Hadji Ismail Pilih
Dipenjarakan di Kalisosok
Keluarga Hadji
Ismail, salah satu korban LP Kalisosok Reg No. D385 sebagaimana dokumen asli
Bewijs van on tslag dari Directeur Strafgey Angenis En Huis Van Bewaring
Soerabaja mendukung Walikota Surabaya akan merevitalisasi cagar budaya
tersebut.
Sudah bertahun-tahun
Pemkot Surabaya ingin mengambil alih bangunan cagar budaya yang kini dimiliki
PT Fairco Jaya Dwipa itu. Walikota Risma memimpikan bangunan peninggalan
Belanda dihidupkan kembali. Bukan sebagai penjara, tapi sebagai objek wisata
sejarah sekaligus fasilitas publik. Mendapat angin segar dari Risma, Hendro
Bappeko menawarkan agar lahan itu di-ditaksir dulu.
Menurutnya, ada
tahapan yang harus dilalui sebelum pemkot benar-benar membeli lahan dan
bangunan eks penjara Kalisosok itu. Kata Hendro, apapun itu penawaran dari
investor, pemkot akan tetap mengkaji, termasuk status tanahnya. ”Ada tahapannya
dong. Pertama kita taksir dulu harganya. Apakah masuk akal. Kemudian yang
terpenting, konsep ke depan Kalisosok mau dijadikan apa. Sampai saat ini belum
ada kajian,” ungkapnya.
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Surabaya yang lebih dikenal dengan Lapas Kalisosok
Surabaya mulai dibangun pada tahun 1808 oleh Daendels pada masa awal
kekuasaannya, dengan biaya 8.000 gulden. dibangun pada tahun 1908 Daendels
hanya membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan proyek ini. Gedung
penjara peninggalan Gubernur Jenderal Herman Williams Daendels ini masih
berdiri kokoh. Beberapa menara pengawasnya pun masih tampak menjulang. Bagian
depannya pun masih menyisakan kemegahan gaya arsitektur kolonial di zamannya.
Bangunan bersejarah itu menempati sebuah lahan seluas 3,5 hektar, oleh Pemerintah
Kolonial Belanda sebagai penjara bagi orang-orang pribumi yang melakukan
perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda waktu itu, di dalam Lapas
terdapat 2 buah makam pribumi sebagai saksi perjuangan melawan pemerintah
kolonial Belanda. Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok Kelas I Surabaya dengan
alamat Jl. Penjara No. 7 pada sekitar tahun 1987 alamat berubah menjadi Jl.
Kasuwari 7 Surabaya.
Dalam perjalanan
perkembangannya Kota Surabaya pada tahun 1997 Lapas Kelas I Kalisosok Surabaya
dibangunkan di Desa Kebonagung Kec. Porong Kab. Sidoarjo, berdiri diatas lahan
seluas 170.000 m2, hasil Ruilslagh antara Kanwil Departemen Kehakiman
Jawa Timur dengan PT. Fairco Jaya Dwipa Jakarta, Lembaga Pemasyarakatan Kelas I
Kalisosok Surabaya di Porong Sidoarjo resmi ditempati pada tanggal 20 April
2000 dengan alamat Ds. Kebonagung Kec. Porong Kab. Sidoarjo sampai sekarang.
Penjara Kalisosok
adalah bekas penjara yang terletak di kawasan utara Surabaya, Indonesia.
Penjara ini dibangun pada masa pendudukan Belanda dan pernah digunakan menjadi
tempat penahanan sejumlah tokoh kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, Wage
Rudolf Soepratman dan Kiai Haji Mas Mansur. Tokoh yang terakhir disebutkan
bahkan wafat di penjara ini pada tahun 1946.
Salah satu korban
lainnya yang keluarganya di Lasem (Pustaka Sambua) masih menyimpan bukti
dokumen asli yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda yang berkompeten
sebagaimana beschikking terlampir adalah Hadji Ismail. Beliau pedagang beras
penduduk Desa Ujung Piring Barat Bangkalan Madura berasal dari Desa
Mengarih Bungah Gresik berpengalaman seluk beluk jalur Surabaya, tertangkap
tentara Belanda di perahu saat menyusup mengantar kebutuhan logistic pangan
untuk Tentara Indonesia. Saat bersamanya antara lain Tentara Indonesia
berpangkat kapten dan yang dikenal namanya Letnan Himin yang di akhir hiduppnya
tinggal di Kampung Saksak dekat Kantor Pos Bangkalan bersahabat karib dengan
almarhum sampai akhir hidupnya.
Saat diintrogasi
langsung dibebaskan jika mau berkolaborasi dengan Belanda, tapi yang diketahui
keduanya tetap bersikukuh membela NKRI akhirnya dijebloskan ke Penjara LP
Kalisosok sesuai kesaksian hidup H.Bakri, H.Fadli dan H.A.Hamid Ismail (pernah
menjadi Ketua PCNU), ketiganya putra almarhum saat itu masih kecil dan
bukti arsip Belanda tersebut, akhirnya Hadji Ismail dipenjara di LP Kalisosok
sejak tahun 1946 sampai 1948 saat itu Surabaya masih dikuasai Belanda, keduanya
kemudian bebas setelah menjalani masa tahanan yang cukup lama, sesuai putusan
sewaktu-waktu bisa ditahan kembali.
Bangkalan, 10 Agustus
2014
Abdullah Hamid, cucu
Hadji Ismail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar