Tayamum dengan Debu di Kursi Kendaraan, Cukupkah?
Tayamum merupakan salah satu cara untuk menyucikan diri dari hadats kecil dan hadats besar tatkala tidak ditemukan air yang dapat digunakan untuk wudhu’ atau ditemukan air tapi tidak dapat digunakan oleh seseorang karena adanya uzur. Dalil-dalil tentang tayamum ini terbilang banyak, salah satunya seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:
وَإنْ
كُنْتُمْ مَرْضَى أو على سَفَرٍ أو جَاءَ أحَدٌ مِنْكُمْ من الغَائطِ أو لامَسْتُم
النِّسَاءَ فلمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً فَامْسَحُوا
بِوجُوهِكُمْ وَأيْديكمْ إنَّ اللَّهَ كَانَ عَفوَّاً غَفورَاً
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak menemukan air, maka
bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu. Sesungguhnya Allah Maha-Pemaaf lagi Maha-Pengampun,” (QS An
Nisa’: 43).
Menurut mazhab Syafi’i, tayamum hanya sah dengan menggunakan debu yang dapat
berhambur (lahu ghubar) yang dapat melekat pada wajah dan tangan. Hal ini
seperti yang dijelaskan oleh Imam Asy-Syairazi:
ولا
يجوز التيمم الا بتراب طاهر له غبار يعلق بالوجه واليدين
“Tidak diperbolehkan bertayamum kecuali dengan debu suci yang dapat berhamburan
dan menempel pada wajah dan kedua tangan,” (Abu Ishaq Asy-Syairazi, at-Tanbih
Fi al-Fiqh asy-Syafi’i, hal. 20)
Lantas sebenarnya bagaimana batasan debu yang dapat berhambur yang sah untuk
digunakan tayamum ini? Apakah debu yang menempel pada kursi kendaraan dianggap
cukup untuk tayamum?
Para ulama sebenarnya tidak membatasi secara khusus debu yang dapat digunakan
untuk tayamum dalam kategori tertentu. Asalkan debu tersebut suci, dapat
berhambur di udara, dan bukan debu bekas tayamum (musta’mal). Sehingga, di
manapun seseorang mendapatkan debu yang menempel di tangannya, selama memenuhi
kriteria di atas maka dapat digunakan untuk tayamum.
Misalnya ketika seseorang meraba sebuah benda seperti bebatuan, tembok, baju
atau kain yang sudah usang, lalu menempel debu yang melekat di tangannya, maka
debu tersebut dapat digunakan untuk tayamum, sebab sejatinya debu yang menempel
pada benda-benda itu berasal dari tanah yang berhamburan karena hempasan udara.
Sebaliknya, jika debu itu tak didapati di benda-benda tersebut maka jelas tidak
dapat digunakan untuk tayamum. Hal demikian sebagaimana diulas dalam kitab
al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah berikut:
ويجوز
أن يتيمم من غبار تراب على صخرة أو مخدة أو ثوب أو حصير أو جدار أو أداة ، قالوا :
لو ضرب بيده على حنطة أو شعير فيه غبار ، أو على لبد أو ثوب أو جوالق أو برذعة
فعلق بيديه غبار فتيمم به جاز ، لأنهم يعتبرون التراب حيث هو ، فلا فرق بين أن
يكون على الأرض أو على غيرها ، ومثل هذا لو ضرب بيده على حائط أو على حيوان أو على
أي شيء كان فصار على يده غبار- أما إذا لم يكن على هذه الأشياء غبار يعلق على اليد
فلا يجوز التيمم بها
“Boleh bertayamum dengan hamburan debu yang terdapat pada batu, bantal, baju,
keset jerami, tembok, atau peralatan. Para ulama berkata: ‘Jika seseorang
menempelkan tangannya pada biji gandum yang terkandung debu yang berhambur,
atau pada kain, baju, cawan atau pada pelana kuda, lalu menempel pada kedua tangannya
hamburan debu dan ia tayamum dengan hamburan tersebut, maka hal tersebut
diperbolehkan, sebab para ulama menjadikan pijakan debu (yang sah untuk
tayamum) di mana pun berada.
Maka tidak ada perbedaan apakah debu tersebut berada di tanah ataupun di tempat
lainnya. Sama halnya seseorang menempelkan tangannya pada tembok, hewan, atau
benda apa pun lalu pada tangannya terdapat hamburan debu. Adapun ketika pada
benda-benda di atas tidak terdapat hamburan debu yang menempel pada tangannya,
maka tidak boleh digunakan untuk tayammum,” (Kementrian Wakaf dan Urusan
Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 31, hal. 134).
Ketentuan hukum di atas juga berlaku ketika diterapkan dalam menyikapi
debu-debu yang menempel pada kursi kendaraan, seperti mobil, bus ataupun
pesawat. Jika saat menempelkan tangan pada kursi kendaraan terdapat debu yang
melekat di tangan dan debu tersebut dapat berhamburan (ghubar) maka dapat
digunakan untuk tayamum.
Namun demikian, mesti dicatat bahwa jumlah debu di permukaan kursi kendaraan
itu mesti mencukupi untuk meratakannya pada wajah dan kedua tangan, sebab
meratakan wajah dan kedua tangan merupakan salah satu rukun dari tayamum itu
sendiri. Jika hanya ditemukan sedikit debu di sana, oleh karenanya tidak cukup
untuk meratakan wajah dan kedua tangan, maka tayamum dihukumi tidak sah.
Mengapa? Karena sebagian rukun dari tayamum tidak terpenuhi.
Berdasarkan ulasan di atas dapat dipahami bahwa debu yang menempel pada kursi
kendaraan dapat digunakan sebagai alat tayamum ketika debu tersebut (1) suci,
(2) belum digunakan untuk tayamum, dan (3) dapat berhamburan seperti halnya
sifat debu pada umumnya. Satu lagi yang tak kalah penting: cukup untuk
mengusapkannya secara merata pada wajah dan tangan.
Kita mesti jeli saat hendak bertayamum dengan debu kursi kendaraan. Apakah
volume debu sudah betul-betul mencukupi? Untuk kendaraan-kendaraan yang sering
terpakai dan terawat, umumnya jumlah debu (jika ada) sangat tidak mencukupi
untuk keperluan tayamum. Volume debu yang banyak semacam itu hanya mungkin ada
pada kursi kendaraan-kendaraan usang atau jarang dibersihkan. Wallahu
a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar