Maulid Nabi, Momentum
Teladani Kesantunan Dakwah Rasulullah
Nabi Muhammad SAW
adalah sosok yang sempurna akhlaknya. Ia diutus khusus memiliki misi untuk
menyempurnakan akhlak umat manusia di akhir zaman. Dalam sebuah dikutum hadis
disebutkan “Innama Buistu Liutammima Makaarimal akhlaq” yang berarti
“sesungguhnya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak.”
Akhlak adalah cermin
kepribadian seseorang. Baik buruk seseorang bisa diukur dari parameter
akhlaknya. Nabi Mauhmmad, dalam diktum hadits yang lain disebutkan, akhlaknya
adalah Al-Qur’an.
Sejalan dengan
beberapa diktum hadits di atas dan juga didasari pemahaman bahwa Islam adalah
yang selalu menancapkan spirit perjuangannya sebagai penebar kasih sanyang,
maka sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa dakwah sekaligus ajakan untuk
berbuat baik harus pula dilakukan dengan cara yang baik. Amar ma’ruf bil
ma’ruf, bukan sebaliknya sebagaimana yang masih banyak terjadi di kalangan umat
Islam “perkotaan” yang amar ma’ruf tapi dengan cara-cara yang munkar (amar
ma’ruf bil munkar).
Dakwah Islam yang
ramah tentu saja dengan menggunakan cara-cara yang tidak “marah”. Mengajak
dengan penuh kasih sayang. JIka ada yang “tersesat”, sekali lagi dalam etika dakwah
yang santun, seharusnya perilaku dan sikap kita adalah justru dengan cara
memeluk dan merangkulnya untuk kemudian mengajaknya ke jalan yang kita yakini
kebenarannya, bukan malah sebaliknya menyalahkan dan mencacimakinya.
Dalam konteks ini
perlu untuk kita kemukakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksa dan
mengancam dalam berdakwah. Beliau selalu bersikap tulus lagi lemah lembut.
Perilaku dakwah Nabi yang serba lemah lembut ini adalah cermin reflektif dari
potongan sebuah ayat Al-Quran yang letaknya persis di tengah-tengah mushaf yang
berbunyi “falyatalatthaf” yang artinya berperilakulah lemah lembut.
Dakwah sejati adalah
dakwah yang bertujuan meraih simpati dan bukan dengan cara-cara anarki.
Teladan lain selain
berdakwah yang ramah dari Nabi Muhamad SAW adalah diktum serta ajaran hijrahnya
sungguh sangat monumental. Kodrat makhluk hidup adalah selalu berhijrah serta
bertransformasi. Dalam Al-Qur’an dikenal sebuah kalimat minad dhulumati ilannur,
dari kegelapan menuju cahaya yang benderang.
Tanaman yang ada di
dalam rumah, ketika diletakkan di dekat jendela, pasti dalam perkembangannya ia
akan menjulurkan batang pohonnya untuk terus menuju ke luar jendela. Terus
menjulur menuju ke luar jendela adalah kodrat hijrah minad dhulumati ilannur
itu sendiri.
Dalam konteks
kehidupan beragama sebagai implementasi diktum hijrah ini yang perlu untuk kita
lakukan bersama adalah selalu berhijrah dan bertranformasi untuk memperbarui
pemahaman-pemahaman kita dalam beragama, baik dalam bentuk yang konseptual
maupun implementatif.
Atas dasar pemahaman
“hijrah” itulah para founding fathers NKRI membentuk negara ini bukan sebagai
negara agama, tapi ruh serta nilai-nilai keislaman menjadi nadi dalam
menjalankan aktivitas kebangsaan. Itu sebabanya tujuh kata dalam sila pertama
(Piagam Jakarta) dihapuskan dengan tanpa ada pertumpahan darah sama sekali.
Alakullihal, yang
utama dan terutama untuk dikedepankan dalam menjalani kehidupan beragama hari
ini adalah akhlakul karimah. Umat Islam harus menjadikan akhlak sebagai
panglima terrtinggi dalam beraktivitas sehari-hari. Islam adalah agama yang
ramah, penebar kasih sayang, bukan agama marah dan penebar kebencian.
PBNU, dalam konteks
peringatan maulid Nabi Muhammad SAW ini, mengajak segenap umat Islam untuk
selalu meneladani sikap-sikap Nabi Muahammad SAW yang selalu mendahulukan
akhlak di atas fiqih, selalu memiliki ruang dialog yang diskursif, selalu
bersikap toleran terhadap perbedaan, dan selalu menjunjung tinggi martabat,
harkat sekaligus nilai-nilai kemanusiaan. []
Jakarta, 28 Desember
2015
Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama
Prof. Dr. KH. Said
Aqil Siroj, MA
Ketua Umum
Dr. Ir. H. Helmy
Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar