Pelajaran Menikmati Diri Sendiri
Oleh: Dahlan Iskan
INILAH salah satu kesibukan utama saya selama
diperkarakan oleh Kejati Jatim: nonton Dangdut Academy 4. Di Indosiar. Hampir
tiap malam. Selama hampir empat bulan.
Saya hafal nama-nama pesertanya. Wajah-wajahnya. Asal
daerahnya. Dewan jurinya. Komentatornya. Host-nya. Dan iklan-iklannya. Kalau
sudah nonton DA4, saya lupa jaksa-jaksa yang menuntut saya.
Ada pelajaran penting yang saya peroleh dari DA4:
menyanyi itu ternyata sulit. Lebih sulit dari yang saya bayangkan. Cengkok.
Nada. Vibra. Dan banyak lagi. Bahkan, suara itu ternyata tidak hanya dari
mulut. Ada suara perut segala. Di samping ada suara diafragma. Menjadi menteri,
rasanya, tidak sesulit itu.
Saya juga baru tahu Iyeth Bustami itu ternyata pinter
sekali. Juri yang satu ini bisa seperti dokter. Mendiagnosis suara penyanyi:
suara perut atau diafragma. Dengan cara menyuruh peserta telentang di lantai.
Lalu, Iyeth meletakkan tangannya di ulu hati peserta.
Iyeth ternyata juga modis sekali. Keharusan agamanya
untuk menutup rambut dia siasati secara kreatif. Bukan membuat rambut palsu,
tapi rambut imajinasi. Jilbabnyalah yang diimajinasikan sebagai rambut. Dengan
model yang terus berganti. Juga warnanya.
Puncak mode penampilan Iyeth terjadi saat tampil minggu
lalu. Menyanyikan Sudahlah bersama Fildan dari Kota Bau-Bau. Iyeth tampil
dengan kreasi mode kelas dunia: headpiece. Ala Maleficient. Tokoh Disney.
Lihatlah YouTube-nya.
Juri Inul Daratista juga orang cerdas. Inul bisa tahu
mengapa juri memberi empat lampu merah pada Fildan. Saat Fildan tampil di tiga
besar. Padahal, biasanya Fildan dapat lima lampu hijau. ''Pendukung Fildan
sendiri yang merugikan. Lagu ini memerlukan suasana hening. Tapi, pendukungnya
terus bersorak,'' ujar Inul. Sejak itu, pendukung Fildan menjadi penonton yang
proporsional. Fildan pun dapat lima lampu hijau lagi. Dan masuk grand
final.
Soimah juga sosok istimewa. Dialah yang bisa mengoreksi
Fildan. Yang punya kecenderungan selalu tampil dengan alat musik. ''Seharusnya
kamu tidak memaksakan berseruling saat membawakan lagu ini. Tidak cocok,'' ujar
Soimah.
Sejak itu Fildan berubah. Dia memang piawai bernyanyi
sambil bergitar, berseruling, berpiano, dan bahkan ngedrum. Tapi, sejak fatwa
Soimah, Fildan tidak lagi begitu. Sayangnya, di grand final dia kumat lagi.
Menyandang gitar. Yang talinya merusak mode bajunya.
Puncak kekaguman saya adalah pada sosok yang satu ini:
Ivan Gunawan. Saya adalah orang yang sembrono dalam tata busana. Selama empat
bulan nonton DA4, saya seperti ditegur Ivan setiap malam. Begitu jeli Ivan
melihat busana. Dari segala aspeknya. Kadang muncul keinginan saya agar Ivan
bisa hadir di setiap persidangan pengadilan saya. Agar bisa menilai jalannya
sidang itu. Dari sisi penampilan busana saya.
Di saat penonton (dan saya) terkagum akan penampilan
Fildan, Ivan tidak terpengaruh. Dia menyuruh Fildan duduk di kursi. Ketahuanlah
warna kaus kakinya tidak serasi. Sudah kusut pula. Begitu Fildan ganti kaus
kaki, langsung terasa bedanya.
Demikian juga saat Ivan mencopot aksesori yang memenuhi
kerah Fildan. Sosok Fildan langsung berubah. Begitu besar peÂngaruh busana.
Saya menjadi sadar. Ivan..., saya kagum pada kehebatan Anda.
Pelajaran lain yang saya dapat adalah ini: kemampuan
tim Indosiar menjadikan DA4 sebagai drama besar. Ada tawa. Ada duka. Ada
gembira. Ada derai air mata. Tim Indosiar juga mampu membuat tim juri dan
komentator sebagai part of the show. Mereka bisa terus menyenangkan penonton
dengan cara mereka sendiri berhasil menikmati peran masing-masing. Mereka
merasa terhibur oleh diri sendiri. Ini jugalah kunci sukses Srimulat generasi
Surabaya. Pemain bisa menikmati guyonan mereka sendiri.
DA4 ini luar biasa. Seandainya saya jurinya, juara
satunya 10 orang. Bahkan mungkin 12 orang. Termasuk Fiko yang dari Bangka dan
Sheila yang dari Klaten. Putri tukang parkir yang cantik itu.
Tapi, akhirnya saya memang cocok. Fildan-lah yang jadi
juara. Putri juara dua. Suara Putri yang dari Balikpapan itu memang sebening
salju. Tapi, Fildan lebih komplet. Genre musik apa pun dia lalap: Selamat Malam
yang mendayu, Tum Hi Ho yang India, Mbah Dukun yang metal, dan Maskurane yang
dibuat blues-jazz. ''Kamu ini sudah sah menjadi rocker,'' ujar Inul setelah Fildan
menyanyikan rock.
Melihat Fildan yang juara dan Putri yang runner-up,
saya lega. Februari lalu, ketika DA4 baru dimulai, saya kirim dua WA. Satu ke
Irwan, Dirut Kendari Post, koran terbesar di provinsinya Fildan. Satu lagi ke
Ivan, Dirut Kaltim Post, koran terbesar di provinsinya Putri.
''Irwan, Fildan ini akan menjadi calon juara. Tolong
wartawan Anda perhatikan Fildan,'' tulis saya. Saat itulah saya untuk kali
pertama menonton Fildan. Menyanyikan Tum Hi Ho. Sampai-sampai saya harus
membuka Google. Mencari terjemahan lagu itu.
Di hari yang sama, saya kirim WA senada. Mengingatkan
agar Kaltim Post memperhatikan Putri. Gadis Balikpapan keturunan Bugis Mandar
ini bisa jadi salah satu calon juara.
Kini keduanya sudah jadi bintang. Kejora di mana-mana.
Idola siapa saja. Fildan akan bisa jadi Judika-nya dangdut. Dan Putri bisa jadi
Rossa.
Saya kian takut untuk ikut audisi Dangdut Academy 5. (*)
JAWA POS, 22 May 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar