Kamis, 18 Juni 2020

Nasaruddin Umar: Kontemplasi Ramadhan (20): Melatih Kekuatan Imajinasi Spiritual

Kontemplasi Ramadhan (20)

Melatih Kekuatan Imajinasi Spiritual

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Kekuatan imajinasi spiritual (the Power of spiritual imagination) yang lebih dikenal quwwah al-hayaliyyah oleh para praktisi tasawuf, ialah kemampuan bagi seseorang untuk melakukan kontemplasi yang sangat tinggi (khawash al-khawash), sehingga imaginasinya mampu menembus dan malampaui batas alam syahadah. Ia sudah memiliki kemampuan untuk mengakses alam antara (alam barzakh), yaitu suatu alam yang baerada antara alam syahadah mutlak dan alam gaib mutlak. Alam antara ini diperkenalkan dengan istilah al-'alam hayal menurut oleh Imam Al-Gazali atau ­al-'alam al-mitsal menurut Ibnu 'Arabi, yang diterjemahkan sebagai imaginal world oleh Willian C.Chittick dalam bukunya Imaginal Worlds, sebuah buku yang sangat advance bagi orang yang ingin mendalami dunia spiritual.

 

Kekuatan imajinasi cerdas seseorang bisa membantu untuk mengakses alam mitsal. Jika seseorang memiliki kemampuan ini maka ia ia lebih pantas bersyukur kepada Allah karena dengan sendirinya ia sudah mampu berada pada tahap mukasyafah, yaitu penyingkapan hijab yang berlapis-lapis di dalam dirinya. Syarat utama bagi orang yang akan mengakses tahap (maqam) ini ialah, pertama ia harus mampu menaklukkan dirinya sendiri dalam arti menjinakkan hawa nafsu dan pikirannya, yang biasa diistilahkan dengan ketersingkapan hijab (mukasyafah). Tahap berikutnya ia harus mampu mendalami dengan telaten lembaran-lembaran kompleksitas dirinya sendiri yang maha luas dan maha dalam.

 

Rasulullah pernah bersabda: "Barangsiapa yang mampu memahami dirinya sendiri maka ia akan mampu memahami Tuhannya". Ungkapan Nabi ini amat sangat dalam. Ilmu pengetahuan yang maha rumit, jauh lebih rumit dari pengetahuan yang lain, ialah Tuhan tetapi referensi utama untuk memahaminya ternyata di dalam diri kita sendiri.

 

Kekuatan imajinasi bisa menembus lebih jauh dari alam barzakh (secara literal berarti antara). Ia bisa menembus alam-alam yang lebih tinggi berikutnya, seperti alam malakut (alamnya para malaikat), alam jabarut (alam roh), dan bahkan bisa melakukan mi'raj sampai ke puncak. Rasulullah pernah mengisyaratkan hal ini dengan mengatakan: Al-Shalat mi'raj al-mu'minin (Shalat adalah mkraj orang-orang mukmin). Mari kita terus berlatih ke dalam bentuk mujahadah dan riyadhah.

 

Di dalam perspektif tasawuf, seolah tidak dikenal alam gaib dalam arti alam yang di luar kemampuan kognitif manusia untuk memahaminya atau alam yang yang tak teridentifikasi (unidentifying worlds). Alam gaib oleh para sufi bukan sesuatu yang amat asing. Alam gaib bagi mereka ialah alam yang berada di balik hijab. Manakala hijab sudah terbuka (mukasyafah) maka hilanglah kegaiban itu. Kalaupun masih ada, maka hanya yang tersisah adalah entitas tetap (al-a'yan al-tsabitah). Inipun sudah diidentifikasi dalam dua kategori, yaitu entitas wahidiyat yang masih bisa dikenali melalui nama-nama (al-asma')-Nya dan ahadiyat yang sudah tidak teridentifikasi atau disebut alam gaib mutlak (asrar al asrar/the sacred of the sacred). Berbeda dengan para fuqaha yang seolah memberi wilayah alam gaib amat luas, yaitu selain yang masuk dari kategori alam syahadah, alam dunia yang kita huni.

 

Sesungguhnya para sufi tidak mendikotomikan antara alam syahadah dan alam gaib. Bagi Ibnu 'Arabi, alam syahadah tidak murni sebagai alam fisik karena ia hanya elemen dasar dari rangkaian tingkatan alam yang terdiri atas tanah, air, udara, dan api. Alam syahadah mutlak disebut juga alam dunia (dari akar kata dana, berarti rendah). Alam dunia ini juga terdiri atas alam mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan sebagian unsur manusia. Kesadaran dan ekuatan imajinasi (quwwah al-hayaliyyah) seseorang dapat menembus batas-batas tersebut. []

 

DETIK, 13 Mei 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar