Rabu, 17 Juni 2020

Nasaruddin Umar: Kontemplasi Ramadhan (19): Mengontrol Spiritual Saving

Kontemplasi Ramadhan (19)

Mengontrol Spiritual Saving

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Pasangan Adam-Hawa mempunyai beberapa anak yang lahir kembar dengan jenis kelamin berpasang-pasangan. Anak pertamanya ialah Habil dan kembar perempuannya, lalu disusul dengan sepasang anak kembar berikutnya, yaitu Qabil dan kembar perempuannya. Menurut ketentuan, Habil mestinya dijodohkan dengan kembaran Qabil dan Qabil dijodohkan dengan kembaran Habil. Namun Qabil menolak ketentuan itu kareana pasangan Habil tidak secantik gadis kembarannya. Kecemburuan, kebencian, dan dendam mulai merasuk di dalam diri Qabil. Sebaliknya budi baik dan kearifan mulai tertanam di dalam diri Habil.

 

Kakak beradik ini juga memilih profesi dan karakter berbeda. Habil memilih bercocok tanam dan Qabil memilih beternak binatang. Ketika keduanya diminta mengeluarkan zakat dan infaknya, Habil mempersembahkan hasil tanaman yang berkualitas tinggi, sedangkan Qabil mempersembahkan binatang yang kurus dan kecil. Akhirnya Tuhan menerima persembahan Habil dan menolak persembahan Qabil. Tentu saja orang tuanya, Adam dan Hawa, lebih respek kepada prilaku Habil ketimbang Qabil yang selalu menampilkan perbuatan tidak terpuji. Akumulasi kebencian dan kecemburuan berkecamuk di hati Qabil lalu muncul niat buruk untuk membunuh kakaknya, Habil. Alhasil, Qabil mengambil batu besar lalu dipukulkan ke kepala Habil dan Habil jatuh tersungkur dan mengembuskan nafas terakhirnya. Inilah pembunuhan pertama dalam sejarah kemanusiaan. Setelah terbunuh, Qabil kebingungan bagaimana langkah selanjutnya, lalu ia terinspirasi oleh burung gagak yang menguburkan anaknya yang sudah mati.


Habil simbol orang yang memiliki tabungan spiritual (spiritual saving) dan selalu mengontrolnya dengan baik. Ia mempunyai perilaku ideal, jujur, tawadhu, sabar, dan taat beribadah kepada Tuhan, dan respek kepada orang tuanya. Sedangkan Qabil simbol orang yang memiliki saldo munus dalam spiritual saving. Ia mempunyai sifat-sifat buruk, egois, curang, dikuasai hawa nafsu, jauh dengan Tuhan, dan merelakan orang lain binasa demi kepentingan pribadinya.


Di dalam suatu hikayat lain diceritakan seorang ahli ibadah mudah usia dan aktif membantu warga disayangkan oleh seorang ahli ma'rifah. Pasalnya, pandangan spiritual ahli ma'rifah melihat si pemuda itu akan mati keesokan harinya tertimpa meteorik, batu raksasa yang akan jatuh ke bumi dan persis menimpa rumah si pemuda. Betapa terperanjatnya ahli ma'rifah setelah dua hari kemudian pemuda itu masih hidup segar bugar membantu warga setempat. Sang pemuda tersenyum menyaksikan keheranan ahli ma'rifah yang menatapnya dari tadi, lalu ia menyapa, tuan tidak perlu kaget, apa yang tuan lihat kemarin itu betul-betul terjadi. Meteorik raksasa itu jatuh menimpa rumah saya tetapi sebelum menimpa rumah saya sudah hancur berkeping-keping setelah memasuki atmosfer bumi, sehingga yang jatuh ke atap rumah saya hanya debunya.


Untuk ketiga kalinya ahli ma'rifah itu kaget setelah mendengarkan pernyataan pemuda itu. Dari mana dia tahu kalau saya mengetahui rahasia Tuhan itu? Bagaimana dia tahu apa yang ada di dalam pikiran saya? Sang pemuda melanjutkan, wahai ustadz anda tidak perlu kaget, karena saya juga menyaksikan apa yang Anda lihat, dan saya memahami wujud yang Anda bayangkan terhadap saya seandainya batu itu tidak berubah jadi tepung. Ternyata ibadah yang ditekuni sang pemuda memproteksinya dari bahaya besar. Dengan demikian, social and spiritual saving adalah tolak bala paling efektif.


Dari kedua cerita di atas memberikan pengalaman berharga bagi kita bahwa hidup ini harus ditempuh dengan kejujuran jika ingin meraih ketenangan. Kita tidak boleh memandang enteng secara spiritual orang-orang yang secara biologis masih muda, karena boleh jadi usia spiritualnya sudah matang. Sebaliknya belum tentu orang yang sudah matang secara biologis usia spiritualnya juga matang. Orang yang dipilih Tuhan sebagai wali, diberi kemampuan untuk mengakses alam gaib. Boleh jadi langkah-langkahnya tidak bisa difahami tetapi di kemudian hari menjadi terkenal, karena orang-orang pilihan Tuhan seringkali mendahului usia biologisnya. Keajaiban yang diberikan Tuhan keadaan orang yang dipilih-Nya tidak tertutup kemungkinan kita pun bisa meraihnya. Namun jika tidak, maka kita pun tidak perlu berkecil hati karena Tuhan telah menurunkan banyak jalan untuk mendekati dirinya. Mungkin bukan jalur wali tetapi jalur lain yang tak kalah pentingnya di mata Tuhan. Yang pasti, kita harus memiliki salah satu keistimewaan, agar ada pintu masuk bagi kita untuk meraih kasih-sayang Tuhan. []

DETIK, 12 Mei 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar