Islam Mazhab Medsos
Oleh: Komaruddin Hidayat
DALAM diskusi teologi Islam muncul perdebatan klasik terhadap
sebuah pertanyaan, apakah manusia memiliki kebebasan memilih dan menentukan
tindakannya sendiri, ataukah nasib manusia semata wayang yang digerakkan Sang
Dalang yaitu Tuhan? Kedua kutub itu masing-masing memiliki rujukan teks Alquran.
Lalu muncul pendapat di antara keduanya bahwa manusia memiliki kebebasan, tapi
tetap dalam keterbatasan di bawah kekuasaan dan kehendak Tuhan. Ketiga mazhab
teologi itu produk tafsir dan penalaran manusia atas teks Alquran yang kemudian
berkembang dalam sejarah dan masing-masing memiliki pengikut. Berjilid-jilid
kitab klasik membahas perdebatan itu. Menjadi masalah sosial ketika perbedaan
tafsir itu berkembang menjadi ideologi yang mematikan tradisi dialog kritis dan
menimbulkan perpecahan serta percekcokan sesama umat Islam.
Perbedaan tafsir yang melahirkan perbedaan mazhab itu juga terjadi
dalam pemikiran hukum Islam (fikih) dan pemikiran politik. Misalnya, adakah
Islam mewajibkan membentuk negara Islam, ataukah yang primer itu bergerak pada
tataran kemasyarakatan? Adakah membentuk sistem demokrasi sejalan Islam,
ataukah mewajibkan sistem kekhalifahan, itu semua tafsir dan produk sejarah
sepeninggal Rasulullah. Karena hasil ijtihad para ulama dan sarjana Islam, maka
sulit ditemukan kata sepakat mengingat tiap-tiap pemikir punya argumen serta
tumbuh dalam konteks sosial berbeda.
Tantangannya berbeda, bacaan buku-bukunya berbeda, dan lingkungan
sosial, politik, dan ekonominya juga berbeda. Namun, para pemikir kenegaraan
memandang model kekhalifahan itu sudah berakhir. Sebatas wacana sah saja,
tetapi pada tataran implementasi sangat sulit dilaksanakan. Kecuali ketika
jumlah ummat Islam sedikit dan belum muncul negara bangsa.
Ustaz google
Mazhab artinya jalan yang mengantarkan pada tujuan. Dalam konteks pemikiran keagamaan, mazhab berarti sebuah metode yang dirumuskan ulama atau pemikir ahli dalam rangka membantu umat beragama untuk mendekati dan meraih pemahaman Islam yang benar dan mudah yang bersumber pada Alquran dan Sunnah Rasul.
Ibarat Alquran dan Sunnah Rasul itu mata air, maka mazhab adalah jalan menuju ke sana, untuk membantu umat mendekati ajaran agama secara benar. Ulama ahli itu merumuskan metodenya setelah mendalami isi Alquran dan hadis secara mendalam, disertai argumen yang sistematis untuk mendukung pemikirannya. Dengan demikian, orang yang setuju ataupun yang menolak bisa mengikuti argumen yang dibangun dengan jalan membaca karya-karya tulis mereka.
Mazhab itu sangat diperlukan agar orang awam yang tidak ahli agama
mendapatkan bimbingan dan jalan yang mudah untuk memahami Islam. Bayangkan
saja, bagi masyarakat awam, begitu membuka Alquran dan tafsirnya, pasti tidak
mudah menangkap pesan Alquran yang kadang terkesan paradoksal antara statement
ayat yang satu dan yang lain, misalnya mengenai kebebasan manusia. Bahkan untuk
menentukan awal Ramadan saja terdapat mazhab hisab dan rukyat.
Sekarang ini muncul mazhab baru dalam memahami Islam, yaitu mazhab medsos. Sebuah jalan dan pembelajaran agama yang didapat dengan mudah, tanpa harus membaca kitab tebal-tebal serta berguru lama-lama pada kiai. Melainkan cukup memiliki handphone yang memiliki aplikasi Facebook (FB), Whatsapp (WA), Twitter, Instagram, Google, dan aplikasi lain yang berbasis internet.
Sekarang ini muncul mazhab baru dalam memahami Islam, yaitu mazhab medsos. Sebuah jalan dan pembelajaran agama yang didapat dengan mudah, tanpa harus membaca kitab tebal-tebal serta berguru lama-lama pada kiai. Melainkan cukup memiliki handphone yang memiliki aplikasi Facebook (FB), Whatsapp (WA), Twitter, Instagram, Google, dan aplikasi lain yang berbasis internet.
Muncul sebuah jargon baru; Anda bertanya, ustaz google menjawab.
Baik untuk berdakwah maupun untuk mempelajari agama, cukup lewat WA atau FB, di
sana bertebaran informasi agama. Bahkan mereka sering terlibat perdebatan
dengan modal pengetahuan yang diperoleh melalui copas dan forward yang beredar
di medos, terutama WA. Apakah kelebihan dan kelemahan mazhab medsos? Pertama,
istilah mazhab medsos sendiri pasti mengundang pro-kontra. Kedua, bagi yang
serius ingin melakukan riset kepustakaan, medsos menyediakan fasilitas untuk
mengakses sumber informasi keilmuan yang amat kaya, seperti e-book atau
e-journal sehingga perangkat handphone bisa berfungsi sebagai mobile-library.
Ratusan ribu judul buku agama yang klasik dan kontemporer tersedia semuanya.
Ketiga, bagi mereka yang tidak sempat atau malas membaca buku,
medsos menyajikan sekian banyak penggalan informasi keagamaan ibarat makanan
cepat saji yang siap disantap. Keempat, wacana keagamaan di medsos bersifat
sangat egaliter, siapa pun bisa memberi tausiah, berbantahan, bahkan sampai
pada sikap mencaci dan mengafirkan jika tidak sependapat. Pembaca tidak tahu
kualifikasi dan orisinalitas pendapat keagamaan yang di-posting, apakah itu
sekadar forward dan copas, hasil baca buku, atau sekadar iseng. Atau sengaja
ingin menciptakan perdebatan kontroversial.
Kelima, perdebatan emosional, sampai pada taraf caci maki, mudah
muncul ketika paham keagamaan dikaitkan dengan sikap dan pilihan politik serta
menyangkut isu mazhab dan keyakinan di luar mainstream, misalnya Syiah dan
Ahmadiyah. Peristiwa pilkada DKI yang belum lama berlalu memberikan contoh dan
temuan nyata bahwa paham keagamaan dan sikap politik saling berkaitan.
Namun, yang menonjol ialah sikap emosional like or dislike, bukan
perdebatan argumentatif ilmiah layaknya perdebatan dalam mazhab tradisional.
Sikap emosional cenderung menolak berpikir panjang dan detail, melainkan
langsung pada kesimpulan setuju atau tidak setuju. Jadi, siapa pun yang
bergabung dalam komunitas mazhab medsos sebaiknya bisa mengendalikan emosinya.
Eklektik dan fragmentatif
Lontaran pemikiran dalam medsos biasanya fragmentatif karena keterbatasan ruang. Kalaupun panjang, orang enggan membacanya. Terlebih mereka yang sibuk, tidak tertarik mengikuti argumen yang njlimet, detail. Makanya mazhab medsos pemikirannya bersifat eklektik, campuran dari berbagai tulisan orang, sambung-menyambung, tidak solid, dan kadang tidak sistematis. Terserah pembaca untuk memilih, menimbang, dan memutuskan sendiri, tak ada hubungan guru-murid secara langsung. Tak ada tokoh utama yang memimpin wacana publik dalam medsos.
Bahkan, orang pun bisa memalsukan identitas aslinya. Atau namanya
dibajak. Makanya, setiap netizen yang bergabung dalam pemikiran Islam mazhab
medsos, dalam waktu yang sama bisa berperan sebagai guru atau murid. Jika tidak
setuju, bebas keluar dari jemaah netizen atau membantahnya, sejak dengan
kalimat yang cerdas, halus, sopan, sampai yang terkesan sarkastik.
Perkembangan sosial ke depan, komunitas Islam mazhab medsos
diperkirakan semakin membesar terutama ketika bulan pilkada atau pemilu tiba.
Lebih seru serta heboh manakala para politikus mengapitalisasi isu agama untuk
mendukung salah satu paslonnya dengan menggunakan sarana medsos sebagai ajang
promosi dan kampanye, apakah kampanye putih, abu-abu, atau hitam. Kita lihat
saja nanti, apakah prediksi ini sahih atau meleset. Namun saya kira, dan
berharap, semakin cerdas dan dewasa masyarakat, ke depan mazhab Islam medsos
kualitasnya akan meningkat dan terjadi seleksi alamiah. Yang tidak bermutu
tidak akan laku dalam pasar bebas. []
MEDIA INDONESIA, 31 May 2017
Komaruddin Hidayat | Yayasan Pendidikan Madania Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar