Sistem Perbudakan dan "Milkul Yamin" dalam Sejarah Hukum Islam
Budak, perbudakan, riqab, raqabah, abd/amah, ma malakat aymanukum, atau milkul yamin dalam bahasa Al-Qur’an selamanya tidak pernah diakui oleh Islam. Perbudakan adalah sisi gelap dalam sejarah panjang manusia dan kemanusiaan.
Budak dan perbudakan atau milkul yamin bertentangan dengan semangat kemanusiaan
yang dibawa oleh Islam itu sendiri. Bagi Islam, setiap manusia dilahirkan dalam
keadaan merdeka sebagai kemuliaan dan anugerah besar Ilahi. Jadi, status
merdeka setiap manusia merupakan fitrah dari Allah SWT. Namun, situasi sosial
dan politik tertentu menempatkan mereka dalam sel gelap perbudakan.
Islam–selain tidak mengakui sistem perbudakan–juga membawa semangat
antiperbudakan. Islam secara bertahap menganjurkan umat manusia untuk mengikis
perbudakan hingga tuntas.
Apa yang dilakukan Syekh M Khudhari cukup menarik. Ia mencoba melihat
perbudakan dari segi sejarah hukum Islam. Ia melihat ayat-ayat yang berkaitan
dengan perbudakan dalam konstruksi historis seperti tampak dalam karyanya,
Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami.
Menurutnya, sebelum Islam datang sistem perbudakan telah berlangsung dan
melembaga di tengah masyarakat Arab ketika itu. Ketika Islam datang, sistem
perbudakan sebagai salah satu bentuk kepemilikan yang sah itu dibiarkan
sementara waktu.
كان
الرقيق موجودا بأيدي العرب حين جاء الإسلام فأقرهم على ما كان بأيديهم
Artinya, “Budak sudah ada di masyarakat Arab ketika Islam datang. Islam
mengakui keberadaan budak di tangan mereka,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut
Tasyri‘ Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 39).
Pembiaran sementara waktu atas sistem perbudakan itu setidaknya tercermin pada
Surat Al-Mukminun ayat 5 dan Surat An-Nisa ayat 3.
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Artinya, “…dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sungguh mereka dalam hal ini tiada tercela,” (Surat Al-Mukminun ayat 5).
Adapun Surat An-Nisa ayat 3 berbunyi sebagai berikut:
فَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ
Artinya, “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki,” (Surat An-Nisa ayat 3).
Setelah sekian waktu membiarkan budak sebagai barang kepemilikan yang sah,
Islam mulai melancarkan semangat pembebasan dan penghapusan atas sistem
perbudakan. Islam, kata Syekh M Khudhari yang membaca secara historis ayat-ayat
Al-Qur’an yang berkaitan dengan perbudakan, mengupayakan sejumlah cara dalam
menghapus perbudakan.
ثم رغبهم ترغيبا شديدا في تحرير الرقاب وإنزاله عنها بجملة طرق
Artinya, “Islam kemudian getol mengampanyekan pembebasan budak dan penghapusan
perbudakan dengan sejumlah jalan berikut ini,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut
Tasyri‘ Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 39).
Syekh M Khudhari menilai kampanye Islam dalam Al-Qur’an untuk menghapus sistem
perbudakan melalui sejumlah cara merupakan puncak peradaban yang sama sekali
relevan dan kontekstual di zamannya. Kampanye penghapusan sistem perbudakan
bagi masyarakat Arab dan masyarakat dunia ketika itu menyentak kesadaran
kemanusiaan.
Pertama
Pembebasan budak merupakan kewajiban bagi manusia yang ingin bersyukur kepada Allah. Pembebasan budak ini pertama kali diwajibkan pada Surat Al-Balad ayat 11-18. Sebagaimana diketahui, Surat Al-Balad tergolong Makkiyyah, surat yang diturunkan di Kota Makkah.
فَلَا
اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ . وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلْعَقَبَةُ . فَكُّ رَقَبَةٍ. أَوْ
إِطْعَٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ . يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ. أَوْ مِسْكِينًا
ذَا مَتْرَبَةٍ. ثُمَّ كَانَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْمَرْحَمَةِ. أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلْمَيْمَنَةِ
Artinya, “Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu
apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari
perbudakan. atau memberi makan pada hari kelaparan. (kepada) anak yatim yang
ada hubungan kerabat. atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dia (tidak
pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan
saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan
saling berpesan itu) adalah golongan kanan,” (Surat Al-Balad ayat 11-18).
Kedua
Jalan lain yang ditempuh Islam adalah pembebasan budak sebagai bentuk sanksi atas kejahatan-kejahatan baik kriminal maupun kejahatan lainnya. Pada Surat An-Nisa ayat 92, pembebasan budak merupakan sanksi atas kejahatan pembunuhan tanpa sengaja.
وَمَنْ
قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
Artinya, “Barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah/tanpa sengaja
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman,” (Surat An-Nisa
ayat 92).
Adapun pada Surat Al-Mujadalah ayat 3, pembebasan budak merupakan jalan yang
harus ditempuh seorang suami atas pelanggaran zhihar terhadap istrinya. Zhihar
(punggung) adalah penghinaan verbal suami terhadap istri dengan mengatakan,
“Wajahmu seperti punggung ibuku.”
وَالَّذِينَ
يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ
رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ
Artinya, “Orang-orang yang men-zhihar istri mereka, kemudian hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum pasangan suami istri itu bercampur,” (Surat Al-Mujadalah ayat 3).
Sedangkan Surat Al-Ma’idah Ayat 89 menyebut pembebasan budak sebagai pilihan
sanksi atas pelanggaran sumpah (kaffaratul yamin).
فَكَفَّارَتُهُ
إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ
كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ
Artinya, “Maka kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang
miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau
memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak,” (Surat
Al-Ma’idah Ayat 89).
Ketiga
Jalan lain pembebasan budak adalah delapan distribusi belanja zakat yang salah satunya dialokasikan untuk pembebasan budak (wa fir riqab). Delapan alokasi zakat ini juga disebutkan di dalam Al-Qur’an.
Keempat
Semangat pembebasan budak juga tercantum dalam Surat An-Nur ayat 33. Pada Surat An-Nur ini, Islam menuntut umat Islam untuk memudahkan izin dan membantu budak-budak mukatab yang menginginkan kitabah untuk menunaikan kewajiban pembebasannya. Mukatab atau kitabah adalah budak yang menginginkan kebebasan dengan menebus sejumlah uang tertentu kepada majikannya.
وَالَّذِينَ
يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ
فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ۚ
Artinya, “Budak-budak milikmu yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat
perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan
berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan oleh-Nya
kepadamu,” (Surat An-Nur ayat 33).
Semangat pembebasan budak yang disuarakan Al-Qur’an merupakan akhlak Islam yang
tiada tara. Dalam sejarah kemanusiaan, semangat pembebasan budak ini merupakan
angin segar kemanusiaan yang memberikan perubahan pada sistem kepemilikan,
human trafficking, eksploitasi oleh manusia atas manusia, dan tawanan perang.
وذلك
كله فضلا عن الترغيب الكثير من صاحب الشريعة صلى الله عليه و سلم في تحرير الرقاب
و الوصايا المتكررة برحمة من كان في أيديهم منها٬ وليس في القرآن نص واحد على
الاسترقاق وهو ضرب الرق على الأسير في الحرب
Artinya, “Ini (komitmen penghapusan perbudakan) merupakan keutamaan dari banyak
motivasi Rasulullah dalam pembebasan budak dan pesan berulang kali untuk menyayangi
budak di tangan masyarakat Arab. Tidak ada satu pun nash dalam Al-Qur’an yang
mendukung perbudakan, yaitu menetapkan status budak bagi tawanan perang,”
(Syekh M Khudhari, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415
H], halaman 39). Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar