Kamis, 17 Desember 2015

(Ngaji of the Day) Orang Pemarah Teladani Siapa?



Orang Pemarah Teladani Siapa?

Marah merupakan tabi’at yang tidak bisa hilang dalam diri manusia. Ia seakan-akan sudah manunggaling dengan jiwa manusia. Siapapun sebenarnya memiliki potensi marah. Walaupun marah tidak bisa dilenyapkan dari tubuh manusia ia mesti selalu dikontrol dan dikendalikan.

Kepada manusia, Allah SWT mengaruniai akal yang berfungsi untuk menuntun amarah. Bila ada manusia yang tidak mampu mengontrol amarahnya, berarti ia belum mampu mengoptimalkan kinerja akalnya.

Banyak literatur keislaman menyebutkan bahwa mengendalikan amarah terbilang perbuatan yang mulia. Namun, fakta di lapangan sangat sedikit sekali orang yang mampu menerapkan ajaran ini secara total. Memang rasanya tidak mudah menahan amarah ketika ada orang zhalim dan menyakiti kita apalagi perbuatan itu dilakukan berulang-ulang kali.

Sebab itu Imam al-Ghazali membuat bahasan khusus tentang bahaya amarah dan kiat menghilangkannya dalam Ihya Ulumiddin. Bahasan ini kemudian disarikan oleh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi dalam Mau’idzatul Mu’minin. Al-Qasimi menyebutkan dalam kitab ini bahwa salah satu cara yang bisa ditempuh untuk meredam amarah ialah sebagai berikut.

أن يتفكر في قبح صورته عند الغضب بأن يتذكر صورة غيره في حالة الغضب، ويتفكر في قبح الغضب في نفسه، ومشابهة صاحبه للكلب الضاري والسبع العادي، ومشابهة الحليم الهادي التارك للغضب للأنبياء والأولياء والعلماء والحكماء، ويخير نفسه بين أن يتشبه بالكلاب والسباع وأراذل الناس، وبين أن يتشبه بالعلماء والأنبياء في عادتهم، لتميل نفسه إلى حب الإقتداء بهؤلاء إن كان قد بقي معه مسكة من عقل

Di antara cara menghilangkan marah ialah membayangkan buruknya rupa orang yang sedang marah sembari membayangkan bentuk wajah orang lain ketika marah. Jeleknya wajah orang yang sedang marah itu ditanamkan dalam hati dan jika diperhatikan wajahnya hampir serupa dengan binantang buas.

Sementara orang yang sabar diberi petunjuk, dan mampu menahan amarah. Rupanya disamakan dengan para nabi, wali, ulama, dan orang-orang bijak. Ia diberi pilihan apakah mau disamakan dengan binatang buas atau manusia yang paling jelek, atau dengan ulama dan para nabi. Tujuan penyamaan ini adalah agar hati mereka cenderung untuk mengikuti nabi, wali, dan para ulama selama akal sehat masih ada dalam dirinya.

Kutipan ini sekaligus sindiran dan solusi bagi orang yang suka marah. Wajahya disamakan dengan binatang buas. Sedangkan orang yang pandai menahannya diumpakan karakternya dengan para nabi dan wali.

Bagi orang yang berakal tentu ungkapan ini akan membuat mereka berubah. Sebab pada dasarnya tidak ada manusia yang mau disamakan dengan binatang. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa Islam identik dengan keramahan, bukan kemarahan. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar