Selasa, 23 Juni 2020

(Ngaji of the Day) Hukum Membatalkan Puasa Ramadhan bagi Tenaga Medis Pasien Covid-19

Hukum Membatalkan Puasa Ramadhan bagi Tenaga Medis Pasien Covid-19


Di tengah situasi penyebaran Covid-19, tenaga kesehatan dan perawat rumah sakit mengalami kebanjiran pasien yang harus ditangani. Tugas mereka tidak berkurang ketika pembatasan sosial dan karantina wilayah. Mereka juga tidak berhenti bertugas ketika bulan Ramadhan tiba.

 

Tenaga medis dan perawat rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 juga tidak memiliki jaminan dari penularan meski telah menerapkan secara disiplin protokol keselamatan Covid-19. Mereka perlu menjaga asupan gizi yang memadai dan teratur. Sedangkan pada saat yang bersamaan mereka juga terkena kewajiban untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.

 

Dalam pandangan fiqih, mereka sebenarnya tidak termasuk orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa. Mereka yang dibolehkan untuk berbuka puasa adalah pasien atau orang sakit dan orang yang menempuh perjalanan.

 

Mereka dapat berbuka puasa bila aktivitas mereka dalam menjalankan tugas tersebut mengharuskan mereka untuk menjaga asupan gizi dan makanan yang memadai serta teratur. Hal ini dimaksudkan agar meningkatkan daya tahan tubuh mereka dari Covid-19.

 

Mereka boleh berbuka puasa karena situasi darurat, yaitu penyelamatan nyawa orang lain yang mengharuskan mereka berbuka puasa. Sedangkan asupan gizi tersebut membantu ketahanan tubuh mereka di tengah langkah penyelamatan jiwa pasien.

 

قالوا لو رأى الصائم في رمضان مشرفا على الغرق ونحوه ولم يمكنه تخليصه الا بالفظر ليتقوى فأفطر لذلك جاز بل هو واجب عليه ويلزمه القضاء وفى الفدية وجهان مشهوران (أصحهما) باتفاقهم لزومها كالمرضع (والثاني) لا يلزمه كالمسافر والمريض والله تعالي اعلم

 

Artinya, “Mereka mengatakan, jika orang yang berpuasa di bulan Ramadhan melihat seseorang hampir tenggelam dan (bahaya mengancam) lainnya–yang tidak mungkin untuk melakukan penyelamatannya tanpa berbuka puasa agar fisik kuat–, maka ia boleh berbuka puasa karena itu boleh baginya. Bahkan pembatalan puasa itu wajib baginya. Ia kemudian wajib mengqadhanya. Adapun terkait fidyah, ada dua pendapat yang masyhur. Pendapat yang ashah berdasarkan kesepakatan mereka menyatakan kewajiban fidyah seperti orang menyusui yang membatalkan puasa. Pendapat kedua, tidak wajib fidyah seperti musafir dan orang sakit. Wallahu a’lam,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 293).

 

Adapun terkait konsekuensi hukumnya, tenaga kesehatan dan perawat pasien Covid-19 yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan harus mengganti (qadha) puasa di luar Ramadhan sejumlah hari yang ditinggalkan.

 

فرع لو رأى مشرفا على الهلاك بغرق أو غيره وافتقر في تخليصه الفطر فله ذلك ويلزمه القضاء وتلزمه الفدية على الأصح أيضا كالمرضع

 

Artinya, “Satu cabang masalah. Jika seseorang (yang berpuasa di bulan Ramadhan) melihat seseorang hampir binasa karena tenggelam atau sebab (bahaya mengancam yang) lainnya–sementara dalam upaya penyelamatannya membutuhkan berbuka puasa–, maka ia boleh berbuka puasa dan ia wajib mengqadhanya. Ia juga wajib membayar fidyah menurut qaul yang ashah seperti orang menyusui (yang membatalkan puasa),” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 267).

 

Demikian ketentuan perihal berbuka puasa pada siang hari Ramadhan bagi para tenaga kesehatan dan perawat pasien Covid-19 yang telah menaati secara disipilin etika profesi kedokteran dan keperawatan. Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar