Prof. Soenarjo,
Menteri Dalam Negeri dari NU
Prof. Mr. R.H. A.
Soenarjo, selanjutnya Mr. Narjo adalah Menteri Dalam Negeri dari NU pada zaman
Orde Lama, penyelenggara pemilu pertama di Indonesia 1955. Ia juga salah
seorang tokoh pembangun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta, dan IAIN-IAIN lainnya yang pada perkembangannya menjadi Universitas
Islam Negeri (UIN).
Mr. Narjo adalah
putra dari seorang penghulu pada zaman penjajahan Belanda bernama Raden Iman
Nasiruddin Imamdipuro. Sebagaimana ayahnya, kakek Mr. Narjo, Zaenal Mustopo,
juga adalah seorang penghulu. Zaenal Mustopo dikenal sebagai seorang dermawan.
Dari kekayaannya, ia membangu sebuah masjid besar di tengah-tengah kota
Sragen.
Mr. Narjo lahir 15
Mei 1908 di Sragen. Pada masa kecilnya, ia menempuh pendidikan di sekolah umum
milik Belanda. Setamat di sekolah itu, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO, setingkat SMP) di Surakarta. Kemudian masuk ke Algemeene
Middelbare School (AMS, setingkat SMA) jurusan bahasa-bahasa timur yang juga di
Surakarta. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Rechts Hooge School (RHS,
Sekolah Tinggi Hukum). Ia tamat pada perguruan itu pada tahun 1941.
Pengetahuan agama ia
dapatkan dengan mengaji sehabis maghrib kepada ayahnya sendiri. Mengaji
dijalaninya selama tinggal bersama orang tuanya di Sragen. Kepada ayahnya ia
khatam belajar membaca Al-Qur’an. Kemudian ketika di Surakarta, ia mengaji di
Pesantren Manba’ul Ulum, Jamsaren, untuk beberapa waktu. Pelajaran ilmu agama
ia dapatkan juga dari K.R.T.P. Tapsiranom di Pengulon Solo.
Ketika di Jakarta,
meski ia tidak belajar ilmu agama secara khusus, ia sering bergaul dengan
tokoh-tokoh agama. Di samping itu, ia sering membaca buku-buku agama. Buku yang
banyak dibacanya adalah Tafsir Al-Quran dalam bahasa Belanda.
Mr. Narjo memulai
karirnya dengan bekerja sebagai pegawai Kantor Pusat Statistik Jakarta. Namun
tampaknya nasib telah menentukannya menjadi salah seorang pionir di Departemen
Agama, karena tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Panitera di Mahkamah Islam
Tinggi, wilayah Jawa dan Madura. Jabatannya kemudian diganti Moh. Djunaidi pada
tahun 1948.
Sebetulnya sejak
proklamasi kemerdekaan, Mr. Narjo tidak aktif mengemban jabatan itu karena ia
bersama Prof. Dr. A Rasjidi dan KH Fathurrohman Kafrawi diberi tugas mengatur
struktur Departemen Agama. Kemudian ia menjadi sekretaris jenderal departemen
tersebut pada Menteri KH Masykur dari NU.
Setelah masa perang
berlalu, Pemerintahan RI kembali ke Jakarta (sempat dipindahkan ke Yogyakarta),
ia diangkat Menteri Agama KH Wahid Hasyim menjadi Sekretaris Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri. Wahid Hasyim menugaskannya untuk membentuk PTAIN dalam
kedudukannya sebagai Pejabat Tinggi Departemen Agama.
Di samping jabatannya
pejabat tinggi Departemen Agama, ia juga memberikan kuliah pada mahasiswa. Mata
kuliah yang dipegangnya adalah “Asas-asas Hukum Tatanegara” dan “Asas-asas
Hukum Perdata”.
Kemudian Mr. Narjo
kemudian terjun ke area politik melalui Partai NU. Ia menjadi menteri mewakili
NU dalam beberapa kabinet. Ia tercatat menjadi Menteri Dalam Negeri mengganti
Prof. Hazirin mulai 19 November 1954 pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I dari
Partai Nasional Indonesia. Dalam Kabinet Burhanuddin Haraharap dari Masyumi ia
menduduki jabatan yang sama dan tetap mewakili NU (12 Agustus 1995 sampai
dengan 24 Maret 1956). Tapi ia mundur bersama seluruh menteri dari NU pada 19
Januari 1956.
Dalam kabinet Ali
Sastroamidjojo II dari Partai Nasional Indonesia, ia mengemban jabatan yang
sama mewakili NU sejak 9 Januari 1957. Sampai kabinet jatuh, ia merangkap
jabatan Menteri Kehakiman ad interim. Pada Kabinet Djuanda (Kabinet
Karya) menjabat Menteri Agraria. Pada kabinet yang sama, pada tahun 1958, ia
menjabat Menteri Agama ad interim.
Ia juga pernah
menjadi anggota Konstituante pada tahun 1956 sampai dengan 1959 mewakili Partai
NU. Jabatan lembaga legislatif ini diperolehnya lagi ketika ia menjadi anggota
DPR-GR pada tahun 1960 sampai dengan 1968 mewakili Golongan (cendekiawan). Ia
menjadi anggota DPR/MPR pada tahun 1978 sampai dengan 1982 dari Partai
Persatuan Pembangunan.
Dari hasil
perkawinannya dengan Hj. Umi Salamah (menikah tahun 1952), Mr. Narjo dikaruniai
empat putra dan empat putri. Seluruh putra dan putrinya berhasil lulus dari
Perguruan Tinggi. Tapi ia menekankan supaya anak-anaknya merasakan belajar ilmu
agama sebagaimana dirinya. KH Anwar Musyadad, ajengan asal Garut, Jawa Barat,
yang pernah jadi Wakil Rais Aam PBNU mengajar anak-anaknya dalam ilmu
agama.
Mr. Narjo meninggal
pada tahun 1996 Bethesda Yogyakarta karena serangan stroke. Ia dimakamkan di
Sragen di samping pusara istrinya. []
(Abdullah Alawi,
disarikan dari: Machasin, Lima Tokoh IAIN Sunan Kalijaga: Prof. Mr. R.H.A.
Soenarjo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar