Jumat, 26 Juni 2020

Nasaruddin Umar: Kontemplasi Ramadhan (25): The Power of Thanksgiving

Kontemplasi Ramadhan (25)

The Power of Thanksgiving

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Semua agama memomulerkan pentingnya membangkitkan kesadaran untuk berbagi (thanksgiving atau futuwwah). Secara literal futuwwah berarti dermawan, mirip dengan kemurahan hati. Futuwwah juga berarti mensucikan, bermurah hati, dan memenuhi janji. Ada juga yang mengatakan, futuwwah berarti engkau tidak melakukan sesuatu karena adanya kehormatan dan kedudukannya. Futuwwah juga berarti engkau melakukan sesuatu yang baik beserta ahlinya dan yang bukan ahlinya. Jika dia bukan ahlinya, maka jadilah engkau ahlinya. Kalangan ulama juga ada yang mengartikan futuwwah sebagai seorang hamba yang selalu peduli terhadap urusan orang lain. Inilah yang diisyaratkan dalam hadis Nabi SAW.

 

"Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong terhadap sesama saudaranya." Dari segi ini futuwwah bisa juga berarti memaafkan terhadap kesalahan saudaranya dan menutupi segala aibnya. Inilah derajat futuwwah yang paling rendah. Futuwwah juga bisa berati engkau menganggap dirimu tidak lebih utama dari pada orang lain dan dengan demikian futuwwah juga berarti engkau melayani dan tidak dilayani. Secara sederhana futuwwah juga bisa berarti berakhlak baik.


Dalam perspektif ahli hakekat, futuwwah adalah mengutamakan sesama makhluk, tidak hanya terbatas pada manusia tetapi juga makhluk lain termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, bahkan benda mati, karena bagi mereka dalam kamus Tuhan tidak ada benda mati, semua beribadah dan bertasbih kepada Tuhan. Para dermawan dalam kategori ini menganggap harta yang diberikan untuk kepentingan orang lain yang lebih butuh atau untuk kepentingan akhirat, lebih besar maknanya ketimbang harta yang disimpan untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga.

 

Al-Junaid mengatakan, futuwwah adalah menahan diri dari segala yang menyakiti orang lain dan memberi makanan kepada orang lain. Ada juga yang mengatakan futuwwah adalah mengikuti sunnah. Ada juga yang mengatakan, futuwwah adalah menampakkan kenikmatan dan menyembunyikan cobaan. Ahamd bin Hambal mengatakan, futuwwah meninggalkan apa yang engkau inginkan demi yang engkau takuti. Futuwwah adalah seorang pemuda yang punya musuh sebagai akibat tangguhnya kepada sebuah prinsip. Ada juga yang mengatakan, futuwwah adalah seorang pemuda yang menghancurkan berhala besar, yaitu nafsunya sendiri. Hal ini diambil dari firman Allah dalam al-Qur'an: Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. (QS. Al-Anbiya'/21: 60). Ada yang mengatakan, sumber futuwwah adalah keimanan. Oleh karena itu, Allah menamai Ashab al-Kahf dengan "fityah" ketika mereka beriman kepada Tuhan mereka. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur'an: Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (Q.S. Al-Kahf/18:13).

 

Ada juga yang mengatakan, sesungguhnya mereka dinamakan "fityah", karena mereka beriman kepada Allah tanpa perantara. Al-Junaid mengatakan, futuwwah dapat ditemukan di Syam, kefasihan bahasa di Irak, dan kejujuran di Khurasan. Kemudian, ketahuilah bahwa kebebasan itu lebih mulia dari pada kejujuran, dan futuwwah lebih utama lagi dari pada keduanya (kebebasan dan kejujuran). Dan muru'ah merupakan bagian dari futuwwah.

 

Kedermawanan manifestasi dari iman. Kedermawanan juga merupakan bagian dari kepribadian bangsa dengan berbagai bentuk aktualisasinya, seperti gotong royong, kesalehan sosial, silaturahim, bakti sosial, saweran, amal jariyah, dan lain-lain. Kedermawanan sosial salah satu inti ajaran agama Islam, dan di dalam Al-Quran muncul sebuah surah khusus, yaitu surah Al-Ma'un. Kedermawanan inilah yang menjadi melting pot antara kesalehan individu dan kesalehan sosial.

 

Kiat untuk membangkitkan kesadaran futuwwah antara lain, anggaplah semua orang lain adalah dirinya, sehingga ketika kita membantu orang kita seperti membantu diri sendiri, karena mereka adalah kita. Engkau dan dia adalah aku. Aku seperti menolong diriku ketika membantu sesama. Mari kita menghidupkan the power of futuwwah. []

 

DETIK, 18 Mei 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar