Selasa, 25 Juli 2017

(Ngaji of the Day) Bagaimana Bawa Shalat Anak Kecil yang Pakai Popok?



Bagaimana Bawa Shalat Anak Kecil yang Pakai Popok?

Mendidik anak sejak kecil tentang keislaman merupakan sebuah kewajiban bagi orangtua. Kewajiban itu tidak berhenti hingga sang anak menginjak usia baligh dan berakal. Dalam Kitab Fathul Mu’in karya Zainuddin Al-Malibari disebutkan bahwa kewajiban pertama yang harus diajarkan oleh orangtua adalah dua kalimat syahadat dan ibadah salat, jika anak tersebut sudah berumur tujuh tahun.

Bahkan jika sang anak sudah berumur sepuluh tahun tetapi belum juga shalat, maka orangtua diperbolehkan untuk memukulnya, tentunya dengan pukulan yang lembut dan tidak mengandung unsur kekerasan serta menyakiti.

يجب على كل من أبويه وإن علا، ثم الوصي وعلى مالك الرقيق أن يأمر (بها) أي الصلاة، ولو قضاء، وبجميع شروطها (لسبع) أي بعد سبع من السنين، أي عند تمامها، وإن ميز قبلها. وينبغي مع صيغة الامر التهديد. (ويضرب) ضربا غير مبرح وجوبا ممن ذكر (عليها) أي على تركها ولو قضاء أو ترك شرط من شروطها (لعشر) أي بعد استكمالها، للحديث الصحيح : مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين، وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها.

Artinya, “Setiap orangtua dan orang yang menduduki posisinya seperti wali dan pemilik budak wajib memerintahkan anaknya untuk melaksanakan ibadah shalat, sekalipun pelaksanaannya dengan jalan qadha, dan dengan seluruh syarat-syaratnya ketika ia genap berumur tujuh tahun, sekalipun ia sudah mumayyiz (bisa membedakan yang baik dan buruk) sebelum itu. Anjuran di sini seyogianya disertai dengan kata perintah. Bahkan para orangtua tersebut dianjurkan (wajib) untuk memukul anak-anak itu dengan pukulan yang tidak menyakiti karena meninggalkannya ketika mereka sudah berumur genap sepuluh tahun berdasarkan hadis sahih, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka jika sudah berumur sepuluh tahun jika meninggalkannya.”

Sebagai aplikasi dari anjuran tersebut, kita kerap melihat di tengah-tengah masyarakat adanya sebagian orangtua yang membawa anak-anak mereka setiap kali melaksanakan shalat jamaah ke masjid.

Permasalahan tidak akan muncul jika anak yang bersangkutan telah berakal dan bersih baik badan maupun pakaiannya. Namun bagaimana kalau anak yang dibawa itu masih balita dan mengenakan pembalut (popok) yang mungkin saja mengandung kotoran. Pertanyaannya, apakah sah shalat orangtua yang seperti ini karena membawa najis dalam shalatnya?

Sudah dimaklumi bahwa di antara syarat sah shalat adalah suci anggota badan dari hadats (baik kecil maupun besar) dan najis. Termasuk dalam kategori ini juga tidak membawa sesuatu barang atau benda yang dilekati najis atau kotoran.

Adapun balita yang mengenakan popok, jika sudah dipastikan popoknya berisi kotoran dengan ditandai oleh bau yang menyengat ataupun kondisi popok yang sudah berat, maka seyogianya ia tidak dibawa shalat, karena hal tersebut bisa mengakibatkan shalat orangtua yang membawanya (menggendongnya) tidak sah karena dianggap tengah membawa najis.

Namun jika tidak diyakini atau dipastikan adanya najis di popok tersebut dengan bukti popoknya baru diganti dan popok yang masih ringan dan tidak terisi kotoran, maka hal tersebut tidaklah masalah sekalipun sebenarnya kemaluan anak tersebut dilekati najis yang tidak terlihat. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika membawa Umamah, cucu perempuan beliau ketika shalat bersama kaum Muslimin. Seandainya shalat orang yang membawa anak tersebut otomatis dihukumi batal karena membawa najis, maka tentulah Nabi Muhammad SAW tidak akan menggendongnya ketika itu.

Hal ini dijelaskan oleh Syekh Said ibn Muhammad Al-Hadhrami As-Syafi’i dalam kitabnya Syarhul Muqaddimah Al-Hadhramiyyah atau terkenal Busyral Karim bi Syarhi Masa'ilit Ta’lim sebagai berikut.

أما حمل الحي فلا يضر إن لم يعلم نجاسة بظاهره، ولا نظر لنجاسة باطنه لحمله صلى الله عليه وسلم أمامه بنت بنته في الصلاة، إذ لا يترتب على نجاسة الباطن حكم حتى تتصل بالظاهر أو يتصل بها ما بعضه بالظاهر.

Artinya, “Adapun membawa orang yang hidup (anak-anak dalam shalat) maka tidak masalah jika tidak diketahui adanya najis secara nyata (terlihat). Begitu juga, tidak perlu diteliti keberadaan najis yang tidak terlihat karena mengikuti perbuatan Rasul yang membawa Umamah, cucu perempuan beliau sewaktu melaksanakan shalat. Karena, najis yang tidak terlihat tersebut tidak mempunyai hukum apa-apa hingga ia menempel pada bagian tubuh yang tampak atau menempel pada bagian yang tampak zahir lainnya (seperti pakaian dan lain-lain).”

Dengan demikian, sebagai orangtua, kita harus pintar-pintar dalam mengajari anak khususnya untuk shalat jamaah di masjid. Jika popoknya terasa berat dan berisi kotoran, sebaiknya jangan dibawa karena hal tersebut berpotensi membatalkan shalat kita sendiri dan sekaligus menganggu orang lain yang kebetulan berada berdekatan dengan kita.

Namun jika popoknya baru diganti dan diyakini kalau sang anak tersebut belum buang air di sana, maka tidak ada masalah. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar