Apakah Rumah yang Ditinggali Wajib Dizakati?
Kita mulai pembahasan kali ini dengan sajian kasus sebagai berikut:
“Seseorang memiliki simpanan berupa tabungan sebesar Rp100 juta, deposito Rp200 juta, rumah senilai Rp500 juta, harta berupa emas dan perak senilai Rp200 juta, sehingga total harta adalah 1 miliar rupiah. Nishab emas (85 gram) dengan asumsi harga emas per gramya senilai Rp750 ribu rupiah, dan bila nishab tersebut dirupakan uang tunai maka nilai 85 gram emas adalah setara dengan nilai Rp63,75 juta rupiah. Karena aset yang dimiliki oleh orang tersebut adalah sama dengan 1 miliar, maka ia dikenai pungutan atas nama zakat sebesar 2.5% dari 1 miliar.”
Apakah penarikan zakat model semacam ini adalah benar menurut syariat? Mari kita kaji bersama! Penting untuk dicatat, bahwa zakat itu hanya berlaku atas kelima objek zakat sebagai berikut:
تجب الزكاة في خمسة أشياء وهي المواشي والأثمان والزروع والثمار وعروض التجارة
Artinya: “Zakat itu wajib atas 5 perkara, yaitu: (1) ternak, (2) barang berharga (emas dan perak), (3) hasil tanaman (sawah) atau perkebunan, (4) buah-buahan, dan (5) harta modal dagang” (Abi Syuja’, Kitab Matan Ghayatu al-Taqrib: 16).
Yang masuk kelompok al-mawasy (ternak), adalah binatang ternak yang terdiri kambing, sapi, dan unta. Yang masuk kelompok al-atsman (barang berharga) adalah emas dan perak. Saat ini, uang dimasukkan dalam kelompok al-atsman disebabkan karena ‘illat tsamaniyah-nya (keberadaannya yang disamakan dengan barang berharga). Jika illat tsamaniyah ini dibenarkan dan diakui secara syariat, maka semua jenis barang berharga adalah masuk kategori wajib zakat juga, seperti rumah, mobil, sepeda motor, berlian, dan sebagainya. Bahkan baju mewah yang disimpan di almari dan tidak dipergunakan dalam satu tahun, juga bisa masuk kategori sebagai yang wajib dizakati. Namun, kiranya pendapat ini adalah pendapat yang lemah.
Pendapat yang masyhur adalah pendapat ulama yang menyatakan bahwa uang dikelompokkan sebagai yang wajib dizakati disebabkan memiliki nilai jaminan berupa cadangan emas, yang emas itu berada dan disimpan di bank sentral suatu negara. Maka dari itu, uang di-qiyas-kan dengan emas meskipun keberadaannya hanya bersifat sebagai bukti kepemilikan atas emas tersebut.
Namun, pendapat yang masyhur ini perlu mendapat ralat khususnya setelah melihat pada fakta yang berlaku saat ini, bahwa uang sudah tidak memiliki jaminan emas di bank sentral. Oleh karenanya meng-qiyas-kan uang kepada emas untuk saat ini dipandang sebagai tidak tepat. Uang lebih tepat bila diqiyaskan dengan ‘urudl al-tijarah (harta modal dagang), karena ia selalu aktif diperdagangkan di pasaran internasional.
Yang dimaksud dengan al-zuru’ (hasil tanaman) adalah semua jenis tanaman produktif yang ditanam oleh anak adam sebagai makanan pokok dan keberadaannya bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama (qutan mudakhiran). Semisal padi, jagung, sagu, gandum, tebu (yang disimpan sebagai gula) dan sejenisnya. Adapun yang dimaksud dengan al-tsimar (buah-buahan) adalah anggur dan kurma. Sementara itu yang dimaksud dengan urudl al-tijarah (harta modal dagang) adalah harta yang diperjualbelikan (diperdagangkan).
Adapun syarat dari keseluruhannya berbeda-beda antara satu sama lainnya. Namun, ada dua kesepakatan yang berlaku atas semua jenis objek zakat di atas, yaitu keberadaannya telah mencapai nishab dan haul (1 tahun).
Dengan mempertimbangkan ketentuan di atas, maka dari seluruh objek persoalan yang dihadirkan, yang meliputi harta tabungan, deposito, rumah, simpanan berupa emas dan perak, maka yang masuk unsur kuat sebagai objek wajib zakat adalah deposito dan simpanan berupa emas dan perak. Harta deposito ini juga disyaratkan harus berupa harta yang sifatnya kanzin (tersimpan) dalam rentang waktu satu tahun. Zakatnya diqiyaskan dengan ‘urudlu al-tijarah (menurut pernyataan yang memandang uang sebagai harta yang diperdagangkan). Adapun bila mengikut pada pendapat yang menyatakan bahwa uang diqiyaskan dengan emas dan perak, maka zakatnya mengikuti pola penghitungan nishab emas.
Untuk harta yang berupa simpanan emas dan perak, disyaratkan bahwa harta itu bukan dari kelompok huliyyun mubah (perhiasan yang bersifat mubah) dan harus kanzin (tersimpan). Jika harta itu masih berupa huliyyun mubah (perhiasan), dengan ciri kadang dipakai dan tidak, maka perhiasan yang kadang dipakai dan kadang tidak tersebut harus disendirikan dari kelompok yang perhiasan yang tidak pernah dipakai. Selanjutnya, perhiasan yang tidak pernah dipakai selama satu tahun itu dihitung nishabnya, lalu diambil zakatnya sebesar 2.5%.
Adapun untuk harta berupa tabungan, maka perlu diteliti terlebih dahulu, apakah harta yang ada dalam tabungan itu mencapai jumlah 100 jutanya adalah disebabkan karena adanya penambahan dari pemilik dalam tahun itu atau tidak. Bila terjadi penambahan dalam rentang waktu satu tahun, maka harta yang ditambahkan itu tidak masuk yang wajib dizakati. Yang wajib dizakati adalah bila harta yang tersimpan dalam tabungan melebihi jumlah nishab di awal tahun hingga akhir tahun. Namun, bila ditemukan kadang naik dan kadang turun, sehingga jumlahnya kadang lebih dari satu nishab atau kadang kurang, maka tabungan tersebut tidak masuk unsur objek zakat.
Adapun rumah, adalah tidak masuk objek zakat. Ia bisa masuk sebagai bagian dari properti yang wajib dizakati bila rumah tersebut dibangun dengan niat untuk diperdagangkan. Misalnya adalah aset properti perumahan oleh pengembang. Properti perumahan ini bisa dikelompokkan sebagai harta dagang. Namun, bila rumah itu adalah aset yang ditinggali, maka ia sudah tidak masuk lagi sebagai kelompok yang menjadi objek wajib zakat, karena tidak masuk satu dari kelima objek zakat sebagaimana yang digariskan oleh syariat.
Walhasil, dari objek yang disodorkan dalam permasalahan di atas, maka harta yang wajib dizakati secara kuat adalah deposito dan emas dan perak. Sudah pasti dengan tidak meninggalkan apa yang disebutkan dalam keterangan di atas. Adapun untuk tabungan, maka ia tidak masuk objek wajib zakat selagi tidak memenuhi unsur haul (tersimpan dalam satu tahun penuh tanpa diotak-atik sehingga jumlahnya naik turun dibanding nishab). Sementara itu untuk rumah, harta ini tidak dibenarkan dipungut zakat. Dengan demikian, perhitungan minimal yang dibenarkan terhadap objek harta dalam permasalahan di atas adalah:
Deposito: Rp200 juta x 2.5% = 5 juta
Emas dan perak: Rp200 juta x 5% = 5 juta
Total zakat yang wajib dibayarkan oleh pemilik objek zakat di atas adalah sebesar Rp10 juta rupiah. Wallahu a’lam bish shawab. []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar