Amalan-amalan Ibadah bagi
Perempuan Haid di Bulan Ramadhan
Sedih. Mungkin itu yang dirasakan para
perempuan taat yang tak bisa menjalani ibadah puasa Ramadhan secara penuh.
Kodratnya sebagai perepuan dewasa yang pasti mengalami haid atau menstruasi
tiap bulan menghalanaginya untuk menjalankan sejumlah ibadah tertentu.
Puasa, bahkan, secara otomatis batal ketika
darah itu keluar meski si perempuan sudah menahan lapar seharian hingga
menjelang maghrib tiba. Dan atas batalnya ini ia diharuskan mengganti (qadla’)
di luar Ramadhan. Menjalani puasa dengan berbagai kesulitannya ini saja
sesungguhnya termasuk ibadah tersendiri bagi perempuan. Butuh kesabaran dan
keikhlasan melewatinya, yang belum tentu bisa dilakukan oleh setiap laki-laki.
Dalam kitab Taqrib dijelaskan, ada
delapan jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas,
yakni shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk
masjid, thawaf, jima', dan bersenang-senang di sekitar organ kemaluan. Ulama
berbeda pendapat dengan delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafi’iyah
ini. Misalnya, madzhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al-Qur’an, dan
madzhab Hanbali membolehkan i’tikaf di masjid.
Bulan Ramadhan menjadi momen melipatgandakan
kebaikan. Perempuan yang sedang haid atau nifas memang mendapat batasan untuk
menunaikan ibadah-ibadah tersebut. Namun, ia bisa melakukan ibadah-ibadah lain
yang jumlahnya lebih banyak. Ibadah-ibadah tersebut di antaranya:
Pertama, mencari ilmu.
Mencari ilmu menjadi pilihan bagus ibadah
bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, baik dilakukan secara otodidak
dengan membaca buku atau kitab, ataupun melalui bimbingan guru dengan
mendatangi majelis-majelis ilmu. Mencari ilmu dalam Islam bersifat wajib (faridlah).
Manfaatnya yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang lain membuat kegiatan
tersebut masuk kategori ibadah, bahkan setara dengan jihad.
تَعَلَّمُوا
الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لِلهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ،
وَمدَارَسَتَهُ تَسْبِيحٌ، وَالْبَحْثُ عَنْهُ جِهَادٌ
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu
kerana Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah,
menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, berdzikir.
Dzikir adalah perbuatan yang dianjurkan untuk
siapa saja dan kapan saja. Dzikir adalah indikasi hidupnya hati. Rasulullah
dalam hadits riwayat Imam Bukhari bersabda: “Perumpamaan antara orang yang
dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang
mati”.
Jenis dzikir sangat banyak, bisa berupa ucapa
tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya. Aktif dalam majelis
istighotsah, tahlilan, atau forum dzikir lainnya karena itu termasuk bernilai
ibadah.
Dalam konteks Ramadhan, umat Islam
dianugerahi kesempatan Lailatul Qadar yang disebut Al-Qur’an setara dengan
serbu bulan. Meski banyak ulama yang meyakini momen itu jatuh pada sepuluh
terakhir Ramadhan, sejatinya jadwal pastinya hanya Allah yang tahu. Perempuan
haid/nifas, sebagaimana umat Islam pada umumnya, sangat dianjurkan menfaatkan
hari demi hari, detik demi detik, sepanjang bulan suci ini untuk beribadah,
termasuk berdzikir.
"Aisyah RA pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, andaikan aku bertemu Lailatul Qadar, doa apa yang
bagus dibaca? Rasul menjawab:
اللَّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul
‘afwa fa’fu ‘annî,’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai
orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku).” (HR Ibnu Majah)
Ketiga, berdoa.
Doa juga menjadi pilihan ibadah yang mudah
dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas. dalam sebuah
hadits doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah). Doa bisa
dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk
oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar
kata dari da‘â-yad‘û-du‘â juga berarti berseru atau memanggil. Doa
mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut
bermunajat.
Keempat, melakukan kegiatan sosial.
Di samping ibadah-ibadah yang bersifat
ritual, umat Islam juga diperintahkan untuk memperbanyak kegiatan positif yang
bersifat sosial. Kegiatan sosial tersebut bisa berupa pergaulan secara baik,
donor darah, menanam pohon, memberi makan kaum fakir, memudahkan urusan orang
lain, mengajar, menyediakan buka puasa bagi anak-anak jalanan, dan lain
sebagainya.
Di bulan suci Ramadhan ibadah bernuansa
sosial itu tercermin, misalnya, dalam perintah untuk menyuguhkan buka puasa
walaupun hanya sebiji kurma. Artinya, aktivitas perempuan haid yang
menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah.
Puasa sendiri adalah bentuk latihan seorang
hamba untuk merasakan saudara-saudaranya yang sehari-hari didera rasa lapar dan
haus karena tak mampu. Dengan demikian, kegiatan sosial sesungguhnya merupakan
ibadah yang memang menjadi jati diri makna puasa itu sendiri.
Selain ketiga contoh di atas masih banyak
bentuk-bentuk ibadah lain yang bisa dilakukan perempuan yang tengah menstruasi
atau nifas. Aktivitas-aktivitas itu tak hanya yang berelasi khusus dengan Allah
tapi juga bisa sekaligus dengan sesama manusia.
Bagaimana dengan membaca Al-Qur’an? Seperti
disebutkan di atas, ulama berbeda pendapat soal ini. Dalam Madzhab Syafi’i
ulama sepakat bahwa perempuan haid/nifas tidak diperkenankan menyentuh atau
membawa mushaf. Sebagian lain bahkan membolehkan membaca Al-Qur’an (tanpa
menyentuhnya) dengan niat dzikir, doa, atau mempelajarinya.
Mengenai hal ini I'anatuth Thalibin
menjelaskan:
وإن
قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود
قرينة لا يكون قرأنا إلا بالقصد ولوبما لا يوجد نظمه فى غير القرأن كسورة الإخلاص
Apabila ada tujuan berdzikir saja atau
berdo'a, atau ngalap berkah atau menjaga hafalan, atau tanpa tujuan apapun
(selama tidak berniat membaca al-Qur'an) maka (membaca Al-Qu'an bagi perempuan
haid) tidak diharamkan. Kerena ketika dijumpai suatu qarinah, maka yang
dibacanya itu bukanlah Al-Qur'an kecuali jika memang dia sengaja berniat
membaca al-Qur'an. Walaupun bacaan itu seseungguhnya adalah bagian dari
Al-Qur'an semisal surat al-ikhlas.
Wallâhu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar