Pesantren Raudlatun
Nasyi’in Ash-Shidiqiyah Rembang, Pesantren Bergaya Pecinan
Pondok Pesantren
Raudlatun Nasyiin Ash-Shidiqiyyah yang terletak di Desa Dadapan, Kecamatan
Sedan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah ini memiliki berbagai keunikan. Baik dari
segi bangunan maupun kondisi psikologi para santrinya.
Berbeda dengan pondok
pesantren pada umunya, pondok pesantren yang lebih terkenal dengan sebutan
Ponpes RN ASA ini memiliki bangunan dengan gaya arsitektur pecinan. Ketika
memasuki pintu gerbang menuju pesantren, orang akan dihadapkan pada pintu masuk
berukuran kecil yang hanya cukup dilewati satu orang. Bukan hanya itu saja,
pintu masuk tersebut juga dibuat dengan batu berukir layaknya bangunan kuno.
Setelah sampai di
dalam kawasan pondok pesantren, orang akan melihat beberapa tulisan petuah yang
dipasang di beberapa dinding pondok. Beberapa tulisan antara lain, 'Kawasan
wajib berbahasa krama' dan 'Melanggar aturan pondok pesantren dihukum hafalan
surah al-Waqi'ah 7 kali'.
Keunikan pondok
pesantren yang diasuh oleh Ahmad Abadi (37) ini semakin menarik perhatian
setelah melihat keadaan bangunan didalamnya. Gaya arsitektur pecinan seperti
klenteng lebih menonjol dibandingkan dengan gaya bangunan pondok pesantren
kebanyakan. Cat berwarna merah kombinasi warna emas menghias setiap dinding
pondok. Di lantai bagian atas juga terdapat beberapa lampu lampion yang dijajar
di bagian depan pondok.
Ide pembangunan corak
bangunan pecinan
Berawal dari belum
adanya bangunan untuk para santri, dan hanya tinggal di rumah bambu. Pada saat
itu para santri sering diajak jalan-jalan keluar, diantaranya ke klenteng dan
tempat-tempat antik lainnya.
Ahmad Abadi
mengatakan, dari situlah yang paling menginspirasi anak-anak adalah bangunan
klenteng. Dan anak-anak juga lebih suka dengan warna cerah. "Bangunan ini
tidak ada filosofi apa-apa, hanya mengikuti keinginan anak-anak saja,"
jelasnya.
Pembangunan ini juga
membutuhkan banyak dana, dari informasi yang NU Online himpun bahwa sumber dana
tersebut berawal dari usaha para santri dalam berwirausaha. Dengan awal
bermodal ternak kambing dan pertanian akhirnya dapat membangun pesantren ini
juga dapat bantuan swadaya dari beberapa dermawan.
Beberapa dermawan
yang turut membantu pembangunan ini diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Kabupaten Rembang. "Ada juga persatuan istri-istri dokter Kabupaten
Rembang yang turut membantu dana pembangunan," tambahnya.
Berbagai latar
belakang santri RN ASA
Para santri Pondok
Pesantren RN ASA ini dari berbagai daerah dan latar belakang. Seperti anak-anak
terlantar. Sampai saat ini tercatat sejumlah 19 anak yang belum diketahui
identitasnya. Mereka tidak mempunyai akta kelahiran, bahkan nama orang tuanya
saja tidak tahu.
Ahmad Abadi
mengatakan, proyek tahun ini adalah untuk mendapatkan hak sipil anak-anak
tersebut. Bagaimanapun itu merupakan hak yang paling dasar untuk dapat diakui
sebagai identitas mereka.
Selain anak-anak yang
tidak mengetahui latar belakangnya, di pondok ini juga menampung anak-anak
berkebutuhan khusus, seperti anak-anak autis dan hiperaktif. Proses pendidikan
yang diajarkanpun disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. "Kita
menerapkan metode terapi dalam penyembuhan, itupun secara otodidak," terangnya.
Berawal dari
pengalaman dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, para pengurus dan
pengasuh pondok berhasil menyembuhkan mereka. Diantaranya beberapa anak yang
memiliki kelainan autis akhirnya dapat disembuhkan dan saat ini dapat mengikuti
pendidikan formal. Ia menambahkan, beberapa anak yang telah sembuh sekarang
dapat mengikuti pendidikan formal, dapat menulis, membaca dan berinteraksi
dengan teman sebayanya.
Kebanyakan para
santri yang tinggal di pondok pesantren ini berasal dari luar daerah. Mulai
dari Sorong Papua, Timika Papua, Jambi, Lampung, dan beberapa daerah dari
Kalimantan Tengah. "Untuk daerah Rembang sendiri hanya sebanyak 30
persen," jelasnya.
Untuk pembiayaan
sendiri, pengelola pondok menerapkan sistem subsidi silang kepada para orang
tua santri. Dari keluarga yang mampu, dapat mengangkat keluarga yang kurang
mampu. Ada juga satu keluarga yang membiayai 10 anak tidak mampu.
Beberapa pendidikan
yang diajarkan dalam pondok pesantren ini diantaranya, mengaji al-Qur’an,
kitab, serta hafalan al-Qur’an. "Kita hanya mengikuti bagaimana kemauan
anak. Kalau ingin menghafal al-Quran kita juga memfasilitasinya,” tutup Ahamd
Abadi. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar