Jumat, 04 Desember 2015

(Ngaji of the Day) Shalat Jum’at di Daerah Terpencil



Shalat Jum’at di Daerah Terpencil

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh. Ustadz yang dirahmati Allah. Seseorang yang berprofesi sebagai PNS di tempat terpencil dan mayoritas non muslim, bagaimanakah hukum shalat Jumatnya karena untuk mencapai masjid terdekat butuh waktu 12 jam. Apakah boleh diganti dengan shalat dhuhur?

Muhammad Irfan Efendi

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh
Saudara Muhammad Irfan Efendi yang dirahmati Allah. 

Shalat Jum’at merupakan keharusan yang wajib dilaksanakan bagi ahlinya. Dalam sebuah hadis yang dirwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai dinyatakan bahwa barang siapa yang meninggalkan shalat jum’at tanpa udzur selama tiga kali berturut-turut ia telah ditutup pintu hatinya oleh Allah swt untuk melaksanakan kebaikan.

من ترك ثَلَاث جمع تهاونا طبع الله على قلبه

Sauadara penanya yang kami hormati.

Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan ahli Jum’at adalah  mereka yang telah memenuhi kriteria syarat wajib Jum’at yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, pria,  dalam kondisi sehat, dan berdomisili tetap (istithan) di daerah yang telah sah mendirikan shalat Jum’at.  Dalam pandangan fiqih klasik, radius daerahnya adalah masih mendengar seruan adzan atau panggilan untuk shalat Jum’at (+/ 1,5 sampai dengan 2,5 KM). Bagi mereka yang telah memenuhi kriteria syarat wajib Jum’at ini  dihukumi fardhu ain untuk melaksanakannya.

Selanjutnya menanggapi pertanyaan saudara mengenai shalat Jum’at orang yang jauh dari tempat didirikannya pelaksanaan shalat Jum’at tersebut, kami berpandangan bahwa PNS tersebut tidak wajib shalat Jum’at dan harus shalat dhuhur karena syarat-syarat yang belum terpenuhi. Dalam kitab Kifayat al-Ahyar disebutkan:

 احْتَرز بِهِ عَن غير المستوطن كالمسافر وَنَحْوه فَلَا جمعة عَلَيْهِم كالمقيم فِي مَوضِع لَا يسمع النداء من الْموضع الَّذِي تُقَام فِيهِ الْجُمُعَة

Artinya: “Dikecualikan dari kategori istithan, mereka yang tidak berdomisili tetap seperti musafir dan yang lain. Maka tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi mereka seperti pula orang yang berdomisili di daerah/kawasan yang tidak mendengar seruan adzan dari daerah yang  telah (sah) mendirikan Jum’at.”

Kasus semacam ini pula yang pernah dialami oleh Rasulullah saw saat diturunkan wahyu mengenai kewajiban Jum’at. Mengingat belum terpenuhinya syarat pendirian shalat jum’at, beliau belum dapat melaksanakannya, sementara kaum muslimin yang berada di Madinah telah melaksanakan kewajiban shalat Jum’at yang dipimpin oleh As’ad bin Zurarah sebagaimana diterangkan dalam kitab Fath al-Mu’in serta kitab-kitab yang lain.

Mudah-mudahan jawaban ini bermanfaaat. Amin.

Maftukhan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar