Kontemplasi Ramadhan (17)
Sisi Lain Luqmanul Hakim
Oleh: Nasaruddin Umar
Kata Luqmanul Hakim diabadikan menjadi nama salah satu surat dalam Al Quran. Ia bukan nabi tetapi sangat dipuji oleh Allah SWT. Menurut riwayat Ibn Abbas, Luqmanul Hakim seorang manusia biasa yang pekerjaan sehari-harinya pencari kayu bakar di Habsy. Ia bukan nabi, bukan rasul, bukan bangsawan, dan bukan pula ulama besar. Ada riwayat menyebutkan ia seorang hakim di zaman Nabi Daud. Riwayat lain menyebutkan ia hidup sesudah Nabi Isa sebelum Nabi Muhammad lahir. Ia memiliki banyak kelebihan di balik kesederhanaannya sehingga namanya diabadikan di dalam Al-Quran sebagai Surah Luqman. Menurut Ibnu Katsir, nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Ia digambarkan bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah dan ada juga yang berpendapat ia berasal dari Sudan, Allahu a'lam.
Pada suatu saat Luqmanul Hakim masuk ke dalam pasar menaiki seekor himar (keledai), sedangkan anaknya mengikuti dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman, ada sekumpulan orang yang berkata: "Lihatlah orang tua yang tidak punya perasaan, ia keenakan sementara anaknya berjalan kaki". Setelah mendengarkan kata-kata itu, maka Luqman turun dari atas keledai lalu anaknya disuruh naik ke atas keledai, sedangkan ia sendiri berjalan kaki. Melihat kenyataan itu, maka orang-orang pasar kembali mencemooh: "Lihat orang tua itu, ia berjalan kaki sedangkan anaknya keenakan di punggung keledai, sungguh anak itu tidak tahu malu". Mendengar itu maka Luqmanul Hakim juga naik ke atas keledai bersama-sama anaknya. Orang-orang pasar kembali mencemooh: "Lihat itu ada dua orang menaiki seekor keledai, sungguh menyiksa keledai itu". Karena tidak suka mendengar cemoohan itu maka Luqmanul Hakim dan anaknya turun dari keledai. Orang-orang pasar kembali mencibir: "Lihat itu, dua orang berjalan kaki, sedangkan keledai tidak dikendarai". Lihatlah bagaimana kayanya Allah SWT menciptakan manusia dengan berbagai sudut pandang.
Luqmanul Hakim dalam kisah lain juga pernah diperintahkan tuannya untuk menyembelih kambing, lalu tuannya berkata "Wahai Luqman tolong ambilkan daging terbaik dari kambing yang engkau sembelih". Lalu Luqmanul Hakim mengambilkan lidah dan hati kambing itu. Tuannya berkata, "Wahai Luqman tolong ambilkan daging yang terjelek". Lalu Luqman mengambil lidah dan hati itu lagi. Lalu tuannya bingung dan bertanya: "Wahai Luqman mengapa ketika kau kuperintahkan mengambil daging yang terbaik dan terburuk kau memberikan bagian yang sama yaitu lidah dan hati", Luqman menjawab: "Wahai tuanku kalaulah lidah dan hati ini baik maka itu lebih bermanfaat dan apabila lidah dan hati ini jelek maka itu lebih jelek dan akan menimbulkan kerusakan. Lidah dan hati dianalogikan dengan organ manusia yang sangat menentukan itu.
Dari dua pengalaman Lukmanul Hakim di atas terkandung
banyak pelajaran berharga bagi kita. Di antaranya betapa subjektifnya penilaian
manusia, sehingga apapun yang dilakukan seseorang bisa dilihat sudut-sudut
negatifnya. Agaknya mustahil kitab isa memenuhi seluruh harapan dan kehendak
masyarakat, apalagi kalau masyarakat itu majmuk dan heterogen di dalam waktu
bersamaan. Jika kita ingin memperbaiki situasi maka masyarakat harus istiqamah
di atas tataran nilai luhur yang banyak disepakati orang. Berpegang teguh pada
aturan yang standar maka akan mengurangi risiko kehidupan.
Dalam kisah Lukman dalam Al Quran, juga sarat dengan
pelajaran penting, antara lain: Tidak boleh mempersekutukan Allah (QS 31:13),
berbuat baik kepada kedua orang tua suatu keniscayaan (QS 31:14), selalu sadar
bahwa kita selalu di dalam pengawasan Allah (QS 31:16), anjuran untuk selalu
mendirikan shalat (QS 31:17), senantiasa berbuat kebajikan (QS 31:17), menjauhi
kemungkaran (QS 31:17), selalu sabar menghadapi cobaan dan ujian (QS 31:17),
dan selalu menghindari kesombongan (QS 31:19). Jika keseluruhan nasihat dan
pelajaran di atas diinternalisasikan ke dalam prinsip hidup kita makan yakin
hidup kita pasti tenang dan damai. Mari kita mengambil pelajaran berharga dari
kisah hidup Luqmanul Hakim. []
DETIK, 10 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar