Rabu, 24 Juni 2020

(Ngaji of the Day) Hukum Baca Jahar pada Shalat Gerhana Bulan setelah Subuh

Hukum Baca Jahar pada Shalat Gerhana Bulan setelah Subuh

 

Ketika terjadi gerhana bulan, kita dianjurkan untuk melakukan ibadah shalat sunnah muakkadah gerhana bulan. Pada saat membaca Al-Quran di dalam shalat sunnah gerhana, kita dianjurkan melantangkan bacaan Al-Quran tersebut (secara jahar).

 

ومن صلى منفردا لم يخطب ويستحب الجهر بالقراءة في خسوف القمر والإسرار في كسوف الشمس جاءت به السنة أما الجهر في القمر ففي الصحيحين وأما الإسرار ففي الترمذي وقال إنه حسن صحيح وصححه ابن حبان والحاكم وقال إنه على شرط الشيخين والله أعلم


Artinya, “Orang yang shalat sunnah gerhana bulan sendiri (tidak berjamaah) tidak perlu berkhutbah. Ia dianjurkan untuk melantangkan bacaan Al-Qur’an (jahar) pada shalat sunnah gerhana bulan dan menyembunyikan bacaan bacaan Al-Qur’an (sirr) pada shalat sunnah gerhana matahari sebagaimana tuntunan sunah Nabi Muhammad SAW. Perihal bacaan jahar pada shalat sunnah gerhana bulan, terdapat riwayat pada Bukhari dan Muslim. Perihal bacaan sirr pada sunnah gerhana matahari, terdapat riwayat pada Shahih At-Tirmidzi. Menurut At-Tirmidzi, kualitas riwayatnya perihal bacaan jahar adalah hasan shahih. Riwayat itu juga dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Kata Al-Hakim, riwayat At-Tirmidzi perihal jahar itu shahih menurut syarat periwayatan Bukhari dan Muslim. Wallahu a‘lam,” (Lihat Taqiyyiddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 128).


Ketentuan bacaan jahar untuk shalat gerhana bulan dan bacaan sirr untuk shalat gerhana matahari didasarkan pada sunnah Rasulullah SAW. Siti Aisyah RA meriwayatkan bacaan Rasulullah SAW ketika shalat sunnah gerhana bulan:

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ


Artinya, “Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW melantangkan bacaan Al-Quran pada shalat sunnah gerhana bulan,” (HR Bukhari dan Muslim).


Syekh Nawawi Banten dari kalangan Mazhab Syafi’i menegaskan bahwa bacaan Al-Qur’an pada shalat sunnah gerhana bulan bersifat lantang (jahar) meskipun shalat sunnah gerhana bulan dilakukan setelah shalat Subuh.

 

ويجهر بالقراءة في خسوف القمر) إجماعا إن لم تطلع الشمس وهو فيها لأنها ليلية أو ملحقة بها إذا كانت بعد الفجر


Artinya, “(Seseorang membaca lantang pada shalat sunnah gerhana bulan) berdasarkan ijmak ulama. Sekiranya matahari belum terbit, maka bacaan Al-Qura’an pada shalat sunnah gerhana bulan tetap bersifat lantang (jahar) karena ketika itu terbilang masih malam atau dikategorikan masih malam jika shalat sunnah gerhana dilakukan setelah fajar (subuh),” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 87).


Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa bacaan shalat sunnah gerhana bulan bersifat lantang atau jahar. Ketentuan ini berlaku baik shalat sunnah gerhana bulan dilakukan pada malam hari sebelum shalat Subuh maupun dilakukan setelah shalat Subuh. Wallahu a‘lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar