8 Bayi yang Pernah Bicara dalam Buaian
Dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, ada tiga bayi yang pernah bicara dalam buaian: Nabi Isa ‘alaihissalam, bayi yang menjadi saksi bagi Nabi Yusuf ‘alaihissalam, dan bayi yang dituduh sebagai anak Juraij. Padahal, mereka belum saatnya bicara seperti orang dewasa. Apalagi, mengatakan sesuatu yang hak.
Namun dalam riwayat Ibnu ‘Abbas, bayi yang pernah bicara dalam buaian ada empat; dalam riwayat al-Dhahak ada tujuh; bahkan dalam Sirah al-Waqidi, sebagaimana dikutip al-Qusthulani, ada delapan. Menurut penulis Irsyad al-Sari itu, perbedaan jumlah ini disebabkan beberapa kemungkinan: (1) tiga bayi dimaksud berasal dari kalangan Bani Israil; (2) hadits itu disampaikan sebelum diketahui ada penambahan; (3) ketiga bayi tersebut belum termasuk bayi-bayi yang lain. Selanjutnya, al-Qustulani merinci kedelapan bayi tersebut.
Pertama, Nabi Isa ‘alaihissalam. Dikisahkan dalam Al-Quran, setelah Nabi Isa ‘alaihissalam lahir, Siti Maryam menggendong sang bayi menemui kaumnya. Namun, di depan mereka, Siti Maryam malah mendapat tuduhan keji, sebagaimana dalam ayat, Hai Maryam, sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun (Maryam), ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, (Q.S. Maryam [19]: 29-30).
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, sebagaimana dalam ayat, “Bagaimana kami berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Tiba-tiba Nabi Isa (bayi) menjawab, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia akan menjadikanku seorang nabi,” (Q.S. Maryam [19]: 29-30).
Kedua, bayi yang dianggap sebagai anak Juraijz. Dikisahkan, Juraij sendiri seorang shalih ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Sayangnya, ia pernah membuat ibunya kesal. Kesal karena sudah tiga kali datang untuk menjenguknya, tapi selalu gagal. Pasalnya, Juraij sibuk dengan shalat dan ibadahnya.
Akhirnya sang ibunda berdoa dan doanya dikabulkan Allah. Dalam doanya, ia memohon agar Dia tidak mencabut ajal Juraij sebelum diperlihatkan kepada wajah wanita pezina. Allah pun memperkenankan doa sang bunda.
Juraij didatangi seorang wanita yang menawarkan diri kepadanya. Wanita itu mencoba menggodanya. Namun, Juraij menolak. Akhirnya, wanita tersebut tidur dengan seorang pengembala kambing dan melampiaskan nafsu dengannya. Beberapa waktu kemudian lahirlah seorang bayi. Saat si perempuan ditanya, bayi itu dari siapa, ia menjawab, “Dari Juraij.” Akibatnya, orang-orang pun marah lalu mendatangi Juraij dan menghancurkan tempat ibadahnya. Tak hanya itu, mereka juga memerintah Juraij turun lalu mencaci makinya. Melihat demikian, Juraij pun mengambil wudhu lalu shalat. Usai shalat, ia menemui sang bayi lantas bertanya, “Siapakah ayahmu sebenarnya, hai bayi?” Tak disangka, si bayi bisa menjawab, “Pengambala kambing.” Demikian sebagaimana yang diriwayatkan dalam al-Bukhari dan Muslim.
Berkat kesalehan dan ketakwaannya, Allah menyelamatkan Juraij. Dia membuat sang bayi bisa bicara dan memberi tahu siapa ayah sebenarnya. Dia kabulkan doa sang ibunda, Dia selamatkan pula Juraij dari tuduhan.
Ketiga, bayi yang sedang disusui oleh ibunya. Dikisahkan ada seorang wanita Bani Israil yang menyusui anaknya. Kemudian melintaslah seorang pria berkendara berpenampilan gagah nan tampan. Wanita itu kemudian berdoa, “Ya Allah, jadikanlah anakku seperti dia.” Saat itu juga si anak melepas susu ibunya dan menghadap kepada pria berkuda itu sambil berkata, “Ya Allah, jangan jadikan aku seperti dia.” Setelah itu, ia kembali menyusu kepada ibunya.” Kemudian melintas lagi seeorang pelayan perempuan. Wanita menyusui itu kembali berdoa, “Ya Allah, jangan jadikan anakku seperti dia.” Sang anak lagi-lagi melepaskan susu ibunya lalu berkata, “Ya Allah, jadikanlah aku seperti dia.” Mendengar demikian, ibunya bertanya, “Mengapa ingin seperti itu?” Si anak menjawab, “Pengendara itu seorang penguasa zalim, sedangkan pelayan perempuan tadi sudah dituduh orang-orang mencuri dan berzina, padahal ia tidak melakukannya. Demikian yang diriwayatkan al-Bukhari.
Keempat, bayi yang memberikan kesaksian atas ketidaksalahan Yusuf. Dalam Al-Quran disebutkan, Nabi Yusuf ‘alaihissalam digoda oleh istri al-Aziz yang bernama Zulaikha. Namun, Nabi ‘alaihissalam menolak bujuk rayunya. Alih-alih tergoda, beliau berusaha lari keluar kamar, namun bajunya ditarik hingga terkoyak dari belakang. Keduanya pun mendapati al-Aziz di depan kamar. Untuk menutupi keburukannya, Zulaikha balik menuduh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, sebagaimana dalam ayat, “Apa pembalasan bagi orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?” Kemudian, Nabi ‘alaihissalam menyampaikan apa adanya, "Justru dia yang menggodaku dan menundukkan diriku." Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, “Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta,” (Q.S. Yusuf [12]: 25-26).
Keluarga Zulaikha yang memberi kesaksian dimaksud adalah putra pamannya yang masih bayi, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas, Sa‘id ibn Jubair, dan al-Dhahak, dan dimuat dalam Tafsir al-Thabari.
Kelima, bayi Masyithah saat Masyithah sendiri akan dilemparkan ke dalam wajan panas. Dikisahkan, Masyithah adalah juru sisir anak Fir‘aun yang beriman kepada Allah. Suatu ketika, keimanannya diketahui oleh Raja Mesir itu. Dia pun geram dan kemudian menyiapkan hukuman untuknya. Namun, Masyithah tak gentar walau diri dan anak-anaknya harus dimasukkan ke dalam wajan yang sudah dipanaskan. Allah pun meneguhkan keyakinan Masyithah melalui anak bayinya. Dia tunjukkan satu kuasa-Nya, Dia berikan kemampuan bicara kepada sang bayi, sehingga mampu mempertebal dan meneguhkan keimanan Masyithah. Kala itu, sang bayi yang belum saatnya bicara, tiba-tiba buka suara, “Wahai ibu, masukkanlah dirimu. Sebab, siksa dunia lebih ringan dari siksa akhirat.” Demikian berdasarkan hadis riwayat Ahmad.
Keenam, bayi seorang ibu di tengah Ashabul Ukhdzudz. Ukhdud sendiri adalah celah besar memanjang di tanah seperti parit. Jadi Ashabul Ukhdud adalah orang-orang yang membuat parit. Di dalamnya mereka menyalakan api untuk membakar orang-orang yang beriman kepada Allah. Di antara yang akan dilemparkan ke dalam parit yang menyala itu seorang ibu yang membawa bayinya. Sang ibu sempat menunda dirinya masuk ke dalam parit. Namun, bayinya segera meyakinkan, “Wahai ibunda, bersabarlah, sebab engkau berada di jalan kebenaran.” Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim.
Ketujuh, Nabi Yahya ibn Zakariya ‘alaihimassalam. Al-Dhahak menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa Nabi Yahya ibn Zakariya ‘alaihimassalam juga bisa berbicara saat dalam buaian, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tsa‘labi.
Kedelapan, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam Sirah al-Waqidi, disebutkan bahwa pada awal-awal kelahirannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah bicara. Menurut riwayat Ibnu ‘Abbas, Siti Halimah adalah wanita pertama yang menyapih Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecil bicara. Begitu disapih, beliau mengucap, Allahu akbar kabira, walhamdulillahi katsira, wasubhanallahi bukrataw waashila. Demikian yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
Demikian bayi-bayi yang pernah bicara dalam buaian ibunya, sebagaimana yang disarikan dari kitab Syarh al-Qusthulani. (Lihat: Ahmad ibn Muhammad al-Qusthulani, Irsyad al-Sari, [Mesir: al-Mathba‘ah al-Amiriyyah], 1323 H, Cet. Ketujuh, Jilid 5, hal. 412).
Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar