Jumat, 14 Juli 2017

Nasaruddin Umar: Makna Esoterik Silaturahim



Makna Esoterik Silaturahim
Oleh: Nasaruddin Umar

SILATURAHIM berasal dari bahasa Arab dari dua akar kata, yaitu shilah dan rahim. Kata shilah dalam bahasa Arab berasal dari kata washala-yashilu-washlan, wushulan, shilah, yang secara harfiah berarti sampai ke..., menyambung, menggabungkan, dan berkelanjutan. Dari akar kata itu terbentuk sejumlah derivasi dan makna masing-masing. Apalagi jika dihubungkan dengan derivasi maknanya yang lebih besar (isytiqaq al-kabir), huruf wa-sha-la yang kemudian membentuk sejumlah kata seperti: washala (sampai, menyambung), washshala (menyampaikan), washil (tetap berfungsi), ittashala (berkelanjutan), shilah (perhubungan), washlun (tanda terima, resi), wushl (pertalian, perhubungan), washilah (keakraban, perkumpulan), wushul (suka atau banyak memberi), washil (menyambung), aushal (persediaan), maushil (tempat pengembangan), muwashil (perhubungan), dan shalat (salat).

Kata rahim berasal dari akar kata rahima-yarham-marhamah, yang secara harfiah berarti menaruh kasih, mencintai, menyayangi dengan sangat dalam. Dari akar kata ini muncul derivasi kata lain, misalnya rahmah (rahmat), al-Rahim (Maha Penyayang), dan al-Rahman (Maha Pengasih). Dari akar kata yang sama juga lahir kata rahim, yaitu organ reproduksi, baik yang berada di dalam perut perempuan (rahim mikrokosmos) maupun organ reproduksi alam raya (rahim makrokosmos), seperti perut bumi yang juga lazim disebut ibu pertiwi.

Cakupan dari berbagai makna derivasi silaturahim menjadi spirit atau roh silaturahim yang menggambarkan adanya kombinasi antara kekuatan (jalaliyyah) dan keindahan (jamaliyah). Kedua kombinasi itu sesungguhnya lambang kesempurnaan Tuhan (al-jam’iyyah al-Ilahiyyah). Dengan demikian, pengamalan silaturahim merupakan wujud implementasi sifat-sifat dan nama-nama indah Tuhan (al-asma’ al-husna’) di dalam diri.

Dalam bahasa populer silaturahim sering diartikan menyambung tali cinta kasih. Silaturahim sering diidentikkan dengan kata halalbihalal, mempunyai makna lebih dari sekadar bersalam-salaman antara satu dan yang lain. Konsep silaturahim di dalam Quran dan sebagaimana dipraktikkan Rasulullah SAW, bukan hanya dengan sesama umat Islam, atau sesama umat manusia. Namun, lebih luas dari itu, meliputi seluruh makhluk makrokosmos, mikrokosmos, dan makhluk spiritual.

Silaturahim tidak dipilah dan dibedakan oleh atribut-atribut primordial manusia, seperti agama, ras, etnik, suku-bangsa, negara, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan lain sebagainya. Silaturahim juga bisa diwujudkan dengan para makhluk spiritual, seperti dengan para arwah yang telah wafat, para malaikat, dan para jin. Bagi para sufi, juga mempunyai konsep silaturahim dengan Tuhan yang diistilahkan dengan taqarrub ilallah (pendekatan diri kepada Allah SWT). Semakin harmonis silaturahim kepada para pihak maka semakin tinggi kualitas dan martabat manusia itu. Semakin buruk silaturahim itu maka semakin buruk pula kualitas dan martabat hidup manusia itu.

Sedemikian dalam makna silaturahim ini maka Nabi pernah bersabda: "Kasih sayang itu tergantung di langit Arasy lalu ia berkata barang siapa yang menjalin hubungan denganku maka akan dihubungkan dirinya dengan Tuhan, sebaliknya barang siapa yang memutus silaturahim terhadapku maka Allah pun akan memutus hubungan dengannya." Dalam hadis lain dikatakan: "Barang siapa yang tidak menyayangi manusia maka Allah SWT tidak akan menjalin hubungan dengannya."

Di antara makna dan hakikat silaturahim ialah untuk memperpanjang umur, sebagaimana disabdakan Nabi bahwa silaturahim bisa memperpanjang umur. Apa yang dikatakan Nabi ini secara rasional bisa dipahami bahwa orang yang memiliki banyak kolega baik sudah barang tentu lebih banyak jembatan rahmat dan rezeki yang bisa dibangun. Terbukti di dalam kehidupan masyarakat bahwa orang yang memiliki relasi sosial yang luas dan baik masih tetap eksis hingga akhir hayatnya. []

MEDIA INDONESIA, 7 July 2017
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar