Kamis, 18 Juni 2020

(Ngaji of the Day) Lafal Adzan saat Wabah, Covid-19, dan Uzur Umum yang Lain

Lafal Adzan saat Wabah, Covid-19, dan Uzur Umum yang Lain


Pada saat uzur umum (udzrun ‘āmm) seperti hujan, angin kencang, atau uzur lain yang dialami banyak orang, lafal adzan dikumandangkan sebagai penanda waktu masuk waktu shalat, bukan panggilan untuk menghadiri shalat berjamaah. Seruan “hayya ‘alas shalāh” akan merepotkan masyarakat yang terkena uzur. (An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarhu Shahihi Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Beirut: 2001 M/1422 H], juz III, halaman 224).

 

Pada daerah dengan zona merah Covid-19 atau penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti DKI Jakarta yang dinilai uzur umum, lafal adzan tetap dikumandangkan pada waktu shalat. Hanya saja kita menemukan dua model berbeda lafal adzan pada saat uzur umum yang diriwayatkan Sahabat Ibnu Abbas RA dan Ibnu Umar RA. Kedua lafal adzan ini dapat dipakai oleh muazin.

 

Sahabat Ibnu Abbas menyisipkan lafal “shallū fir rihāl” atau “shallū fī buyūtikum” sebagai pengganti seruan “hayya ‘alas shalāh.” Sedangkan sahabat Ibnu Umar melafalkan “shallū fir rihāl” setelah semua lafal adzan dikumandangkan.

 

Berikut ini lafal adzan dengan model riwayat Sayyidina Ibnu Abbas RA:

 

(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ (٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ (٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ (٢x) صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ atau أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ (١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ (١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ

 

Allāhu akbar, Allāhu akbar (2x) Asyhadu an lā illāha illallāh. (2x) Asyhadu anna Muhammadar rasūlullāh. (2x) Shallū fī buyūtikum (atau alā shallū fī rihālikum) (2x) Allāhu akbar, Allāhu akbar (1x) Lā illāha illallāh (1x)

 

Artinya, “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Aku bersaksi, tiada tuhan selain Allah. Aku bersaksi, Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Silakan shalat di rumah kalian. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan selain Allah.”

 

Adapun berikut ini lafal adzan dengan model riwayat Sayyidina Ibnu Umar RA:

 

(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ (٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ (٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ (٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ (٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ (١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ (١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ (١x) أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ atau صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ (١x) أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ

 

Allāhu akbar, Allāhu akbar (2x) Asyhadu an lā illāha illallāh. (2x) Asyhadu anna Muhammadar rasūlullāh. (2x) Hayya 'alas shalāh. (2x) Hayya 'alal falāh. (2x) Allāhu akbar, Allāhu akbar. (1x) Lā illāha illallāh (1x) Alā shallū fī rihālikum (atau shallū fī buyūtikum) (1x) Alā shallū fīr rihāl (1x)

 

Artinya, “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Aku bersaksi, tiada tuhan selain Allah. Aku bersaksi, Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Marilah kita shalat. Marilah kita meraih keberuntungan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan selain Allah. Silakan shalat di rumah kalian. Silakan shalat di tempat kalian.”

 

Adapun berikut ini hadits riwayat Imam Muslim yang mengisahkan perintah Ibnu Abbas RA untuk menyisipkan “shallū fī buyūtikum” sebagai pengganti seruan “hayya ‘alas shalāh.”

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ

 

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata kepada muazinnya pada hari hujan, ‘Bila kau sudah membaca ‘Asyhadu an lā ilāha illallāhu, asyhadu anna muhammadan rasūlullāh,’ jangan kau teruskan dengan seruan ‘hayya ‘alas shalāh,’ tetapi serulah ‘shallū fi buyūtikum.’’

 

Orang-orang seolah mengingkari perintah Ibnu Abbas RA. Ia lalu mengatakan, ‘Apakah kalian heran dengan masalah ini? Padahal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sungguh Jumat itu wajib. tetapi aku tidak suka menyulitkanmu sehingga kamu berjalan di tanah dan licin.’” (HR Muslim).

 

Berikut ini hadits riwayat Imam Muslim yang mengisahkan kumandang adzan Ibnu Umar RA untuk menyudahi seruannya dengan “shallū fī rihālikum” karena pernah menyaksikan Rasulullah SAW dalam suatu ketika meminta muazinnya berbuat serupa.

 

نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِي السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ

 

Artinya, “Dari Nafi‘, dari Ibnu Umar bahwa ia mengumandangkan adzan pada malam yang dingin, berangin, dan hujan. Di akhir adzan ia menyeru, ‘alā shallū fī rihālikum. Alā shallū fir rihāl.’ Lalu ia bercerita bahwa Rasulullah pernah memerintahkan seorang muazin ketika malam berlalu dengan dingin atau hujan dalam perjalanan untuk menyeru ‘alā shallū fī rihālikum,’” (HR Muslim). Wallahu a‘lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar