Hukum Undangan Kawinan dan
Kondangan
Menghadiri undangan pesta perkawinan
walimatul ‘arus adalah sesuatu yang wajib menurut fiqih, jika tidak ada
halangan (udzur syar’i), begitu aturan fiqih sebagaimana terdapat dalam Kitab
Kifayatul Akhyar:
“Mengadakan acara resepsi pernikahan
adalah diperbolehkan, sedangkan memenuhi undangan resepsi tersebut adalah wajib
hukumnya kecuali jika ada udzur atau halangan.”
Sedangkan membawa sumbangan dalam berbagai
bentuk kepada tuan rumah atau shahibul hajat (yang disebut dalam tradisi
berbeda-beda kondangan, angpao, buwoh dll) tidaklah masuk dalam hukum wajib
tersebut. mungkin hal itu merupakan pengejawantahan dari rasa saling membantu
yang telah berurat akar dalam tradisi masyarakat kita.
Oleh karena itu tidak dibenarkan jika
seseorang sengaja tidak menghadiri undangan walimatul ‘arus hanya dikarenakan
tidak ada ‘barang bawaan (kondangan) yang akan diberikan kepada tuan rumah
shahibul hajat. Akan tetapi, kuatnya tradisi kondangan (membawa sumbangan
kepada tuan rumah dalam berbagai bentuk) ini, mengalahkan hukum fiqih. Sehingga
terjadi pergeseran pemahaman. Masyarakat banyak menganggap kondangan jauh lebih
penting mengalahkan kehadiran itu sendiri. Hal inilah yang perlu diluruskan.
Lantas bagaimanakah jika memang ada sesuatu
(udzur syar’i, sakit misalnya) yang menyebabkan seseorang tidak bisa menghadiri
undangan, apakah wajib diwakilkan? Jika memang ada udzur syar’i maka gugurlah
kewajiban itu sendiri, tanpa harus diwakilkan. Karena dalam kaedah fiqih
disebutkan:
“Setiap kewajiban yang (bisa) gugur
sebab adanya halangan (udzur), maka kewajiban itu tidak bisa diwakilkan.”
Adapun jika seseorang yang berhalangan hadir
tersebut mengirimkan perwakilannya dengan tujuan menyampaikan kondangan maka
hal itu boleh-boleh saja. Dan hal ini sudah tidak lagi menjadi urusan
fiqih,tetapi urusan norma sosial. []
Penulis: Fuad H. Basya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar