Makna Nuzul Alquran bagi Perempuan
Oleh: Siti Musdah Mulia
SETIAP malam 17 Ramadan umat Islam memperingati Nuzul Alquran.
Umat Islam meyakini Alquran pertama kali diwahyukan kepada Rasulullah SAW. Pada
malam itu. Tidak banyak yang tahu bahwa orang pertama yang meyakini kebenaran
Alquran turun kepada Rasul adalah seorang perempuan. Itulah Khadijah alqubra,
istri Nabi yang teramat dihormatinya. Setelah itu, barulah menyusul para
sahabat meyakini kebenaran Alquran.
Alquran, kitab suci umat Islam, diturunkan dalam suatu lingkup
masyarakat yang tidak hampa budaya. Karena itu, kitab suci ini memiliki dimensi
kemanusiaan, di samping dimensi keilahian. Diyakini teks-teks Al-Qur`an sarat
dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan ideal. Namun, ketika teks-teks
itu bersentuhan dengan budaya manusia, muncul distorsi akibat pengaruh budaya,
baik disengaja maupun tidak. Akibatnya, interpretasi manusia terhadap teks-teks
tersebut sangat beragam dan cenderung menyalahi nilai-nilai Qurani yang ideal
dan luhur.
Perempuan adalah kelompok paling diuntungkan dengan turunnya
Alquran. Mengapa? Di bawah tuntunan Alquran, Muhammad, Rasulullah SAW.
melakukan perubahan radikal terhadap posisi dan status perempuan dalam
masyarakat Arab jahiliyah. Rasul mengajarkan keharusan merayakan kelahiran bayi
perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib kelahiran bayi perempuan.
Rasul menetapkan hak waris bagi perempuan di saat masyarakat
memposisikan mereka hanya sebagai objek atau bagian dari komoditas yang
diwariskan. Rasul menetapkan kepemilikan mahar sebagai hak penuh perempuan
dalam perkawinan pada saat masyarakat memandangnya sebagai hak monopoli
orangtua atau wali.
Rasul melakukan koreksi total terhadap praktik poligami yang biadab dan sudah mentradisi dengan mencontohkan perkawinan monogami bersama Khadijah, istri tercinta. Bahkan, sebagai ayah, Rasul melarang putrinya, Fatimah dipoligami. Rasul mengangkat Ummu Waraqah menjadi imam salat, pada saat masyarakat hanya mengenal laki-laki sebagai pemuka agama.
Rasul mempromosikan posisi ibu yang sangat tinggi, bahkan
derajatnya lebih tinggi tiga kali dari ayah pada saat masyarakat memandang ibu
tak ubahnya mesin produksi. Rasul menempatkan istri sebagai mitra sejajar suami
di saat masyarakat memandangnya sebagai pelayan dan objek seksual belaka.
Alquran menuntun Rasul mengubah posisi dan status perempuan secara
revolusioner. Mengubah posisi dan status perempuan dari objek yang dihinakan
dan dilecehkan menjadi subjek yang dihormati dan diindahkan. Mengubah posisi
perempuan yang subordinat, marginal, dan inferior menjadi setara dan sederajat
dengan laki-laki.
Rasul memproklamasikan keutuhan kemanusiaan perempuan setara
dengan laki-laki. Keduanya sama-sama makhluk, sama-sama manusia, sama-sama
berpotensi menjadi khalifah fi al-ardh (pengelola kehidupan di bumi), dan juga
sama-sama berpotensi menjadi fasad fi al-ardh (perusak di muka bumi). Nilai
kemanusiaan laki-laki dan perempuan sama, tidak ada perbedaan sedikit pun.
Tidak ada yang membedakan di antara manusia kecuali prestasi takwanya (QS
Al-Hujurat: 13) dan soal takwa, cuma Allah semata berhak menilai, bukan
manusia. Kewajiban manusia hanyalah ber-fastabiqul khairat (berkompetisi
melakukan yang terbaik) demi mengharapkan rida Allah SWT.
Dalam momentum memperingati Nuzul Alquran tahun ini, perempuan
Islam hendaknya melakukan introspeksi diri: Apakah nilai-nilai Qurani yang
begitu ideal dan luhur telah dihayati dan diamalkan secara optimal dan
sungguh-sungguh dalam kehidupan nyata sehari-hari? Apakah ajaran Alquran soal relasi
gender sudah diimplementasikan dengan baik dalam masyarakat? Perempuan harus
bangkit dan berani mengubah semua nilai-nilai budaya dan interpretasi agama
yang tidak sesuai dengan prinsip dasar Alquran yang begitu memanusiakan
perempuan.
Seiring dengan itu, melalui puasa Ramadan, perempuan pun secara
internal harus mampu mengubah semua dimensi buruk dan tercela dalam diri
masing-masing, untuk selanjutnya berkompetisi menuju kualitas muttaqin. Semoga
setelah ini tingkat kualitas takwa kita menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Amin! []
MEDIA INDONESIA, 13 June 2017
Siti Musdah Mulia | Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar