Kamis, 18 Juni 2020

(Ngaji of the Day) Imam Hafs dan Imam Syu’bah, Dua Perawi Qira’at Imam Ashim

Imam Hafs dan Imam Syu’bah, Dua Perawi Qira’at Imam Ashim

 

Setiap teori akan terus eksis jika generasi penerusnya melanjutkan dan menyebarkan teori tersebut. Pun demikian, setiap manhaj qira’at (metode atau variasi bacaan Al-Qur’an) tertentu akan tetap eksis selamanya jika para generasi penerusnya melanjutkan dan menyebarkan manhaj tersebut. Generasi yang berjasa mengenalkan dan mesyiarkan ke masyarakat luas itu disebut perawi.

 

Dalam ilmu qira’at, para imam qira’at, seperti Imam Ashim, berposisi sebagai peramu manhaj atau pemilik qira’at yang dihasilkan dari penyeleksian dan dilestarikan sebagai qira’at bacaanya. Sementara perawi dari imam qira’at berposisi sebagai pelanjut manhaj bacaan sang imam dan memperkenalkannya kepada khalayak masyarakat. Sedangkan perawi berikutnya dari perawi pertama berposisi sebagai yang mengembangkan dan melestarikan bacaan sang imam. Perawi dari perawi pertama ini disebut “thariq” atau jalur perawi.

 

Dalam ilmu qira’at, setiap imam memiliki dua perawi dan setiap perawi memiliki dua thariq atau jalur bacaan. Dalam qira’at Imam Ashim, beliau memiliki dua perawi yaitu: Syu’bah dan Hafs.

 

1. Syu’bah bin Ayyasy

 

Nama lengkapnya adalah Syu’bah bin Ayyasy bin Salim al-Hannath al-Nahsyali al-Kufi, nama panggilannya (kuniyah) Abu Bakar. Beliau lahir pada tahun 95 H.

 

Beliau merupakan imam besar yang Alim, bergelar “hujjah” dan termasuk pembesar Ahlussunnah. Gelar hujjah Ahlussunnah layak disematkan kepadanya, kerena keteguhannya dalam upaya mempertahankan ideologi Ahlussunnah. Beliau berkata: “Barangsiapa yang menganggap Al-Qur’an sebagai makhluk, maka bagi kami ia adalah kafir zindiq, ia adalah musuh Allah, kita tidak boleh berinteraksi dengannya dan berbicara dengannya.”

 

Perjalanan Intelektual Imam Syu’bah

 

Perjalanan intelektual Imam Syu’bah ini diawali dengan menghafal Al-Qur’an, belajar dan menyimakkannya (tasmi’) kepada guru di kampung halamannya, kemudian dilanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan belajar kepada satu guru ke guru yang lain, layaknya seorang penuntut ilmu yang haus akan cahaya ilmu. Namun dalam bidang Al-Qur’an dan qira’atnya, ia belajar kepada: (1) Ashim bin Abi al-Najud, (2) Atha’ bin al-Saib, (3) Salim al-Munqiri.

 

Kepada Imam Ashim beliau bermulazamah lama sehingga ia dapat mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari satu kali. Dari Imam Ashim inilah, beliau kemudian menjadi perawi sekaligus murid yang banyak mengisahkan dan meriwayatkan kisah kehidupan sang guru. 

 

Dalam pengabdian ilmunya, Allah menganugerahkannya umur yang panjang kepadanya,sehingga memberikan peluang kepadanya menabung pundi-pundi amal baik dan pengabdian yang tulus, namundi akhir sisa hidupnya ia memutuskan tidak mengajar Al-Qur’an selama tujuh tahun.

 

Komentar Ulama

 

Atas ketulusan dan keikhlasannya mengabdi kepada kalam-Nya, beliau menempati posisi yang amat terpuji, sehingga Imam al-Jazari memberikan apresiasi yang sangat tinggi. 

 

Imam al-Jazari berkata: “Syu’bah adakah seorang imam besar, yang alim dan mengamalkan ilmunya, dan termasuk pembesar ulama sunnah”. 

 

Murid-murid Imam Syu’bah

 

Setalah dirasa cukup pengembaraan intelektualnya kepada beberapa guru-guru yang tersebut di atas, maka ia kemudian membuka pengajian atau menerima setoran Al-Qur’an dari berbagai kalangan, salah satunya adalah: Abu Yusuf Ya’kub bin Khalifah al-A’syi, Abdurrahman bin Abi Hammah, Yahya bin Muhammad al-Ulaimi, Urwah bin Muhammad al-Asadi, Sahal bin Syuaib.

 

Selain murid-murid di atas, ada beberapa murid-muridnya yang hanya meriwatkan bacaan Imam Syu’bah tanpa melalui setoran atau tasmi’ bacaan kepadanya, salah satunya adalah Ishaq bin Isa, Ishaq bin Yusuf al-Azraq, Ahmad bin Jabar, Abdul Jabbar bin Muhammad al-Atharidi, Ali bin Hamzah al-Kisa’I, Yahya bin Adam.

 

Syu’bah dan Saudara Perempuannya

 

Ketika Imam Syu’bah mendekati ajalnya, saudara perempuannya menangis sambil menghampirinya. Melihat tangisan saudarinya itu, Imam Syu’bah bertanya: “Kenapa kamu menangis?. (tidak usah menangis), lihatlah di pojokan itu, di sana saya telah menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 1800 kali khataman.

 

Ungkapan yang disampaikan Syu’bah kepada saudarinya ini menunjukkan betapa tulusnya Syu’bah mengabdi kepada Tuhan dan kalam-Nya. Di sisi lain, isyarah ke pojokan itu sebagai bentuk wasiat kepada saudarinya untuk melestarikan dan meneruskan perjuangannya.

 

Setelah mendarma-baktikan dirinya kepada Al-Qur’’an, beliau wafat pada tahun Jumadil Ula tahun 193 H.

 

2. Hafs bin Sulaiman

 

Nama lengkapnya adalah Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah bin Abi Daud al-Asadi, al-Kufi al-Bazzar. Kata al-Bazzar dinisbatkan kepada penjual baju, kuniyahnya Abu Umar. 

 

Ada banyak gelar yang dimiliki oleh imam ini, salah satunya adalah “al-Hujjah”, tsabat (mantab), pemilik riwayat yang terkenal, bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa riwayat Imam Hafs ini adalah satu-satunya riwayat yang paling banyak dibaca di dunia Islam. Beliau lahir pada tahun 90 H.

 

Perjalanan Intelektualnya

 

Setelah ayahnya meninggal,kemudian ibunya menikah lagi dengan Imam Ashim. Secara otomastis ia menjadi anak tirinya. Atas bimbingan dan didikan Imam Ashim, pemilik riwayat yang paling terkenal ini di didik secara intens, baik secara talqin (dibacakan kemudian ditiru) mapun secara tasmi’ (memperdengarkan bacaannya). 

 

Setelah menginjak dewasa, Imam Hafs menggantikan posisi ayah tirinya sebagai guru dalam bidang Al-Qur’an, bahkan manjadi seorang imam besar dalam bidang itu.

 

Kemasyhuran Riwayat Imam Hafs

 

Tidak berlebihan jika saat ini bacaan riwayat yang paling banyak dibaca di muka bumi ini adalah riwayat Imam Hafs. Mengapa demikian ?

 

Jika dilihat dari jejak rekam pengembaraan Imam Hafs ini, maka akan ditemukan bahwa beliau pernah mengembara dan tinggal di dua negara yang pada saat itu sebagai ibu kota. Hal ini dibuktikan oleh ungkapan Imam Abi Amr al-Dani: “Ia belajar kepada Imam Ashim dan diajarkan kepada masyarakat bacaan tersebut. Kemudian ia tinggal di Baghdad di sana ia mengajarkan (bacaannya) dan kemudian tinggal di Makkah di sana ia juga mengajarkan (bacaanya).

 

Dari sini bisa dibayangkan berapa jumlah murid-murid Imam Hafs di dua negara tersebut, kemudian mereka menyebarkan riwayat ke negaranya masing-masing. Maka tidak aneh, jika bacaan riwayat Imam Hafs menjadi tersohor di dunia. Ini dari sisi penyebaran lewat periwayatan.

 

Dari sisi yang lain, hampir seluruh Al-Qur’an dicetak menggunakan riwayat Imam Hafs. Pada tahun 1106 H, Al-Qur’an yang dicetak di Jerman menggunakan riwayat Imam Hafs.

 

Antara Hafs dan Syu’bah 

 

Tidak mengherankan jika riwayat Hafs ini paling masyhur di dunia, sebab ia mengajar masyarakat sangat lama sekali. Kenapa riwayat Imam Syu’bah tidak semasyhur riwayat Imam Hafs, padahal sama-sama lama mengajar dan sama-sama murid dari Imam Ashim?

 

Sebab Imam Syu’bah berhenti mengajarkan Al-Qur’an menjelang wafatnya selama tujuh tahun, dan kemudian disibukkan oleh ilmu hadits. Maka dengan demikian, beliau mendapatkan gelar pembesar sunnah. Dalam hal yang lain, sejarah tidak mencatat bahwa Imam Syu’bah mengajarkan bacaaanya di dua negera yang berbeda.

 

Secara transmisi sanad, bacaan yang diriwayatkan oleh Imam Hafs bermuara kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sedangkan transmisi sanad yang diriwayatkan Imam Syu’bah bermuara kepada Abdullah bin Mas’ud.

 

Imam Hafs menceritakan tentang komunikasinya dengan Imam Ashim. Ia bertanya kepada gurunya: “Kenapa bacaan Syu’bah berbeda dengan bacaan saya? Imam Ashim menjawab: “Bacaan yang kamu pelajari seperti yang saya pelajari dari Abdurrahman al-Sullami yang transmisi sanadnya sampai pada Sayyidina Ali. Sedangkan saya mengajarkan kepada Syu’bah sebagaimana yang saya pelajari dari Zir bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud.”

 

Imam Mujahid berkata: “Perbedaan antara bacaan Imam Hafs dan Syu’bah sekitar 520 bacaan.”

 

Komentar Ulama

 

Ada banyak pujian yang disampaikan oleh ulama kepada Imam Hasf atas dedikasinya terhadap Al-Qur’an dan qira’atnya.

 

Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Riwayat yang sahih dari Imam Ashim adalah dari perawi Imam Hafs bin Sulaiman. Pujian ini bukan berarti menafikan riwayat Imam Syu’bah tapi hanya sebagai bentuk apresiasi kepada Imam Hafs atas dedikasinya.

 

Imam Abi Hisyam al-Rifa’I berkata: “Hafs adalah murid Imam Ashim yang paling mengerti atas qira’at Ashim, ia lebih unggul daripada Imam Syu’bah dalam soal ketepatan huruf (dhabt al-huruf).

 

Imam al-Dzahabi berkata: “Ia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabat (mantap), dan tepat (dhabt)”. 

 

Imam al-Munadi berkata: “Ia membaca kepada Imam Ashim berulangkali. Para ulama terdahulu mengangggapnya sebagai orang yang hafal melebihi Imam Syu’bah, dan mensifatinya sebagai orang yang tepat dalam mengucapkan huruf yang diajarkan oleh Imam Ashim”.

 

Imam Hafs menyatakan bahwa riwayat bacaannya tidak ada yang menyalahi qira’at Imam Ashim kecuali pada satu kata: yaitu pada Surat ar-Rum ayat 54 (ضعفا، ضعف). Pada kata itu, Imam Hafs membaca dengan dhammah (pada huruf dlad), sedangkan Imam Ashim membaca dengan fathah. Artinya, Imam Hafs dalam hal ini memiliki dua bacaan, yaitu dhammah dan fathah.

 

Dalam masalah ini, Imam Hafs mengikuti kebanyakan ulama qira’at yang lebih memilih membaca dhammah dan tidak meninggalkan bacaan gurunya. Sehingga Imam al-Syatibi menyampaikan tentang masalah ini dengan dua pendapat: dibaca dhammah dan fathah.

 

Murid-murid Imam Hafs

 

Ada banyak murid-murid Imam Hafs bahkan tak terhitung jumlahnya, baik yang belajar secara setoran (ardh) maupun sima’an saja, sebab ia pernah singgah di dua negara dan mengajar di sana, salah satu muridnya adalah: Husain bin Muhammad al-Maruzi, Amr bin al-Shabbah, Ubaid bin Shabbah, al-Fadhl bin Yahya al-Anbari dan Abu Syuaib al-Qawwas.

 

Setelah mengabdikan dirinya kepada kalam-Nya, beliau wafat pada tahun 180 H.

 

Wallahu A’lam. []

 

(Tulisan disadur dari kitab “Tarikh al-Qurra’ al-Asyrah wa ruwwatuhum” karya Syekh Abdul Fattah al-Qadhi, [Kairo: Maktabah al-Qahirah], 2010, hal, 28; dan "Mu'jam Huffadz Al-Qur'an Abra al-Tarikh" karya Salim Muhaisin. Jilid I, [Bairut: Dar al-Jayl], 1992. hal. 210 dan 294)

 

Ustadz Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar