Kembalikan
Makna Takbir yang Hakiki
Oleh:
Nadirsyah Hosen
Allahu
Akbar sekarang menjadi guyonan. Takbir sering diplesetkan jadi take beer.
Ucapan Takbir sering dianggap sebagai ciri Islam garis keras, yang
sedikit-sedikit teriak Takbir disela orasinya. Bahkan di masyarakat Barat
istilah Takbir dikenal akibat para teroris meneriakkannya sebelum menjalankan
aksi terornya.
Tiba-tiba
kita hidup di jaman dimana ucapan Takbir menjadi begitu disalahmemgerti dan
dikelirutafsirkan, baik oleh umat Islam maupun oleh non-Muslim. Dan harus
diakui pihak Muslim berkontribusi besar atas kesalahpahaman ini. Takbir menjadi
sesuatu yang menakutkan atau malah menjadi bahan plesetan. Mari kita kembalikan
makna Takbir yang sesungguhnya.
Takbir
itu adalah membesarkan Allah. Allahu Akbar. Allah Maha Besar. Maha Besar dari
apa? dari alam semesta ini, dari segalanya, termasuk dari berbagai problem yang
kita hadapi, dari segala ucapan yang menghina, dari segala pembangkangan
makhluk.
Saat kita
memulai shalat dan mengucapkan Allahu Akbar, maka itulah garis pemutus anrara
kita dan dunia. Kita mi'raj ke hadapan Allah lewat ucapan takbir. Kita
tinggalkan semua urusan dunia, tak kita pikirkan urusan hutang piutang, beban
berat kerjaan, bahkan jomblo pun tak lagi hirau nasib ngenesnya saat Allahu
Akbar diucapkan memulai shalat.
Kita
besarkan Allah, kita kecilkan diri kita. Siapa yang bertakbir maka dia tidak
akan punya sifat kibir alias takabur. Dia paham sesungguhnya bahwa dirinya
tidak berarti apa-apa di depan kemahabesaran Allah. Keangkuhan diri musnah
seketika bersama Takbir.
Yang
terjadi sekarang sebaliknya, ucapan Takbir dipakai untuk membesarkan diri kita,
dan mengecilkan pihak lain. Takbir maknanya bergeser seolah menjadi
"lihatlah betapa kami mayoritas, kami berkuasa penuh, dan kami bisa
bertindak apapun atas kalian".
Takbir
sekarang lebih ditujukan kepada mereka yang kita anggap sebagai musuh Allah
ketimbang kita tujukan untuk muhasabah diri kita sendiri. Alih-alih membesarkan
Allah, saat ini ucapan Takbir justru dipakai untuk menakbirkan diri kita
sendiri. Na'udzubillah.
Tiba-tiba
ucapan Takbir menjadi menakutkan. Dipakai untuk melibas yang berbeda, digunakan
untuk membenarkan tindakan apapun termasuk membully atau memfitnah pihak lain.
Takbir seolah mewakili kemurkaan Allah, padahal Allah gak ada urusannya dengan
kemarahan dan ketersinggungan kalian. Kata Gus Mus, "disangkanya kalau
kalian marah, terus Allah yang al-Rahman dan al-Rahim itu juga pasti
marah?"
Allah
Maha Besar itu tidak menakutkan. Allah Maha Besar itu mengayomi semuanya di
dalam kemahabesaranNya. Allah Maha Besar itu memberi hak hidup dan rejeki
bahkan kepada mereka yang menentangNya. Allah Maha Besar itu tidak terhina
sedikitpun jikalau semua penduduk dunia melecehkanNya. Tidak berkurang kadar
keagunganNya sedikitpun kalau tak satupun mau menyembahNya.
Maka
sesiapa yang mengucap Takbir, sejatinya dia akan merunduk dan merendahkan
diriNya di depan kemahabesaran Allah. Yang mengucapkan Takbir dia akan
merangkul semua makhluk ciptaan Allah. Yang ber-takbir akan mengakui bukan kita
yang menentukan nasib sesama tapi hanya Allah!
Mari kita
kembalikan makna Takbir ke makna yang hakiki, agar ucapan Takbir tidak dianggap
simbol kekerasan umat dan menjadi guyonan belaka. Ucapan Takbir harus
diletakkan secara proporsional agar kita dan semuanya sama-sama mengerti makna
yang sebenarnya. []
NU
ONLINE, 06 Juni 2017
Nadirsyah
Hosen | Rais Syuriyah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law
School.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar