Pertanda Malam Lailatul Qadar dalam
Al-Qur’an
Salah satu peristiwa penting pada momen bulan
suci ramadhan yaitu datangnya malam lailatul qadar. Menurut berbagai riwayat,
malam yang digadang-gadang oleh seluruh umat Islam di dunia ini datang pada 10
hari terakhir bulan ramadhan, khususnya di tanggal-tanggal ganjil.
Namun, datangnya malam lailatul qadar tidak
seorang pun yang mengetahui tepatnya kapan. Selama ini umat Islam hanya membaca
tanda-tanda malam yang menurut Al-Qur’an lebih baik dari 1000 bulan ini. Betapa
mulianya malam lailatul qadar karena mampu membawa seorang hamba pada ketakwaan
yang hakiki.
Lalu, benarkah pertanda malam lailatul qadar di
antaranya membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan, dan
sebagainya? Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap muslim berdasarkan pernyataan
Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1)
dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau
ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).
Ditegaskan dalam Al-Qur’an, malam tersebut
adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini
diisyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa ma
adraka ma laylatul qadar.”
Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait
malam lailatul qadar, Muhammad Quraish Shihab (1999) memberikan sejumlah
keterangan terkait arti kata qadar. Mufassir kenamaan tersebut memaparkan tiga
arti pada kata qadar tersebut.
Pertama, qadar berarti penetapan atau
pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi
perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman
Allah pada Surat Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam
batas setahun.
Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar
diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan
strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang
benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik
sebagai individu maupun kelompok.
Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut
adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai
malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala
kemuliaan yang dapat diraih.
Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam
ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha
haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu
tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka
berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
Ketiga, qadar berati sempit. Malam tersebut
adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti
yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malikat-malaikat dan
ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh
Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: Allah yabsuthu al-rizqa
liman yasya’ wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan
mempersempitnya [bagi yang dikehendakinya]). ***
Disarikan dari M. Quraish Shihab dalam buku
karyanya ”Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat.” (Mizan, 1999).
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar