Jejak dan Derap Peradaban Islam (8)
Antara Irano-Semit dan Afro-Erasia
Oleh: Nasaruddin Umar
Keuntungan sejarah nabi Muhammad Saw dalam mengembang misi peradabannya ialah karena secara geopolitik ia berada di antara dua kekuatan raksasa saling berebutan pengaruh di kawasan Timur-Tengah saat itu. Di sebelah barat ada Romawi-Bizantium dan di sebelah Timur ada Sasania-Persia. Persaingan yang sering diikuti peperangan antara kedua negeri adidaya ini tidak secara langsung melibatkan jazirah Arab, karena mungkin keduanya tidak memperhitungkan kawasan ini sebagai daerah strategis. Selain jauh, terlalu luas, dan wilayahnya gersang, juga penduduknya terkebelakang (badawa/tribal).
Secara geokultural jarzirah Arab berada di antara apa yang disebut Marshall G.S. Hodgson dalam The Venture of Islami Irano-Semit di Timur dan Afro-Erasia di Barat. Messkipun berbeda kawasan dan latar belakang budaya, keduanya memiliki peradaban yang maju. Keduanya masing-masing memilki kawasan subur untuk pertanian dan peternakan, meskipun tidak secara keseluruhan. Keduanya juga masing-masing mengembangkan tradisi perdagangan antar negeri. Corak perkotaan dan cikal-bakal civil society menjadi ciri khas kedua negeri ini. Produk-pruduk andalan dan kerajinan masing-masing wilayah dipasarkan melalui tradisi perdagangan, baik melalui laut maupun melalui daratan.
Perkembangan kebudayaan dan peradaban kedua kawasan ini ikut membentuk wawasan Nabi Muhammad sebagai seorang anak muda-cerdas yang pernah melang-lang buana membawa barang dagangan bosnya, Siti Khadijah, yang kemudian menjadi isterinya. Tidak heran ketika Nabi Muhammad Saw diamanati menjadi pemimpin Madina dengan mudah mengadakan hubungan diplomatic dan ekonomi dengan negri-negri tetangganya. Surat-menyurat dan utusan misi-misi khusus yang dikirim Nabi ke berbagai pusat kerajaan dan pemerintahan dianggap salah satu faktor yang mendatangkan benefit, baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin politik di di Madinah/negeri muslim maupun sebagai pemimpin spiritual (Islam).
Akar historis tradisi budaya dan peradaban Irano-Semit di Timur dan Afro-Erasia di Barat diakomodasi di dalam kepemimpinan Nabi. Pengiriman misi dagang, misi ilmu pengetahuan, misi politik, dan misi agama ke berbagai negara dilakukan untuk memperkaya sumber daya manusia yang handal dan kompetitif. Sahabat-sahabat dekatnya di Madinah belakangan menjadi gubernur atau kepala pemerintahan di daerah yang baru diambil alih, misalnya Muawiyyah diangkat menjadi Gubernur di Syiria, termasuk wilayahnya adalah Yordania. Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir. Musa Al-Asy'ari diangkat menjadi Gubernur Kufah. Mu'adz bin Jabal diangkat menjadi Gubernur Yaman. Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain.
Akulturasi dan enkulturasi budaya dan peradaban
Irano-Semit dan Afro-Erasia menjadi salahsatu factor kekuatan budaya dan
peradaban Islam. Namun Islam tidak semata-mata meng-copy-paste peradaban
tersebut melainkan Islam tetap menampilkan orisinalitasnya yang bercorak
kosmologi teomorfis. Orisinalitas peradaban Islam, sebagaimana yang akan
dipaparkan dalam artikel-artikel mendatang, jelas sangat berbeda dengan
produk-produk sebelumnya. Apalagi produk-produk sains dan teknologi yang
dirintis para ilmuan Islam jelas-jelas merupakan karya gemilang dan
genugenuinet Islam.
Disebut peradaban Islam karena unsur kosmologi Islam menjadi roh di dalam setiap budaya dan peradaban Islam. Dalam artikel terdahulu dijelaskan bahwa corak budaya dan peradaban Islam ialah Iqra' bi ismi Rabbik, yang menggabungkan antara unsur rasio dan rasa (reason and intellect). Budaya dan peradaban Islam tidak semata-mata mengengedepankan aspek manusia dan kemanusiaan semata (antropocentris) tetapi tak terpisahkan dengan Sang Maha Pencipta (teopmorfis). Inilah nilai distinktif kebudayaan dan peradaban Islam. Allahu a'lam. []
DETIK, 23 April 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar