Selamat Merayakan Maulid
Nabi
Saat ini, memperbincangkan tradisi peringatan
maulid dalam kerangka apakah ia termasuk bidah atau bukan, sudah tidak
menemukan relevansinya lagi. Sebab permasalahan itu sudah diselesaikan sejak
semula. Dalam konteks keindonesiaan, perbincangan bidah di dalam peringatan
maulid ini malah semakin tidak penting, karena sejak awal Islam masuk ke
Nusantara justru melalui jalur kultur dan tradisi, bukan melalui jalur
ekspedisi militer seperti di sejumlah wilayah Timur Tengah pada umumnya.
Kalangan yang tidak terlalu familiar dengan
tradisi, seperti kelompok Wahhabi di Arab Saudi maupun di berbagai daerah lain,
termasuk di Indonesia, barangkali masih menganggap penting untuk menyeterilkan
Islam dari tradisi-tradisi yang tidak ditemukan presedennya dalam sejarah Islam
awal, kendati itu sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
fundamental dalam Islam itu sendiri. Hal demikian terjadi karena kelompok ini
membikin doktrin yang teramat ekstrem soal bidah.
Padahal, sebagaimana kita ketahui dan pahami,
para sahabat sendiri, seperti Sayyidina Umat bin al-Khaththab, tak membikin
definisi seekstrem produk pemikiran Wahhabi. Mengenai salat Tarawih yang
dilakukan secara berjamaah, Umar t mengatakan ”Ini adalah bidah terbaik”.
Mengatakan ”bidah terbaik”, itu berarti tidak setiap bidah adalah buruk. Itulah
sebabnya mengapa para ulama memilah bidah pada sejumlah kategori: Wajib, Sunah,
Mubah, Makruh, dan Haram. Al-Ghazali mengatakan: tidak semua bidah itu
dilarang. Bidah yang dilarang adalah yang bertentangan dengan Hadis dan
menyalahi syariat. Malah, bidah bisa jadi wajib jika ada sebab yang
mewajibkanya.
Kerugian yang diderita kelompok Wahhabi
dengan konsep bidah yang kaku itu sesungguhnya amatlah besar. Revolusi
Wahhabisme yang digulirkan oleh Muhammad bin Abdul-Wahhab telah memberangus
sekian banyak peninggalan bersejarah di Hejaz, yang merupakan tempat lahirnya
dan tumbuh berkembangnya Islam. Di samping itu, revolusi Wahabisme telah membentuk
gerakan dan watak Islam eksklusif yang kaku dan tidak adaptif terhadap situasi
dan kondisi. Sebaliknya, sikap tertutup malah sering berwatak reaktif dan
cenderung curiga terhadap upaya-upaya positif yang konstruktif.
Dalam lembaran sejarah dikatakan, peringatan
maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam muncul pertama kali di dunia
Islam pada abad keenam hijriah. Orang yang pertama kali menyelenggarakan acara
maulid adalah seorang ulama sufi bernama Abu Hafsh Mu’inuddin Umar bin Muhammad
bin Khadhir al-Irbili al-Maushili, yang dikenal dengan sebutan al-Malla’.
Beliau adalah seorang ulama sufi terkemuka yang menetap di Maushil, Irak.
Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat zuhud dan berpengetahuan luas dan
mendalam, di samping juga disegani oleh penguasa Mushil pada waktu itu, yaitu
al-Malik al-Adil Nuruddin Mahmud bin Zanki. Al-Adil bahkan memerintahkan
bawahannya agar tidak mengeluarkan keputusan apapun sebelum mendapat pengesahan
dan persetujuan dari al-Malla’.
Berdasarkan legitimasi dari ulama kenamaan
semacam al-Malla’ ini, kemudian acara penyelenggaraan maulid ini menyebar dari
Irak ke berbagai belahan dunia Islam yang lain. Itulas sebabnya mengapa
kemudian acara penyelenggaraan maulid juga risespons positif oleh sejumlah
ulama terkemuka di berbagai belahan dunia Islam. Tradisi maulid Nabi
shallallahu alaihi wa sallam kemudian juga dilegitimasi oleh ulama besar
semacam al-Hafidz Abu Syamah ad-Dimasyqi dan Syekh Abu al-Khaththab bin Dihyah.
Ibnu Dihyah dalam hal ini bahkan telah menulis buku khusus berjudul at-Tanwîr
fî Maulidil-Basyîr an-Nadzîr. Buku ini ia ajukan kepada penguasa pada masanya,
al-Malik al-Muzhaffar, sehingga ia diberi uang 1000 dinar atau sekitar 1,6
trilyun rupiah untuk kurs saat ini.
Lebih dari itu, al-Imam al-Waliyy al-Arif
Muhammad bin Abbdad ketika ditanya mengenai hukum menyalakan lilin pada acara
maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau menjawab bahwa mulid Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam termasuk hari raya kaum muslimin, di mana
pada momen ini mereka diperkenankan mengekspresikan rasa suka cita mereka
dengan menyalakan lilin, bergembira, berhias dengan baju baru, mengendarai
kendaraan mewah dan semacamnya. Semua ini, menurut beliau, adalah hal yang
boleh dilakukan tanpa perlu diinkari.
Menurut al-Imam as-Suyuthi, sebenarnya acara
utama dalam maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah perkumpulan banyak
orang, disertai bacaan sejumlah ayat al-Qur’an, penyampaian kisah-kisah
perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, termasuk tanda-tanda
dan keajaiban yang muncul sewaktu beliau lahir. Kemudian acara ini dilanjutkan
dengan acara makan-makan, dan selesai. Dengan demikian, pada prinsipnya,
perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hal positif
yang perlu untuk terus ditradisikan.
So, selamat merayakan maulid Nabi!
Buletin Sidogiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar