Senin, 24 Juli 2017

Zuhairi: Akhirnya HTI Dibubarkan



Akhirnya HTI Dibubarkan
Oleh: Zuhairi Misrawi

KEMENTERIAN Hukum dan HAM secara resmi mencabut SK Badan Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada Rabu, 19 Juli 2017. Sikap ini sebagai implementasi dari Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sebagai pengganti dari UU Ormas Tahun 2013. Sikap yang diambil pemerintah sebenarnya dalam rangka merespons aspirasi dari ormas-ormas Islam, khususnya Nahdlatul Ulama, yang memandang HTI sebagai ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya HTI mempunyai agenda-agenda politik yang dapat membahayakan eksistensi Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sesuai dengan namanya, 'Hizbut Tahrir' yang artinya Partai Pembebasan, HTI nyata-nyata sebagai gerakan politik. Meskipun mengklaim sebagai gerakan dakwah, mereka sulit untuk menyembunyikan sebagai gerakan politik.

Salah satu yang mencolok sebagai gerakan politik, HTI sudah menyusun 'konstitusi' yang diklaim sebagai pengejawantahan dari sistem 'khilafah' ala Taqiyuddin al-Nabhani, pendiri gerakan mereka. Karena sifatnya sebagai gerakan politik, mereka melakukan rekrutmen dan kaderisasi yang sangat intensif, masif, dan agresif. Sejak kehadirannya pertama kali ke Indonesia sekitar 1983, mereka terus melakukan manuver untuk mendapatkan simpati dari publik di Tanah Air. Memang tidak mudah bagi mereka untuk melakukan penetrasi dan proliferasi karena rezim Orde Baru sangat represif terhadap gerakan Islam. HTI menemukan momentumnya pascareformasi, ketika keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya dan mereka mulai menemukan habitatnya di kalangan kampus dengan menyasar para dosen dan mahasiswa yang mempunyai gairah keagamaan.

Mereka yang makin pesimistis dengan arah demokrasi mendapatkan siraman ideologi utopis, yaitu khilafah. Mereka mengimpikan khilafah sebagai antitesis terhadap demokrasi yang tak kunjung menemukan buah yang manis bagi kesejahteraan dan keadilan sosial.

Sekali lagi, mereka menggunakan panggung dakwah untuk menyebarluaskan ideologi politik. Ada banyak indikator untuk menyatakan sebagai gerakan politik. Pertama, HTI secara eksplisit menggunakan terma 'hizb', yang artinya sebagai partai politik. Dari segi nama saja sulit membantah bahwa HTI hanya sebagai gerakan dakwah. Kedua, HTI sudah menyiapkan konstitusi baru untuk menegaskan dirinya sebagai gerakan politik yang diklaim berlandaskan pada hukum Tuhan.

Padahal kita tahu, konstitusi HTI juga hasil ijtihad mereka. HTI menyadari betul bahwa tidak mudah untuk mendeklarasikan secara terbuka sebagai gerakan politik karena faktanya gerakan mereka dianggap sebagai organisasi terlarang di sebagian besar dunia Islam, seperti Mesir, Libia, Arab Saudi, Turki, Yordania, dan Malaysia. Di banyak negara mereka dianggap dapat mengganggu eksistensi negara, baik melalui kudeta maupun ancaman terorisme. Hanya Amerika Serikat dan Inggris yang memberikan ruang kepada Hizbut Tahrir dengan alasan hak asasi manusia meskipun di Inggris sendiri mulai muncul perdebatan soal pembubaran organisasi Hizbut Tahrir. Nah, kenapa sejumlah ormas Islam meminta kepada pemerintah untuk membubarkan HTI? Alasan yang sangat mendasar karena HTI secara eksplisit mempunyai agenda politik yang dapat mengancam Pancasila.

Meskipun, sekali lagi, HTI tidak secara terang-terangan menolak Pancasila, jika diselisik beberapa literatur yang ditulis Taqiyuddin al-Nabhani, jelas sekali arah Hizbut Tahrir. Mereka menolak konsep negara bangsa, menawarkan sistem khilafah lengkap dengan konstitusinya, dan menolak demokrasi. Bahkan, mereka menyebut siapa pun yang tidak sejalan dengan paham dan agenda politik mereka dengan sebutan 'kafir'. Padahal, bagi mayoritas umat Islam di negeri ini, Pancasila sudah final dan NKRI harga mati. NU memandang Pancasila tidak bertentangan dengan syariah. Muhammadiyah menyebut Indonesia sebagi 'darul 'ahdi wa al-syahadah'. Demokrasi ialah sistem yang tidak bertentangan dengan Islam dan kita semua umat Islam mencintai Tanah Air, sebagaimana para ulama menegaskan kaidah 'mencintai tanah air adalah bagian dari iman' (hubbul wathan minal iman).

Maka dari itu, ideologi HTI di atas bertentangan dengan paham mayoritas umat Islam dalam bernegara. Jika dibiarkan, itu dapat menciptakan konflik dan disharmoni. Jika dibiarkan paham mereka terlalu lama dan mereka makin banyak pengikutnya, tidak menutup kemungkinan akan menjadi ancaman yang serius bagi NKRI. Sebenarnya alam demokrasi dapat memberikan kesempatan kepada HTI untuk memperjuangkan paham dan ideologinya untuk diuji dalam laboratorium politik di negeri ini. Namun, sekali lagi, mereka tidak mau melakukan itu karena mereka sedari awal sudah mengafirkan demokrasi. Mereka hanya ingin menjadi partai tunggal dan tidak boleh ada partai-partai selain mereka jika kelak sistem khilafah berdiri. Mereka menganggap sistem khilafah sebagai harga mati.

Belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih dahulu melarang gerakan politik Hizbut Tahrir, langkah yang diambil pemerintah sudah sangat tepat. Tugas kita sekarang bukan menggantikan Pancasila dengan ideologi lain, melainkan bertanggung jawab untuk membumikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa. Karena itu, sikap pemerintah mencabut badan hukum HTI bukanlah akhir dari upaya meredam mereka yang mempunyai mimpi ideologi anti-Pancasila. Tugas yang paling besar ialah membuktikan bahwa Pancasila masih yang terbaik bagi negeri yang majemuk ini. Bukan hanya itu saja, Pancasila harus benar-benar hadir dalam kehidupan nyata. []

MEDIA INDONESIA, 20 July 2017
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Ketua Moderate Muslim Society

Tidak ada komentar:

Posting Komentar