Keterangan
Puasa dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menggunakan
kata shiyam sebanyak delapan kali, kesemuanya dalam arti puasa menurut
pengertian hukum syariat. Sekali Al-Qur’an juga menggunakan kata shaum, tetapi
maknanya adalah menahan diri untuk tidak bebicara:
“Maka makan, minum
dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah:
Sesungguhnya Aku bernazar puasa (shauman), maka hari ini aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusia pun.” (QS. Maryam: 26).
Demikian ucapan
Maryam as yang diajarkan oleh malaikat Jibril ketika ada yang mempertanyakan
tentang kelahiran anaknya (Isa as). Kata ini juga terdapat masing-masing sekali
dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan, sekali dalam bentuk kata
kerja yang menyatakan, "berpuasa adalah baik untuk kamu", dan sekali
menunjuk kepada pelaku-pelaku puasa pria dan wanita, yaitu ash-shaimin
wash-shaimat.
Kata-kata yang
beraneka bentuk itu, kesemuanya terambil dari akar kata yang sama yakni
sha-wa-ma yang dari segi bahasa maknanya berkisar pada "menahan" dan
"berhenti atau "tidak bergerak". Kuda yang berhenti berjalan
dinamai faras shaim.
Manusia yang berupaya
menahan diri dari satu aktivitas –apa pun aktivitas itu-- dinamai shaim
(berpuasa). Pengertian kebahasaan ini, dipersempit maknanya oleh hukum syariat,
sehingga shiyam hanya digunakan untuk "menahan diri dar makan, minum, dan
upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari".
Kaum sufi, merujuk ke
hakikat dan tujuan puasa, menambahkan kegiatan yang harus dibatasi selama
melakukan puasa. Ini mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh bahkan hati
dan pikiran dari melakukan segala macam dosa.
Betapa pun, shiyam
atau shaum --bagi manusia-- pada hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan
diri. Karena itu pula puasa dipersamakan dengan sikap sabar, baik dari segi
pengertian bahasa (keduanya berarti menahan diri) maupun esensi kesabaran dan
puasa.
Hadis qudsi yang
menyatakan antara lain bahwa, "Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya
ganjaran" dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman-Nya dalam surat
Az-Zumar: 10. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahalanya tanpa batas.
Orang sabar yang
dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa. Ada beberapa macam puasa dalam
pengertian syariat/hukum sebagaimana disinggung di atas, puasa wajib sebutan
ramadhan, puasa kaffarat akibat pelanggaran atau semacamnya, dan puasa sunnah.
***
Disunting dari M.
Quraish Shihab dalam buku karyanya “Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat” (Mizan, 2000).
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar