Mempercepat Zakat Mal dan Fitrah menurut Hukum Islam
Di tengah situasi masyarakat yang tengah dilanda wabah Coronavirus disease
(Covid-19), Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 6
Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di
tengah Pandemi Wabah Covid-19. Surat Edaran ini ditujukan kepada Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Kepala Unit Pelaksana
Teknis se-Indonesia, dan ditandatangani secara langsung oleh Menteri Agama RI
Fachrul Razi di Jakarta, 6 April 2020.
Yang menarik dari Surat Edaran ini adalah pada poin 13, sub a, yang mendapat sorotan banyak masyarakat yaitu: “menghimbau kepada segenap umat muslim agar membayarkan zakat hartanya segera sebelum puasa Ramadan sehingga bisa terdistribusi kepada Mustahik lebih cepat.” Sebenarnya, poin ini sudah cukup jelas dan selesai kajiannya dalam fiqih, akan tetapi ada masyarakat yang kadang salah mengartikannya, sehingga perlu mendapat pencerahan menurut kitab referensi yang otoritatif.
Ada dua jenis zakat yang dikenal dalam ajaran Islam, yaitu (1) zakat fitrah (zakat badan) dan (2) zakat mal (zakat harta). Zakat fitrah bukanlah zakat mal dan demikian sebaliknya.
Menyegerakan Zakat Fitrah
Zakat fitrah merupakan zakat individu (badan) yang dikeluarkan saat bulan Ramadhan tiba, dan berupa makanan pokok. Ada tiga pendapat terkait dengan waktu pengeluaran zakat fitrah ini, sebagaimana terangkum dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab li al-Nawawi juz 6, h. 87-88, yang bila dikutip sebagai berikut:
يجوز تعجيل زكاة الفطر قبل وجوبها بلا خلاف ; لما ذكره المصنف . وفي وقت التعجيل ثلاثة أوجه (والصحيح ) الذي قطع به المصنف والجمهور : يجوز في جميع رمضان ، ولا يجوز قبله
“Boleh menyegerakan pembayaran zakat fitrah sebelum datang masa wajibnya dikeluarkan (malam 1 Syawal) dengan tanpa khilaf berdasar keterangan penyusun kitab. Adapun mengenai waktu ta’jil (menyegerakan) ada 3 pendapat, yaitu: (1) Pendapat yang shahih sebagaimana ditegaskan penyusun kitab dan mayoritas ulama, yaitu boleh membayarkannya di semua waktu dari bulan Ramadhan, namun tidak boleh bila dilakukan sebelum Ramadhan.”
(والثاني) يجوز بعد طلوع فجر اليوم الأول من رمضان وبعده إلى آخر الشهر ، ولا يجوز في الليلة الأولى ; لأنه لم يشرع في الصوم . حكاه المتولي وآخرون
“Pendapat kedua, boleh dilakukan setelah terbitnya fajar hari pertama dari bulan Ramadhan hingga terbitnya fajar dari akhir bulan Ramadhan. Tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah di malam pertama Ramadhan, karena belum berlaku syariat puasa. Demikian, pendapat ini disampaikan oleh al-Mutawalli.”
(والثالث ) : يجوز في جميع السنة ، حكاه البغوي وغيره. واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب : على أن الأفضل أن يخرجها يوم العيد قبل الخروج إلى صلاة العيد، وأنه يجوز إخراجها في يوم العيد كله، وأنه لا يجوز تأخيرها عن يوم العيد، وأنه لو أخرها عصى ولزمه قضاؤها وسموا إخراجها بعد يوم العيد قضاء
“Pendapat ketiga, boleh mengeluarkan zakat fitrah kapan pun di semua tahun. Pendapat ini disampaikan oleh al-Baghawi dan kawan-kawannya. Akan tetapi, semua pernyataan ulama Syafi’iyah menjelaskan bahwa yang paling utama adalah mengeluarkannya di hari Id sebelum bergegas keluar menunaikan shalat Id. Dan sesungguhnya zakat fitrah itu juga boleh dikeluarkan pada 1 hari id itu, dan tidak boleh menunda-nundanya hingga habis hari Id. Jika terjadi penundaan penunaiannya hingga habis hari Id, maka pelakunya dihukumi “maksiat” sehingga wajib mengqadla’nya. Para ulama menyebut bahwa penunaian zakat fitrah setelah hari id, adalah sama dengan hukum qadla’.”
Dari tiga pendapat ini, pendapat yang terkuat adalah pendapat ke-1 dan ke-2. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama. Sementara itu, pendapat ketiga mengenai bisa ditunaikannya zakat fitrah di luar Ramadhan dinilai lemah. Meski demikian, karena didukung dalil, maka tetap dicantumkan dalam literatur fiqih, sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi di atas.
Menyegerakan Zakat Mal
Di dalam Nihayatu al-Muhtaj, Syekh al-Syirbiny menjelaskan:
يجوز تعجيلها في المال الحولي قبل تمام الحول فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه
“Boleh melakukan ta’jil zakat harta yang bersifat menahun sebelum sempurnanya sifat haul-nya, khususnya untuk harta yang terikat dengan haul dan telah mencapai nishab” (Al-Syirbiny, Nihayatu al-Muhtaj, Beirut; Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, tt., juz 3, h. 141).
Maksud dari harta yang bersifat menahun dan terikat dengan haul ini, adalah harta yang terdiri dari simpanan emas dan perak, perhiasan, ternak, harta dagang, uang simpanan, dan sejenisnya. Adapun, untuk harta tijarah, maka hal itu tidak mungkin dilakukan sebab bukan termasuk harta yang bersifat haul. Kewajiban zakat, sudah berlaku seketika saat panen tiba dan mencapai nishab.
Terkait dengan harta menahun (al-mal al-hauli), di dalam ta’jil zakat harta ini, ada 4 ketentuan yang musti diperhatikan, yaitu:
أن يكون النصاب موجوداً في ملك المزكي عندما عجَّل الزكاة، فلا يصح تعجيلها قبل ملك النصاب
[Pertama] “Jika harta tersebut telah mencapai nishab dan menjadi milik sempurna pihak yang mengeluarkan zakat (muzakki) di saat ia hendak melakukan ta’jil-nya. Tidak sah menyegerakan zakat sebelum harta itu mencapai nishab.”
أن يكون التعجيل عن عام واحد، فلا يجوز تعجيل الزكاة عن أكثر من عام؛ لأن العام الثاني لم يبدأ بعد، فصار كتعجيل الزكاة قبل وجود النصاب
[Kedua] “Harta yang disegerakan pengeluarannya tersebut masih dalam bingkai satu tahun zakat. Tidak boleh menta’jil zakat untuk harta yang akan datang di beberapa tahun kemudian, karena tahun kedua hanya dimulai setelah tahun pertama usai. Penyegeraan zakat tahun kedua di tahun pertama ini menyerupai penunaian zakat sebelum tercapai ketentuan nishab.”
يشترط لصحة تقديم الزكاة أن يبقى مالك النصاب أهلاً لوجوب الزكاة إلى آخر الحول، وذلك ببقائه حياً، وبقاء ماله نصاباً، فلو مات قبل تمام الحول لا يعتبر ما عجّله زكاة
[Ketiga] “Syarat sah menyegerakan zakat adalah jika pemilik harta 1 nishab itu merupakan orang ahli zakat hingga akhir tahun, hidup hingga akhir tahun, dan hartanya mencapai 1 nishab di akhir tahun. Jika muzakki meninggal sebelum sempurna 1 tahun, maka apa yang telah ditunaikannya dengan segera, tidak dihitung sebagai zakat.”
أن يكون القابض للزكاة المعجّلة مستحقاً لها عند تمام الحول، فلو مات لم يُحسب المدفوع له زكاة
[Keempat] “Jika orang yang menerima zakat yang disegerakan pembayarannya itu termasuk orang yang berhak mendapatkan zakat ketika sempurna hitungan tahunnya. Dengan demikian, jika ia meninggal (sebelum sempurnanya tahun), maka apa yang diterima olehnya, sebelumnya, dari muzakki, tidak dihitung sebagai zakat yang dibayarkan kepadanya.”
Demikianlah beberapa ketentuan terkait dengan ta’jil (menyegerakan) zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Adapun Surat Edaran yang datang dari Kementerian Agama RI di atas, adalah memuat ketentuan zakat harta yang disegerakan. Alhasil, kaidah yang dipergunakan dalam tulisan ini, adalah sebagaimana yang tertuang di dalam ketentuan ta’jil zakat harta. Wallahu a’lam bish shawab. []
Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, dan Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah LBM PWNU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar