Senin, 25 Juni 2018

(Buku of the Day) ’Ilmut Tafsiir: Ushuuluhu wa Manaahijuhu


Pengantar Ilmu Tafsir Akomodatif


Judul Buku                    : ’Ilmut Tafsiir: Ushuuluhu wa Manaahijuhu
Penulis                         : Dr Muhammad Afifuddin Dimyathi, MA
Penerbit                        : Lisan Arabi
Alamat Penerbit             : Sidoarjo, Jawa Timur
Cetakan Pertama           : 2015 M / 1436 H                              
Jumlah Halaman            : 289 halaman
Peresensi                      : Nine Adien Maulana, Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Pacarpeluk dan Guru PAI SMAN 2 Jombang.

Allah SWT telah membekali manusia dengan al-Quran sebagai kitab panduan hidupnya di dunia. Ia telah membuat skenario kehidupan manusia ideal dia dalamnya. Segala hal yang berkaitan keselamatan hidupnya telah diatur di dalamnya. Siapa yang menjalankan hidupnya sesuai dengan pedoman, ia pasti selamat. Siapa yang menyimpang darinaya pasti tersesat dan celaka.

Al-Quran berfungsi menjadi petunjuk bagi orang-orang bertakwa yang aktif mencarinya berdasarkan ilmu standar yang teruji, bukan atas kreasi hawa nafsu intelektualnya semata. Dengan sikap itu mereka akan ikhlas menerima petunjuk dari Allah SWT. Bukan sebaliknya, merasa lebih tahu daripada pengetahuanNya dengan berbagai dalih beragam teori atas nama intelektualisme.

Salah salah satu ilmu standar yang dibutuhkan dalam menggali dan mencari petunjuk di dalam kitab al-Quran adalah ilmu tafsir. Ini adalah ilmu untuk menggali petunjuk al-Quran menurut kehendak Allah sesuai kadar kemampuan yang diupayakan manusia. Dengan ungkapan lain, ilmu ini mengupayakan menghilangkan samarnya petunjuk ayat yang tertulis untuk memperoleh makna sebenarnya yang dimaksud.

Ilmu ini sangat penting dipelajari dan dikuasai oleh umat Islam yang ingin mendapatkan petunjuk di dalam al-Quran yang berbahasa Arab itu. Karena wahyu Allah SWT telah tertulis, maka baik orang Arab maupun ’Ajam (luar Arab) tetap butuh ilmu ini untuk mendapatkan petunjuk sebagaimana yang dikehendaki olehNya. Apapun bahasanya, seringkali apa yang tertulis tidak selalu sama dengan makna yang dikehendaki sebenarnya.

Sebagai ilustrasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, ada orang dengan nada keras mengancam berteriak, bahkan mungkin sambil menunjuk, ”Makan!”. Maksud orang itu sebenarnya adalah larangan makan. Orang yang dilarang itu juga mengerti bahwa yang dimaksud adalah larangan makan, meskipun yang diteriakkan adalah, ”Makan!”. Orang yang diteriaki itu pun tidak berani memakan, meskipun teriakan yang diterimanya adalah, ”Makan!” bukan ”Jangan makan!”.

Kesamaran dan kerancauan makna baru muncul setelah teriakan itu disalin ke dalam bahasa tulisan. Kesamaran dan kerancauannya semakin kuat ketika tulisan itu dibaca oleh orang yang tidak mengetahui konteksnya, terlebih ia baru membacanya setelah sekian ribu tahun telah munculnya tulisan itu. Tentu sangat bermasalah jika kata itu dimaknai secara bahasa apa adanya.
    
Dengan ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa orang luar Arab yang tidak sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Arab tentu lebih sangat membutuhkan ilmu tafsir al-Quran. Bagaimana pun juga orang itu pasti berjarak agar panjang dalam memahami bahasa al-Quran secara bahasa. Jarak itu pun semakin jauh untuk mencapai makna yang dimaksud sebenarnya.

Didorong tanggung jawab akademis dan keulamaan Dr. Muhammad Afifuddin Dimyathy, MA. menyusun sebuah kitab yang diberi judul, Ilmut Tafsiir: Ushuuluhu wa Manaahijuhu yang bisa diterjemahkan bebas ”Ilmu Tafsir: Dasar-dasar dan Metodologinya.” 

Awalnya, kitab ini disusun demi memenuhi kebutuhan para mahasiswanya dalam mempelajari Manhaj Tafsir sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri di Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Pascasarjana IAIN Tulungagung yang diampunya. Ternyata kandungan materi yang disusunnya itu sangat lengkap. Ada empat belas materi dasar-dasar dan metodologi tafsir yang dibahasnya, sehingga kitab ini sangat layak salah satu referensi utama dalam belajar ilmu tafsir.

Empat belas materi itu adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Dasar Penafsiran, 2. Syarat-syarat Penafsiran), 3. Sejarah Tafsir al Quran, 4. Sumber-sumber Penafsiran, 5. Ijmak dalam Tafsir,  6. Perbedaan dalam Penafsiran, 7. Orientasi dan Corak Tafsir, 8. Metodologi Tafsir, 9. Tehnik Penafsiran, 10. Sanad-sanad Tafsir, 11. Naskah-Naskah Tafsir, 12. Kaidah-kaidah Tafsir 13. Kaidah-kaidah Tarjiih dalam Tafsir, dan 14. Ad Dakhiil dalam Tafsir.

Paparan kandungan kitab ini menyiratkan sikap akomodatif dan kehati-hatian penyusunnya. Ia tidak anti terhadap wacana baru dalam tafsir, namun tidak semuanya diamini apa adanya. Hal ini sangat tampak dalam pembahasan kedelapan tentang Metodologi Tafsir. Gus Awis, demikian panggilan akrab penyusun kitab ini, memberi porsi pembahasan yang lebih panjang daripada sub pembahasan yang lain.

Ia memaparkan beberapa manhaj naqli seperti manhaj qur'ani, bayaani, al qiroo'at al mufassiroh, dan atsari. Setelah itu dipaparkan juga beberapa manhaj aqli seperti manhaj kalaami,  lughowi,  ilmi,  ijtimaa'i, shuufi, adabi, dan beberapa metodologi Barat seperti hermeneutika, linguistik dan singkronik/diakronik. Dengan sikap itu, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang ini akhirnya bisa dengan tegas menyatakan bahwa ini bisa terima dalam khazanah ilmu tafsir dan itu itu tidak bisa diterima. 

Kesan itu semakin kuat dapat ditangkap dari paparan terakhir kitab ini. Penyusun kitab ini membahas Ad Dakhiil dalam Tafsir, yaitu keterangan-keterangan atau riwayat-riwayat yang baru muncul dan populer setelah wafat Rasulullah SAW kemudian menyusup dalam khazanah dan wacana tafsir. Sedemikian populernya, hingga banyak kaum muslimin yang menerimanya sebagai bagian dari khazanah tafsir baku, namun sebenarnya ia tidak layak disebut sebagai tafsir.

Biasanya riwayat susupan ini berasal dari hadits-hadits palsu (mau’dhu’) dan kisah-kisah Israiliyyat yang diulang-ulang dalam komunikasi verbal melalui ceramah atau tutur tinular. Sedemikian massifnya, hingga tanpa disadari masuk dalam pembahasan kitab-kitab tafsir. Susupan-susupan itu pun akhirnya baru ketahuan setelah dianalisis dari aspek periwat dan sumbernya.

Dengan pembahasan semacam ini, maka tidak berlebihan jika kitab ini layak disebut sebagai pengantar Ilmu Tafsir Akomodatif yang layak digunakan sebagai referensi bagi siapa saja yang akan mempelajari ilmu tafsir al-Quran. Ia tetap mengacu pada batasan-batasan baku rumusan ulama tafsir otoritatif terdahulu, namun tetap membuka peluang kreasi baru yang sejalan dengan syariat. Hal ini menegaskan bahwa ia tidak ingin mengajak orang lain menafsirkan al-Quran menurut keinginannya sendiri. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar