Shalat Jum’at di Daerah
Terpencil
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh.
Ustadz yang dirahmati Allah. Seseorang yang berprofesi sebagai PNS di tempat
terpencil dan mayoritas non muslim, bagaimanakah hukum shalat Jumatnya karena
untuk mencapai masjid terdekat butuh waktu 12 jam. Apakah boleh diganti dengan
shalat dhuhur?
Muhammad Irfan Efendi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh
Saudara Muhammad Irfan Efendi yang dirahmati
Allah.
Shalat Jum’at merupakan keharusan yang wajib
dilaksanakan bagi ahlinya. Dalam sebuah hadis yang dirwayatkan oleh Abu Dawud,
at-Tirmidzi dan an-Nasai dinyatakan bahwa barang siapa yang meninggalkan shalat
jum’at tanpa udzur selama tiga kali berturut-turut ia telah ditutup pintu
hatinya oleh Allah swt untuk melaksanakan kebaikan.
من
ترك ثَلَاث جمع تهاونا طبع الله على قلبه
Sauadara penanya yang kami hormati.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa yang
dimaksud dengan ahli Jum’at adalah mereka yang telah memenuhi kriteria
syarat wajib Jum’at yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, pria, dalam
kondisi sehat, dan berdomisili tetap (istithan) di daerah yang telah sah mendirikan
shalat Jum’at. Dalam pandangan fiqih klasik, radius daerahnya adalah
masih mendengar seruan adzan atau panggilan untuk shalat Jum’at (+/ 1,5 sampai
dengan 2,5 KM). Bagi mereka yang telah memenuhi kriteria syarat wajib Jum’at
ini dihukumi fardhu ain untuk melaksanakannya.
Selanjutnya menanggapi pertanyaan saudara
mengenai shalat Jum’at orang yang jauh dari tempat didirikannya pelaksanaan
shalat Jum’at tersebut, kami berpandangan bahwa PNS tersebut tidak wajib shalat
Jum’at dan harus shalat dhuhur karena syarat-syarat yang belum terpenuhi. Dalam
kitab Kifayat al-Ahyar disebutkan:
احْتَرز
بِهِ عَن غير المستوطن كالمسافر وَنَحْوه فَلَا جمعة عَلَيْهِم كالمقيم فِي مَوضِع
لَا يسمع النداء من الْموضع الَّذِي تُقَام فِيهِ الْجُمُعَة
Artinya: “Dikecualikan dari kategori
istithan, mereka yang tidak berdomisili tetap seperti musafir dan yang lain.
Maka tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi mereka seperti pula orang yang
berdomisili di daerah/kawasan yang tidak mendengar seruan adzan dari daerah
yang telah (sah) mendirikan Jum’at.”
Kasus semacam ini pula yang pernah dialami
oleh Rasulullah saw saat diturunkan wahyu mengenai kewajiban Jum’at. Mengingat
belum terpenuhinya syarat pendirian shalat jum’at, beliau belum dapat
melaksanakannya, sementara kaum muslimin yang berada di Madinah telah
melaksanakan kewajiban shalat Jum’at yang dipimpin oleh As’ad bin Zurarah
sebagaimana diterangkan dalam kitab Fath al-Mu’in serta kitab-kitab yang lain.
Mudah-mudahan jawaban ini bermanfaaat. Amin.
Maftukhan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar