Jangan
Belajar Agama dari ‘Al-Qur'an dan Terjemahnya’
Ilmu-ilmu untuk
memahami ajaran Islam sangatlah banyak dan luas. Ilmu-ilmu tersebut hanya bisa
dipelajari dengan cara belajar langsung kepada para ahli agama (kiai, ulama)
yang memiliki spesialisasi di bidangnya masing-masing. Jika seseorang mau terus
menekuni satu spesialisasi bidang ilmu agama saja, niscaya umurnya akan habis
sebelum penguasaan ilmu tersebut sempurna.
Belajar ilmu-ilmu
terkait agama hanya melalui buku-buku/kitab-kitab tanpa guru (syekh) yang
berilmu mendalam, yang berpengalaman, yang mampu membimbingnya berpotensi
terjerumus dalam pemahaman agama yang sesat dan setidaknya sempit. Belajar
agama secara otodidak itu, tanpa disadari telah membawanya berada di jalan yang
dianggapnya benar. Padahal boleh jadi sebaliknya, ia sedang berjalan cepat
menapaki pemahaman agama yang salah karena salah paham yang akibatnya bisa
membahayakan kemanusiaan. Sudah berapa banyak bom bunuh diri dengan alasan mengamalkan
ayat-ayat tentang jihad dalam situasi damai?
Belajar mendalami
ajaran Islam secara langsung (talaqqi) kepada para ahlinya sangat bermanfaat.
Di antara manfaatnya adalah bahwa jiwa para murid selain akan langsung
tercerahkan, juga bisa langsung meneladani tutur kata dan sikap keseharian dari
para guru/syekhnya.
Apabila keteladanan
dari para guru ini terus berlangsung sepanjang waktu para murid belajar,
niscaya kalimat-kalimat bijak berdasarkan ilmu dan perilaku-perilaku mulia
menjadi terbiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya adalah
manusia-manusia berilmu agama sangat mendalam dan berakhlak mulia, seperti
selalu rendah hati, tidak merasa benar sendiri, tidak suka mencaci maki,
tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda, tidak mencari pengaruh dan
popularitas, serta tidak pula cinta berlebihan kepada jabatan dan kedudukan.
Seringkali ada orang
yang tidak menemukan guru ahli ilmu-ilmu agama yang bisa membimbingnya,
sehingga ia belajar agama kepada sembarang orang yang tidak diketahui kepada
siapa sebelumnya ia mendapatkan ilmu agama, tidak memiliki sanad (mata rantai)
keilmuan yang jelas bersambung. Berbeda halnya dengan para kiai, tuan guru,
ajengan di berbagai pondok pesantren lawas yang tersebar di seantero nusantara,
utamanya di tanah Jawa, yang mata rantai ilmu keagamaannya jelas diperoleh
secara bersambung dari para syekh/guru mereka sebelumnya.
Kepada mereka, yakni
para kiai alumni berbagai pesantrenlah atau kepada siapa saja yang ilmu-ilmu
agamanya diakui mendalam secara luas, seharusnya kita belajar memahami agama
sesuai keperluan, sehingga ilmu-ilmu agama dan ekspresi keberagamaan bermanfaat
untuk kemajuan, kemanusiaan, dan perbaikan keadaan.
Belajar agama sangat
tidak memadai, sangat mungkin salah paham dan membawa paham yang salah jika
hanya mengandalkan buku-buku agama terjemahan dan tidak pula cukup hanya dengan
membaca Al-Qur'an dan Terjemahnya. Sangat banyak ayat Al-Qur'an ditafsirkan
dengan pikiran sendiri yang seringkali tidak didasari ilmu, padahal maksudnya
hanya bisa dipahami setelah dijelaskan oleh hadits-hadits Nabi. Tersesatlah
pemahaman agama pembacanya karena mengandalkan arti terjemahan dengan
mengabaikan penjelasan ilmiah dari para mufasir. Maksud ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadits-hadits Nabi itu hanya dapat dipahami dengan benar dengan merujuk
berbagai referensi yang otoritatif atau berdasarkan penjelasan dari para ulama
dalam arti yang sesungguhnya.
Saat ini kekerasan
atas nama agama antara lain banyak dilakukan oleh orang yang baru belajar agama
kepada orang-orang yang tidak jelas sanad (mata rantai) ilmunya diperoleh dari
siapa dan tidak pula mendalam penguasaan ilmu agamanya. Mereka belajar
ayat-ayat Al-Qur'an dari terjemahan yang maksudnya disesuaikan dengan hawa
nafsunya sendiri, dipahami semau sendiri, dan disimpulkan sendiri
hukum-hukumnya tanpa proses-proses penalaran yang bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Ayat-ayat al-Qur'an
yang suci itu diperkosa dengan tafsiran yang sempit dan kaku, tanpa ilmu,
sehingga mereka menjadi manusia muslim yang keras terhadap siapa saja, dan
menyempitkan apa saja yang dilapangkan oleh Allah Ta'ala untuk para hamba-Nya.
Wallahu a ’lam. []
Kiai
Ahmad Ishomuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar