Jumat, 11 Desember 2015

(Taushiyah of the Day) Mabadi Khaira Ummah



Mabadi Khaira Ummah

Gerakan pengembangan ekonomi di NU terus digiatkan mengingat hanya dengan upaya itu NU berkembang secara mandiri. Apa yang saat itu dikenal dengan economischemobilisatie, adalah upaya untuk mengembangkan ekonomi rakyat. Namun demikian usaha ini juga mencakup bidang eksor impor dengan mendirikan importhandel dan exporthendel yang mengatur seluruh perdagangan luar negeri. Demikian diputuskan dalam Muktamar NU di Menes Banten 1938.

Untuk menindaklanjuti hal itu maka pada Muktamar NU di Magelang1939 ditetapkanlah prinsip-prinsip pengembangan sosial dan ekonomi yang tertuang dalam Mabadi Khaira Ummah, yaitu pertama, ash-shidqu (benar) tidak berdusta; kedua, al-wafa bil ‘ahd (menepati janji) dan ketiga at-ta’awun (tolong-menolong). Ini dikenal dengan ”mabadi khaira ummah ats-Tsalasah” (Trisila Mabadi). Sebagai kelanjutan usaha itu pada tahun 1940, Ketua HB NU KH Machfud Shiddiq penggagas mabadi ini berkunjung ke Jepang untuk melakukan kerja sama ekonomi.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ekonomi, maka kemudian dalam Munas NU di Lampung 1992 mabadi khaira ummah ats-tsalatsah itu dikembangkan lagi menjadi mabadi khaira ummah al-khamsah (Pancasila Mabadi) dengan menambahkan prinsip ‘adalah (keadilan) dan istiqamah (konsistensi, keteguhan). Bahkan menurut KH Ahmad Siddiq dalam negara yang berdasarkan Pancasila maka mabadi ini digunakan sebagai sarana mengembangkan masyarakat Pancasila, yaitu masyarakat sosialis religius yang dicita-citakan oleh NU dan oleh negara.

Prinsip pengembangan sosial ekonomi yang dirumuskan para ulama ini kelihatannya sangat sederhana, tetapi memiliki arti yang  sangat  besar dan sekaligus mendalam. Sesuai dengan prinsip bisnis modern, maka as-shidqu (trust) memiliki posisi  sangat  penting dalam pengembangan bisnis. Apalagi wafa bil ahd (menepati janji)  merupakan  indikasi bonafide tidaknya sebuah organisasi atau lembaga bisnis. Prinisip keadilan dan konsistensi sangat perlu ditegaskan saat ini karena di tengah sistem kapitalis, keadilan menjadi  sangat  langka, karena itu perlu ditegaskan kembali.

Bagaimanapun seringkali masalah moral ekonomi diabaikan dalam kenyataan. Semua masyarakat menghendaki adanya moral dalam ekonomi, justru karena semakin langka itu kehadirannya semakin dibutuhkan, karena hal itu yang akan memungkinkan ekonomi berjalan, ketika hukum masih bisa dipercayai, ketika transaksi masih bisa dipegangi dan ketika kesepakatan masih bisa saling dihormati. Prinsip moral yang melandasi keseluruhan relasi sosial terutama dalam bidang ekonomi itulah yang dikehendaki oleh mabadi khaira ummah, untuk menciptakan kehidupan saling percaya sehingga memungkinkan dilakukan kerja sama.

***

Mabadi Khaira Ummah

Perlu dicermati perbedaan konteks zaman antara masa gerakan mabadi khaira ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat  besar dan mendasarnya  perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya denangan perkembangan kebutuhan interal NU sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan mabadi khaira ummah yang pertama agar lebih jumbuh dalam konteks kekinian.

Jika semula mabadi khaira ummah tiga butir, maka dua butir perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan kontemporer, yaitu ’adalah dan istiqamah, yang dapat pula disebut dengan al-Mabadi al-Khamsah dengaan kerincian berikut ini:

Ash-shidqu. Butir ini mengandung arti kejujuran  atau  kebenaran, kesunguhann. Jujur dalam arti satunya kata dengan perbuatan ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan  yang dibatin. Tidak memutarbalikkan fakta dan meberikan informasi yang menyesatkan, jujur saat berpikir dan bertransaksi. Mau mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.

Al-amanah wal wafa bil ‘ahdi. Yaitu melaksanakan semua beban yang harus dilakukan terutama hal-hal yang sudah dijanjikan. Karena itu kata tersebut juga diartikan sebagai dapat dipercaya dan setia dan tepat pada janji, baik bersifat diniyah maupun ijtimaiyah. Semua ini untuk menghindarkan berapa sikap buruk seperti manipulasi dan berkhianat. Manah ini dilandasi kepatuhan dan ketaatan pada Allah.

Al’Adalah. Berarati bersikap obyektif, proporsional dan taat asas, yang menuntut setiap orang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, jauh dari pengaruh egoisme, emosi pribadi dan kepentingan pribadi. Distorsi semacam itu bisa menjerumuskan orang pada kesalahan dalam bertindak. Dengan sikap adil, proporsional dan obyektif relasi sosial dan transaksi ekonomi akan berjalan lancar saling menguntungkan.

At–ta’awun. Tolong-menolong  merupakan  sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Ta’awun berarti bersikap setiakawan, gotongroyong dalam kebaikan dan dan taqwa. Ta’awaun mempunyai arti timbal balik, yaitu memberi dan menerima. Oleh karena itu sikap ta’awun mendorong orang untuk bersikap kreatif agar memiliki sesuatu untuk disumbangkan pada yang lain untuk kepentingan bersama, yang ini juga berarti langkah untuk mengkonsolidasi masyarakat.

Istiqamah, dalam pengertian teguh, jejeg ajek dan konsisten. Tetap teguh dengan ketentuan Allah dan Rasulnya dan tuntunan para salafus shalihin dan aturan main serta rencana yang sudah disepakati bersama. Ini juga berarti kesinambungan dan keterkaitan antara satu periode dengan periode berikutnya, sehingga kesemuanya  merupakan  kesatuan yang saling menopang seperti sebuah bangunan. Ini juga berarti bersikap berkelanjutan dalam sebuah proses maju yang tidak kenal henti untuk mencapai tujuan.

Kebangkitan kembali prinsip mabadi khaira ummah ini didorong oleh kebutuhan-kebutuhan dan tantangan nyata yang dihadapi oleh NU khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Kemiskinan dan kelangkaan sumber daya manusia, kemerosotan budaya dan mencairnya solidaritas sosial adalah keprihatinan yang dihadapi bangsa Indonesia umumnya dan NU pada khususnya. Sebagai nilai-nilai universal butir-butir mabadi khaira ummah dapat dijadikan sebagai jawaban langsung bagi problem-problem sosial yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini. []

 *) Diikhtisarkan dari Muktamar NU di Magelang 1939 dan Munas NU di Lampung 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar