (Halaqah Fiqh Imaniyah, Yogyakarta, 3-5
Nopember 1992)
20. Peran
Ulama dan Pesantren dalam Upaya Peningkatan Derajat Kesehatan Umat, (Sarasehan
Opening RSU Sultan Agung, Semarang, 26 Agustus 1992).
21. Pandangan
Islam Terhadap AIDS, (Seminar, Surabaya,1 Desember 1992)
22. Kata
Pengantar dalam buku Quo Vadis NU karya Kacung Marijan, (Pati, 13 Pebruari
1992)
23. Peranan
Agama dalam Pembinaan Gizi dan Kesehatan Keluarga, Pandangan dari Segi Posisi
Tokoh Agama, Muallim, dan Pranata Agama, (Muzakarah Nasional, Bogor, 2 Desember
1991)
24. Mempersiapkan
Generasi Muda Islam Potensial, (Siaran Mimbar Agama Islam TVRI, Jakarta, 24
Oktober 1991)
25. Moral
dan Etika dalam Pembangunan, (Seminar Kodam IV, Semarang, 18-19 September 1991)
26. Pluralitas
Gerakan Islam dan Tantangan Indonesia Masa Depan, Perpsketif Sosial Ekonomi,
(Seminar di Yogyakarta, 10 Maret 1991)
27. Islam
dan Politik, (Seminar, Kendal, 4 Maret 1989)
28. Filosofi
dan Strategi Pengembangan Masyarakat di Lingkungan NU, (disampaikan dalam Temu
Wicara LSM, Kudus, 10 September 1989)
29. Disiplin
dan Ketahanan Nasional, Sebuah Tinjauan dari Ajaran Islam, (Forum MUIII,
Kendal, 8 Oktober 1988)
30. Relevansi
Ulumuddiyanah di Pesantren dan Tantangan Masyarakat, (Mudzakarah, P3M,
Mranggen, 19-21 September 1988)
31. Prospek
Pesantren dalam Pengembangan Science, (Refreshing Course KPM, Tambak Beras,
Jombang 19 Januari 1988)
32. Ajaran
Aswaja dan Kaitannya dengan Sistem Masyarakat, (LKL GP Anshor dan Fatayat,
Jepara 12-17 Februari 1988)
33. AIDS
dan Prostisusi dari Dimensi Agama Islam, (Seminar AIDS dan Prostitusi YAASKI,
Yogyakarta, 21 Juni 1987)
34. Sumbangan
Wawasan tentang Madrasah dan Ma'arif, (Raker LP Ma'arif, Pati, 21 Desember
1986)
35. Program
KB dan Ulama, (Pati, 27 Oktober 1986)
36. Hismawati
dan Taman Gizi, (Sarasehan gizi antar santriwati,
37. Administrasi
Pembukuan Keuangan Menurut Pandangan Islam, (Latihan Administrasi Pembukuan dan
Keuangan bagi TPM, Pan, 8 April 1986)
38. Pendekatan
Pola Pesantren sebagai Salah Satu Alternatif membudayakan NKKBS, (Rapat
Konsultasi Nasional Bidang, KB, Jakarta, 23-27 Januari 1984)
39. Pelaksanaan
Pendidikan Kependudukan di Pesantren, (Lokakarya Pendidikan Kependudukan di
Pesantren, (Jakarta, 6-8 Januari 1983)
40. Tanggapan
atas Pokok-Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan Nasional, (27 Nopember 1979)
41. Peningkatan
Sosial Amaliah Islam, (Pekan Orientasi Ulama Khotib, Pati, 21-23 Pebruari 1977)
42. Intifah
al-Wajadain, (Risalah tidak diterbitkan)
43. Wasmah
al-Sibydn ild I'tiqdd ma' da al-Rahman, (Risalah tidak diterbitkan)
44. I'dnah
al-Ashhdb, 1961 (Risalah tidak diterbitkan)
45. Faid
al-Hija syarah Nail al-Raja dan Nazhdm Safinah al-Naja, 1961 (Risalah tidak
diterbitkan)
46. Al-Tarjamah
al-Munbalijah 'an Qasiidah al-Munfarijah, (Risalah tidak diterbitkan)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar