Senin, 14 Desember 2015

(Ngaji of the Day) Menikah dengan Nama Baru, Sahkan Bercerai dengan Nama Lama?



Menikah dengan Nama Baru, Sahkan Bercerai dengan Nama Lama?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. Wb. Seseorang perempuan menikah dengan nama baru (pemberian kiai) dan di akta nikahnya tertulis sesuai dengan nama aslinya. Kemudian terjadi perceraian, di Pengadilan Agama digunakan nama sesuai dengan akta nikah tersebut. Sahkah perceraian tersebut, karna nama yang berbeda waktu akad nikahnya...terima kasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Tabrani – Kuala Tungkal

Jawaban:

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Dalam sebuah kehidupan rumah tangga perceraian merupakan hal yang sangat tidak diinginkan. Tetapi memang akhir-akhir sepengetahuan kami tingkat perceraian pasangan suami-isteri sangat tinggi. Padahal kita juga semua sudah mengetahui bahwa perceraian meskipun halal tetapi merupakan hal yang Allah swt tidak sukai.

أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ

“Perkara halal yang paling dibenci Allah swt adalah cerai” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Sedangkan mengenai seseorang perempuan menikah dengan nama baru (pemberian kiai) dan di akta nikahnya tertulis sesuai dengan nama aslinya. Kemudian terjadi perceraian, di Pengadilan Agama digunakan nama sesuai dengan akta nikah tersebut, maka hemat kami merupakan kasus yang menarik. Sebab, biasanya yang kami temui adalah perceraian tetapi dengan menggunakan nama yang tidak tertera di KTP atau dalam akta nikah.

Hal yang harus dipahami dalam kasus perceraian ini adalah bahwa saat menikah dengan menggunakan nama baru pemberian sang kyai itu sebenarnya adalah nama lain dari nama yang sudah ada. Dengan kata lain, namanya lebih dari satu, tetapi individunya (musamma) adalah sama.

Dalam pandangan kami, perceraian tersebut tetap sah, meskipun dengan nama yang tidak tersebut pada saat akad nikah. Sebab, yang menjadi acuan dalam hal ini adalah bukan namanya, tetapi yang diberi nama atau individunya. Nama boleh saja berbeda, tetapi orangnya tetap sama. Karena itu acuannya adalah orangnya (al-musamma), bukan nama itu sendiri.

  اَلْعِبْرَةُ بِالْمُسَمَّى لَا بِالْاِسْمِ

“Yang menjadi acuan pokok adalah yang disemati (al-musamma), bukan nama (al-ism) itu sendiri” (Lihat, Ali bin Sulthan Muhammad al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, 13, h. 66)

Demikian jawaban singkat ini yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami jangan lakukan perceraian kecuali memang sudah tidak ada jalan lain. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar