Tidak Harus Tunggu James dan Sakhira Menua
Oleh:
Dahlan Iskan
Memang Colombia melahirkan penyanyi waka-waka Sakhira
dan bintang Real Madrid James Rodriguez, tapi dua alasan berikut inilah yang
membuat Kolombia menjadi bintang baru dalam model pembangunan ekonomi sebuah
negara miskin.
Pertama, pemerintah Kolombia berhasil mengatasi
mafia cocain di Medellin yang begitu melegenda. Dengan tokoh utamanya Pablo
Escobar itu.
Zaman kartel yang mengerikan berhasil dilewati.
Meski korban tewas sudah terlanjur begitu besar: tiga calon presiden, satu
jaksa agung, satu menteri hukum, 120 hakim, belasan wartawan dan 1.200 polisi.
Semua tewas di tangan mafia.
Kedua, pemberontakan bersenjata hampir di
seluruh negeri yang berlangsung 50 tahun terakhir sudah reda. Juga setelah
membawa korban lebih 600.000 di kedua belah pihak. Bulan lalu nota perdamaian
ditandatangani.
Maret tahun depan adalah final
perdamaiannya. Setelah DPR menyetujui RUU perdamaian itu.
Aman, damai, stabil dan tidak gaduh adalah
kunci utama dimulainya era pembangunan ekonomi di Kolombia. Yang sekarang gegap
gempita. Kini investor dari seluruh dunia mengincar Kolombia. Di segala bidang.
Tiongkok baru saja memenangkan proyek jalan tol 200 km.
Infrastruktur di Kolombia memang masih
ketinggalan. Untung penduduknya tidak terlalu besar seperti kita. Hanya 48
juta. Tapi wilayah utamanya yang penuh perbukitan menjadi faktor penyulit
pembangunan. Di samping menjadi faktor daya tarik karena bukan main indahnya.
Separo wilayah negeri itu bak Priangan semua: hijau, indah, sejuk,
bergunung-gunung.
Untuk menerobos kesulitan itu Kolombia
meluncurkan paket kontrak 4G. Peraturan dirombak. Keterbukaan tender dibuat
telanjang. Hasilnya, 4 tahun terakhir ini saja berhasil ditandatangani kontrak
proyek PPP (Public Private Partnership) sebanyak 26 proyek. Termasuk terowongan
menembus gunung 8,7 km dan jembatan antar gunung sepanjang Suramadu: 4,7 km.
Sambil berbincang bersama Wakil Menteri
Perhubungan Kolombia dan Dubes Indonesia Nien Tri Mulyani di Bogota Senin
lalu saya teringat sesuatu: selama 10 tahun terakhir Indonesia hanya berhasil
menandatangani satu proyek PPP.
Saya tahu karena yang satu itu memang yang jadi
tanggungjawab saya saat itu. Puluhan lainnya, termasuk pemanfaatan air umbulan
di Jatim, masih terhambat birokrasi. Sampai sekarang.
Apakah pembebasan tanahnya tidak masalah?
Bukankah demokrasi Kolombia juga multi partai yang tidak pernah ada pemenang
mutlaknya? Bukankah pemilihan presiden, gubernur dan walikotanya juga dilakukan
secara langsung?
Benar. Tapi sudah diterobos. Harga tanah yang
terkena proyek misalnya, ditentukan lembaga independen. Penentuan harganya
sangat fair. Pemilik tanah yang tidak mau terkena proyek diberi waktu 25 hari.
Lewat dari itu justru hanya akan dibayar 50 persennya!
Ribuan proyek lagi dilelang. Untuk mengejar
ketinggalan. Jarak dua kota terbesarnya (Bogota-Medellin) yang hanya 30 menit
lewat udara harus ditempuh selama 12 jam jalan darat.
Semua penghambat diatasi. Jabatan politik
dibatasi. Gubernur, bupati dan wali kota hanya boleh menjabat satu periode. Itu
pun hanya empat tahun. Masa jabatan presiden pun juga hanya akan boleh satu periode,
6 tahun. Presiden sekarang, Juan Manuel Santos, adalah presiden terakhir yang
boleh menjabat dua periode.
Kolombia memang jauh dari Indonesia. Tapi
negara itu akan maju tidak lama lagi. Itulah yang akan membuatnya terasa dekat.
Tidak salah kita satu-satunya negara Asia Tenggara yang punya kedutaan di sana.
Politiknya, hobi pindah partainya, kulturnya,
pembawaan orangnya, tahapan kelas ekonominya, keramahan penduduknya, suka ngomongnya,
begitu mirip dengan kita. Hanya saja Kolombia sudah punya Rene Heguita, James
Rodriguez dan Sakhira.
Menarik untuk terus dilihat dan dibandingkan:
Indonesia dan Kolombia. Siapa yang akan lebih maju 15 tahun yang akan datang.
Saat James dan Sakhira sudah tua. (***)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar