Ajengan Tubagus Bakri Merespon Gerakan
Wahabisme
Bagaimana Mama Sempur merespon gerakan
Wahhabisme dari Nejd? Sebagai ajengan yang hidup di Jawa Barat, beliau menulis
buku dalam bahasa Sunda sebagai panduan untuk menghadapi gerakan politik yang
menggunakan baju agama tersebut. Mama Sempur atau Ajengan Tubagus Ahmad Bakri
bin Tubagus Seda, demikian nama lengkapnya, menulis buku “Îdhâh
al-Karâthaniyyah fî Mâ Yata’allaq bi Dhalâlâh al-Wahhâbiyyah”.
“Îdhâh al-Karâthaniyyah” ditulis oleh
pengarangnya untuk merespon gerakan Wahhabisme yang berhaluan puritan, yang
pada mulanya muncul di Nejd, semenanjung Arabia (kini Saudi Arabia) di bawah
prakarsa Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb al-Najdî dan mulai berkembang di Nusantara
sejak awal abad ke-20 M. Kemunculan gerakan ini menuai banyak respon dari
ulama-ulama besar dunia Islam, termasuk ulama-ulama Nusantara.
Selain “Îdhâh al-Karâthaniyyah” yang ditulis
oleh Ajengan Sempur Purwakarta, terdapat kitab-kitab lain yang ditulis oleh
ulama Nusantara lainnya untuk merespon gerakan Wahhabisme, seperti “al-Nushûsh
al-Islâmiyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah” karangan KH. Faqih Abdul Jabbar
Maskumambang (Gresik, Jawa Timur), “al-Kawâkib al-Lammâ’ah fî Bayân ‘Aqîdah Ahl
al-Sunnah wa al-Jamâ’ah” karangan KH. Abdul Fadhol Senori (Tuban, Jawa Timur),
“Hujjah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah” karangan KH. Ali Maksum Krapyak
(Yogyakarta), “al-Fatâwâ al-‘Aliyyah” karangan Tuanku Khatib Muhammad Ali
Padang, dan lain-lain.
Kitab “Îdhâh al-Karâthaniyyah” sendiri
ditulis dalam bahasa Sunda beraksara Arab (di Sunda dikenal dengan istilah
Remyak atau Pegon). Tebal kitab 47 halaman dalam format cetak batu. Tak ada
titimangsa yang menjelaskan tarikh penulisan kitab ini.
Sampul dan halaman pertama kitab Îdhâh
al-Karâthaniyyah fî Mâ Yata’allaq bi Dhalâlâh al-Wahhâbiyyah. Dalam menulis
karya ini, Ajengan Sempur merujuk kepada kitab-kitab berbahasa Arab yang
ditulis oleh para ulama Makkah, seperti “al-Durar al-Saniyyah fî al-Radd ‘alâ
al-Wahhâbiyyah” karangan Sayyid Ahmad Zainî Dahlân al-Makkî, mufti madzhab
Syafi’i di Makkah yang juga guru dari para ulama Nusantara pada masanya, juga
kitab “al-Shawâ’iq al-Muhriqah” karangan Syaikh Ibn Hajar al-Haitamî al-Makkî.
Ajengan Sempur menulis:
سئنيا2نا
دجرو كتاب ائى منغ نوقيل تنا كتاب درر السنية في الرد على الوهابية كراغن شيخ
العلماء سيد أحمد دحلان أنو جادي مفتى شافعي بهل جغ تنا كتاب صواعق المحرقة كراغن
ابن حجر الهيتمي جع تنا ليان
(Saenya-enyana di jero kitab ieu meunang
nukil tina kitab Durar al-Saniyyah fî al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan
Syaikhul Ulama Sayyid Ahmad Dahlan anu jadi mufti Syafi’i baheula, jeung tina
kitab Shawâ’iq al-Muhriqah karangan Ibnu Hajar al-Haitamî jeung tina liyana/
Sesungguhnya di dalam kitab ini dapat menukil dari kitab Durar al-Saniyyah fî
al-Radd ‘alâ al-Wahhâbiyyah karangan Syaikhul Ulama Sayyid Ahmad Dahlan yang
menjadi mufti Syafi’i dulu, juga dari kitab Shawâ’iq al-Muhriqah karangan Ibnu
Hajar al-Haitamî, juga dari kitab-kitab lainnya).
Kitab ini dibagi ke dalam delapan pasal.
Pasal pertama mengkaji hadits yang menerangkan kemunculan seseorang dari Nejd
yang kelak membuat fitnah besar di Semenanjung Arabia. pasal kedua menerangkan
dalil-dalil Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dalam perkara ziarah Nabi. Pasal
ketiga menerangkan sosok Muhammad ibn Abdul Wahhab dari Nejd, Muhammad Abduh
dari Mesir, dan para pengikutnya di Nusantara. Pasal keempat menerangkan
tentang perkara tawassul. Pasal kelima menerangkan tentang keharusan umat
Muslim mengambil ilmu dari para ulama yang rabbani yang menjadi “sawad a’zham”
atau jumhur, yang kapasitas keilmuannya jelas, juga memiliki sanad, bukan
kepada sembarang ulama. Pasal ketujuh menerangkan hadits yang melarang bersuhbat
dengan pihak yang membenci para sahabat dan anak cucu Rasulullah, dan anjuran
untuk senantiasa mengikuti ajaran para ulama salafus shalih. Pasal kedelapan
menerangkan tentang sosok Ahmad Surkati al-Sudani, seorang Sudan yang menjadi
pendiri gerakan al-Irsyad yang berhaluan modernis di Indonesia pada tahun 1914
M.
Tentang pengarang sosok ini, yaitu Ajengan
Sempur, beliau bernama lengkap Tubagus Ahmad Bakri bin Tubagus Seda bin Tubagus
Hasan Arsyad yang berasal dari Pandeglang, Banten. Kakeknya, yaitu Tubagus
Hasan Arsyad, adalah qadi dan ulama sentral di Kesultanan Banten pada zamannya.
Ajengan Sempur pernah belajar kepada
Syaikhona Kholil Bangkalan, Sayyid Utsman Betawi, Kiyai Soleh Cirebon, Kiyai
Soleh Darat Semarang, Kiyai Ma’shum Lasem, Kiyai Syathibi Gentur, dan
ulama-ulama besar Nusantara lainnya. Beliau lalu pergi ke Makkah dan belajar di
sana selama beberapa tahun. Di antara guru-guru beliau di Makkah adalah Syaikh
Raden Mukhtar Natanagara (Syaikh Mukhtâr ‘Athârid al-Bûghûrî al-Makkî), Syaikh
Mahfuzh al-Tarmasî al-Makkî, Syaikh Muhammad Marzûqî al-Bantanî al-Makkî,
Syaikh ‘Alî ibn Husain al-Mâlikî al-Makkî, Syaikh ‘Alî Kamâl al-Hanafî
al-Makkî, Syaikh Shâlih Bâ-Fadhal al-Hadhramî al-Makkî, Syaikh ‘Abd al-Karîm
al-Dâgastânî al-Makkî, dan lain-lain.
Selain ““Îdhâh al-Karâthaniyyah”, Ajengan
Sempur juga menulis beberapa karya lainnya yang kebanyakan ditulis dalam bahasa
Sunda beraksara Arab, yaitu; (1) “Maslak al-Abrâr”, (2) “Futûhât al-Taubah”,
(3) “Fawâid al-Mubtadî”, (4) “al-Mashlahah al-Islâmiyyah fî al-Ahkâm
al-Tauhîdiyyah”, (5) “Ishlâh al-Balîd fî Tarjamah al-Qaul al-Mufîd”, (6)
“al-Risâlah al-Waladiyyah”, (7) “Maslak al-Hâl fî Bayân Kasb al-Halâl”, (8)
“Tanbîh al-Ikhwân”, (9) “al-Râihah al-Wardiyyah”, (10) “Tanbîh al-Muftarrîn”,
(11) “Nashîhah al-‘Awwâm”, (12) “Risâlah al-Mushlihât”, (13) “Tabshirah al-Ikhwân”,
dan lain-lain. []
(Ahmad Ginanjar Sya’ban)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar