Jumat, 29 Mei 2020

Nasaruddin Umar: Menjadi Pawang Korona

Menjadi Pawang Korona

Oleh: Nasaruddin Umar

 

KETIKA Namrud mencapai puncak kebenciannya kepada Nabi Ibrahim, ia mengajak kaumnya untuk membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim. Akhirnya ia dilontarkan ke dalam lautan api yang sudah dipersiapkan kaumnya. Yang terjadi ialah api mengatakan, tidak mungkin aku bisa melukai sahabatku dan kekasih Tuhanku. Akhirnya nabi keluar dari bara api tanpa sedikit pun badan dan pakaiannya terjilat api. Raja Namrud dan kaumnya yang keringatan dan kepanasan menyaksikan keajaiban itu.

 

Nabi Daud, ketika ditombak dan diparangi oleh raja yang zalim bersama kaumnya, besi mengatakan tidak mungkin aku melukai sahabatku dan kekasih Tuhanku. Akhirnya Nabi Daud kebal terhadap senjata tajam yang menghunjami dirinya.

 

Ketika perahu yang ditumpangi Nabi Yunus kelebihan muatan dan terancam karam, nakhoda memutuskan untuk mengorbankan salah seorang penumpang. Yang naik undian untuk dilontarkan ke dalam laut ialah Nabi Yunus. Diulangi pengundian sampai tiga kali tetap Nabi Yunus yang naik. Akhirnya Nabi Yunus pasrah untuk dilemparkan ke laut. Yang terjadi selanjutnya, ikan-ikan raksasa di tengah laut berebutan menyelamatkan Nabi Yunus. Dengan mengatakan, tidak mungkin kami membiarkan sahabat kami dan kekasih Tuhan tenggelam di dasar laut. Ikan-ikan raksasa itu menyelamatkan Nabi Yunus ke pantai dalam keadaan selamat.

 

Ketika Raja Tsamud mencapai puncak kejengkelannya kepada Nabi Shaleh, sang raja menantang Nabi Shaleh. Kalau bisa mengeluarkan seekor unta betina dari lubang batu sempit, ia bersama kaumnya akan mengikuti agama baru yang dibawanya. Atas izin Allah, tiba-tiba seekor unta betina raksasa meloncat dari lubang kecil. Bukannya percaya dan sadar, Raja Tsamud beramai-ramai menyembelih dan menyate unta itu dengan angkuh. Yang terjadi berikutnya, semua orang yang makan daging unta itu berubah kulitnya menjadi kuning di hari pertama. Hari kedua berubah menjadi merah darah dan hari ketiga berubah menjadi hitam. Lalu, mereka mati bergelimpangan di rumah masing-masing. Nabi Shaleh dan umat setianya hadir di sekitar itu, tetapi selamat, tidak terganggu dengan virus anthrax yang ditularkan melalui daging unta misterius tadi.

 

Ketika pasukan Abrahah berusaha menghancurkan Kakbah, ia meminggirkan kakek nabi, Abdul Muthalib, sebagai penjaga Kakbah Allah. Ia mengatakan, jika ingin selamat, jauhi tempat di sekitar Kakbah ini. Tidak lama setelah itu, tiba-tiba muncul serangga yang membawa virus yang menghancurkan pasukan Abrahah yang dilukiskan dalam Alquran surah Al Fil: ’’Bagaikan dedaunan yang habis dikunyah baru dimuntahkan.’’

 

Pada kesempatan lain, seorang sufi perempuan bernama Rabi’ah Al Adawiyah bercanda dengan binatang-binatang liar dan burung-burung liar di pinggir kota. Salah seorang temannya bernama Hasan Basri mendekat, tetapi tiba-tiba berhamburan binatang liar masuk ke dalam hutan dan burung-burung liar terbang ke angkasa bebas. Lalu, ia bertanya kepada Zunnun mengapa mereka berlarian masuk hutan dan beterbangan semuanya ke angkasa bebas. Dijawab oleh Rabi’ah, tidak mungkin mereka pergi tanpa pernah engkau mengonsumsi saudara-saudara mereka. Hasan Basri menjawab: Sudah lama saya tidak pernah menjadikan perutnya sebagai binatang. Akhirnya ketahuan minyak sisa penggorengan di rumahnya yang pernah digunakan menggoreng daging, lalu digunakan lagi untuk menggoreng sayur-sayuran.

 

Kita juga sering menyaksikan pawang ular kobra, buaya, harimau, dan burung-burung elang mendemonstrasikan keakrabannya dengan binatang dan burung liar. Mereka tidak mungkin bersahabat dengan sesuatu yang membahayakan jika tidak tertancap rasa saling mencintai di dalam hati mereka. Kita diisyaratkan oleh ayat dan hadis, semakin dekat kita dengan Sang Pencipta, semakin dekat dan respek pula semua ciptaan-Nya.

 

Semua ciptaan dari Yang Mahacerdas, Allah SWT, pasti juga cerdas. Pendekatan kita kepada korona sebaiknya tidak dengan cara-cara kebencian dan sombong. Siapa tahu korona itu membawa misi tersendiri dari Sang Pencipta untuk memberi pelajaran dan penyadaran terhadap manusia. Makhluk halus yang tak terlihat mata kepala ini bisa melumpuhkan dunia, termasuk negara-negara adidaya. Itu belum Dajjal dan Ya’juj dan Ma’juj yang lebih dahsyat lagi.

 

Sekian lama Allah SWT menyadarkan kita dengan cara kenikmatan dan keberuntungan, tetapi tidak digubris, lalu Allah mengubah undangannya dalam bentuk musibah. Jangan sampai virus ini ditugasi untuk mengembalikan manusia ke atas rel yang benar setelah sekian lama kita menyimpang dari misi utama kita diciptakan sebagai hamba dan khalifah. Satu ekor korona yang marah bisa mencelakai seseorang, tetapi 1.000 korona yang bersahabat dengan kita bisa menjadi vaksin yang memproteksi teman-temannya yang mau merusak diri kita. Kehadiran Ramadan di tengah korona pertanda positif untuk kita umat Islam. Bukankah doa kita akan lebih mudah diijabah Tuhan di dalam bulan mulia yang penuh berkah ini? []

 

JAWA POS, 13 Mei 2020

Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar