Senin, 11 Mei 2020

(Ngaji of the Day) Orang Tua dan Anak Berada di Tempat Berbeda, Zakat Fitrah Ditunaikan di Mana?

Orang Tua dan Anak Berada di Tempat Berbeda, Zakat Fitrah Ditunaikan di Mana?

 

Dalam pandangan mazhab Syafi’i, tempat ditunaikannya zakat fitrah adalah tempat di mana seseorang berada pada saat terbenamnya matahari di hari akhir bulan Ramadhan. Baik tempat itu adalah kampung halamannya atau bukan. Ketentuan demikian salah satunya ditegaskan dalam kitab Ghayah Talkhish al-Murad:

 

ـ (مسألة): تجب زكاة الفطر في الموضع الذي كان الشخص فيه عند الغروب، فيصرفها لمن كان هناك من المستحقين، وإلا نقلها إلى أقرب موضع إلى ذلك المكان

 

“Zakat fitrah wajib (ditunaikan) di tempat di mana seseorang beradapada saat matahari (di hari akhir Ramadhan) tenggelam. Maka ia memberikan zakat fitrah pada orang yang berhak menerima zakat yang berada di tempat tersebut, jika tidak ditemukan, maka ia berikan di tempat terdekat dari tempatnya,” (Syekh Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawi, Ghayah Talkhish al-Murad, hal. 43).

 

Di sisi lain, terdapat kewajiban bagi seseorang untuk membayarkan zakat fitrah atas orang-orang yang wajib ia nafkahi, seperti anak yang masih kecil dan istri.

 

Melihat hal demikian, sebenarnya di manakah pembayaran zakat fitrah bagi anak dan orang-orang yang wajib ia nafkahi dan ia bayarkan zakat fitrahnya, ketika berada di tempat yang berbeda. Apakah wajib menunaikan di tempat di mana ia berada atau di tempat di mana keluarganya berada?

 

Permasalahan ini sebenarnya merupakan pengembangan dari permasalahan ketika harta dan pemiliknya tidak berada di tempat yang sama. Dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab dijelaskan:

 

فعلى هذا لو كان له من تلزمه نفقته وفطرته وهو في بلد آخر قال صاحب البيان الذي يقتضيه المذهب أنه يبني على الوجهين في أنها تجب على المؤدي ابتداء أم على المؤدى عنه

 

“Berdasarkan ketentuan di atas, jika seseorang memiliki tanggung jawab menafkahi dan membayarkan zakat fitrah orang lain (keluarga, pembantu) sedangkan dirinya berada di daerah yang berbeda (dengan orang yang wajib ia nafkahi), dalam hal ini pengarang kitab al-Bayan berpandangan bahwa pandangan yang kuat dalam mazhab, ketentuannya diikutkan pada dua perbedaan tentang apakah zakat fitrah wajib bagi orang yang membayar secara langsung (mu’addi) atau wajib bagi orang yang dibayarkan (mu’adda ‘anh; misal anak, istri, keluarga, pembantu, dll)?” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 226)

 

Misalnya, apakah zakat fitrah wajib bagi seorang ayah (mu’addi) atau bagi anaknya (mu’adda ‘anh)? Dalam hal ini terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa zakat fitrah wajib bagi mu’addi. Kedua, pendapat bahwa zakat fitrah pada dasarnya wajib bagi mu’adda ‘anh, lalu kewajiban itu beralih kepada penanggung jawab nafkahnya (mu’addi).  Jika mengikuti pendapat pertama maka zakat fitrah bagi anak adalah di tempat sang ayah berada. Jika mengikuti pendapat kedua maka zakat fitrah bagi anak adalah di tempat sang anak atau anggota keluarga lainnya berada. Pendapat kedua ini adalah pendapat yang paling shahih. Seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Asybah wa an-Nadzair:

 

وهل تجب على المؤدي ابتداء أم على المؤدى عنه ثم يتحملها المؤدي؟ قولان أو وجهان أصحهما: الثاني.

 

“Lantas apakah zakat fitrah wajib bagi orang yang membayar secara langsung atau wajib bagi orang yang dibayar lalu ditanggung oleh orang yang membayar? Dalam hal ini terdapat dua pendapat. Pendapat yang paling shahih adalah pedapat kedua” (Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadzair, hal. 405)

 

Pandangan kedua ini, selaras dengan penjelasan dalam kitab Nihayah az-Zain berikut ini:

 

ولو اختلف محل المؤدّي والمؤدّى عنه فالعبرة بغالب قوت محل المؤدّى عنه، ويجب صرفها إلى مستحقي محل المؤدّى عنه

 

“Jika tempat orang yang wajib membayarkan zakat (mu’addi) berbeda dengan tempat orang yang dibayarkan zakat fitrah (mu’adda ‘anhu) maka yang menjadi pijakan adalah makanan pokok di tempat orang yang wajib dibayarkan zakat. Dan wajib untuk membagikan zakat pada orang-orang yang berhak menerima zakat di tempat orang yang dibayarkan zakat (mu’adda ‘anhu)” (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain, juz 1, hal. 273)

 

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa awalnya tempat menunaikan zakat fitrah bagi seseorang adalah tempat di mana ia berada pada saat terbenamnya matahari di hari akhir bulan Ramadhan. Ketika ia memiliki keluarga yang wajib ia bayarkan zakat fitrahnya—anak, misalnya—dan berada di tempat lain, maka sebaiknya zakat fitrah untuk mereka ditunaikan di tempat di mana mereka berada dengan mengikuti  pendapat yang paling shahih (al-ashah). Wallahu a’lam. []

 

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining, Rambipuji, Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar