Bacaan Surat Al-Qur’an dalam Shalat Tarawih
Shalat tarawih sunnah dilakukan secara berjamaah. Waktunya adalah setelah shalat Isya, seperti waktu shalat Witir. Dilaksanakan sebanyak 20 rakaat, dengan 10 kali salam (salam setiap dua rakaat).
Sebagaimana shalat yang lain, di dalam tarawih juga dianjurkan membaca surat dari Al-Qur’an setelah membaca Surat al-Fatihah. Dalam fenomena shalat tarawih di masyarakat, ada banyak macam surat yang dibaca. Sebagian membaca satu halaman Al-Qur’an di setiap rakaatnya, urut mulai dari awal Surat al-Baqarah. Dengan metode ini, setiap malamnya mereka bisa mendapat satu juz, sehingga bisa khatam Al-Qur’an sampai 30 juz jika dilakukan 30 malam berturut-turut.
Sebagian memakai pola surat pendek, di mulai dari Surat at-Takatsur sampai Surat al-Masad atau al-Lahab (surat ke-102 sampai ke111), masing-masing dilakukan di setiap rakaat pertama. Sedangkan untuk rakaat kedua membaca Surat al-Ikhlas. Dan masih banyak lagi teknis pembacaan surat selain yang telah disebutkan. Pertanyaannya adalah, bacaan Al-Qur’an apa yang sebaiknya dibaca saat shalat tarawih?
Pada dasarnya, tidak ada larangan dari syariat untuk membaca surat apa pun di dalam pelaksanaan shalat tarawih. Surat apa pun yang dibaca, sudah mendapat pahala pokok kesunnahan membaca surat.
Namun demikian, yang paling utama dibaca adalah metode tajziah (membaca satu juz) di setiap hari pelaksanaan tarawih. Teknisnya seperti yang dijelaskan di atas, yaitu membaca satu halaman Al-Qur’an di setiap rakaat, hingga purna satu juz pada rakaat ke-19. Demikian dilakukan secara urut mulai dari awal Surat al-Baqarah, sehingga di akhir Ramadhan bisa khatam sampai Surat an-Nas.
Syekh Ibrahim al-Bajuri mengatakan:
وَفِعْلُهَا بِالْقُرْآنِ فِيْ جَمِيْعِ الشَّهْرِ بِأَنْ يَقْرَأَ كُلَّ لَيْلَةٍ جُزْأً أَفْضَلُ مِنْ تَكْرِيْرِ سُوْرَةِ الرَّحْمَنِ أَوْ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ أَوْ سُوْرَةِ الْإِخْلَاصِ بَعْدَ كُلِّ سُوْرَةٍ مِنَ التَّكَاثُرِ إِلَى الْمَسَدِّ كَمَا اعْتَادَهُ أَهْلُ مِصْرَ
“Dan melaksanakan tarawih di keseluruhan bulan (Ramadhan), dengan membaca satu juz di setiap malam, lebih utama daripada mengulang-ulang Surat ar-Rahman atau Hal Atâ ‘alal Insan atau Surat al-Ikhlas setelah masing-masing surat mulai dari at-Takatsur sampai al-Masad seperti yang ditradisikan penduduk Mesir,” (Syekh Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘Ala Ibni Qasim, juz 1, hal. 260).
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan landasan keutamaan tajziah dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra sebagai berikut:
وَقَدْ أَفْتَى ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنُ الصَّلَاحِ وَغَيْرُهُمَا بِأَنَّ قِرَاءَةَ الْقَدْرِ الْمُعْتَادِ فِي التَّرَاوِيحِ هُوَ التَّجْزِئَةُ الْمَعْرُوفَةُ بِحَيْثُ يُخْتَمُ الْقُرْآنُ جَمِيعُهُ فِي الشَّهْرِ أَوْلَى مِنْ سُورَةٍ قَصِيرَةٍ وَعَلَّلُوهُ بِأَنَّ السُّنَّةَ الْقِيَامُ فِيهَا بِجَمِيعِ الْقُرْآنِ، وَاقْتَضَاهُ كَلَامُ الْمَجْمُوعِ وَاعْتَمَدَ ذَلِكَ الْإِسْنَوِيُّ وَغَيْرُهُ
“Syekh Ibnu Abdissalam, Syekh Ibnus Shalah, dan lainnya berfatwa bahwa membaca kadar bacaan yang ditradisikan di dalam tarawih yang dikenal dengan tajziah, dengan mengkhatamkan keseluruhan Al-Qur’an di dalam satu bulan, lebih utama daripada membaca surat pendek. Para ulama memberikan alasan bahwa kesunnahan di dalam tarawih adalah membaca keseluruhan Al-Qur’an. Hal ini seperti yang ditunjukan oleh statemennya kitab al-Majmu’, dipegangi pula oleh Imam al-Asnawi dan lainnya,” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 184).
Adapun tradisi-tradisi yang berbeda dengan metode tajziah ini, tidak bisa dihukumi makruh, apalagi haram. Sebab tidak ada larangan khusus dari syariat yang mencegahnya. Hal ini sebagaimana penegasan Syekh Ibnu Hajar tentang tradisi pengulangan Surat al-Ikhlas di setiap rakaat tarawih. Kata beliau, tradisi tersebut tidak disunnahkan, namun tidak pula dikatakan makruh.
Ulama yang dikenal sangat tajam daya analisisnya tersebut menegaskan dalam himpunan fatwanya sebagai berikut:
تَكْرِيرُ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ أَوْ غَيْرِهَا فِي رَكْعَةٍ أَوْ كُلِّ رَكْعَةٍ مِنْ التَّرَاوِيحِ لَيْسَ بِسُنَّةٍ، وَلَا يُقَالُ: مَكْرُوهٌ عَلَى قَوَاعِدِنَا. لِأَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيهِ نَهْيٌ مَخْصُوصٌ
“Mengulang-ulang bacaan surat al-Ikhlas atau lainnya di dalam satu rakaat atau setiap rakaat tarawih tidak sunnah, tidak pula dikatakan makruh sesuai kaidah-kaidah kami, sebab di dalamnya tidak ada larangan khusus” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 184).
Demikian penjelasan mengenai bacaan Al-Qur’an yang dianjurkan di dalam shalat tarawih. Banyak ragam “ijtihad” para masyayikh dan kiai dalam memilih bacaan surat shalat tarawih. Mungkin di lingkungan masyarakat yang kuat diajak tarawih lama, pilihan membaca satu juz di setiap malam adalah langkah yang ideal. Namun, ketika dihadapkan dengan masyarakat yang masih labil, bersedia tarawih saja sudah baik, maka membaca surat-surat yang lebih pendek lebih bijak, untuk menghindari mudarat keengganan mereka mengikuti tarawih, sesuai dengan prinsip kaidah fiqh “dar’ul mafâsid muqaddamun ‘alâ jalbil mashâlih” (menghindari kemudaratan lebih didahulukan atas menarik kemashlahatan). Karena itu, hendaknya tidak mudah memvonis keliru terhadap tradisi bacaan tarawih di masyarakat, masing-masing tokoh bisa jadi memiliki pertimbangan yang belum tentu sama dengan kondisi masyarakat di daerah lain. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Qur’an, Geyongan Arjawinangun Cirebon Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar